Kumpulan cerita panas terbaru, cerita seks, cerita dewasa, cerita tante girang dan cerita 17 tahun keatas lainnya.

Senin

Selingkuh dengan Tina adik Iparku

Cerita Panas - Kisah ini bermula ketika gue harus tinggal bersama merua, yang mana mertua cowok gue udah meninggal, dan ada 5 saudara istri gue disana, salah satunya adalah adik ipar gue yangakhirnya bakal menjadi Cerita selingkuh antara gue dengan adik ipar. Dari itu istriku berharap gue tinggal di rumah supaya kita tetap berkumpul sebagai keluarga tidak terpisah. dalam keluarga itu kami berenam, dan hanya ada 2 pria, gue yang berusia 30 tahun dan adik ipar gue paling kecil berumur 1 tahun. Jadi... begini nih ceritanya. Awal September lalu gue tidak berkerja lagi karena mengundurkan diri. Hari-hari kuhabiskan di rumah bersama anakku, maklumlah ketika gue bekerja jarang sekali gue dekat dengan anakku tersebut. Hari demi hari kulalui tanpa ada ketakutan untuk stok kebutuhan bakal akan habis, gue cuek saja bahkan gue semakin terbuai dengan kemalasanku. Pagi sekitar pukul 8 wib, baru gue terbangun dari tidur. Kulihat anak dan istriku tidak ada disamping, ah... mungkin lagi di beranda cetusku dalam hati. Saat gue mau turun dari tempat tidur terdengar suara jeritan tangis anakku menuju arah pintu. seketika itu pula pintu kamar terbuka dengan tergesanya. Oh... ternyata dia bersama tantenya Tina yang tak lain adalah adik iparku, rupanya anakku tersebut lagi pipis dicelana. Tina mengganti celana anakku, "Kemana mamanya, tin...?" tanyaku. "Lagi ke pasar Bang" jawabnya "Emang gak diberi tau, ya?" timpalnya lagi. gue melihat Tina pagi itu agak salah tingkah, sebentar dia meihat kearah bawah selimut dan kemudian salah memakaikan celana anakku. "Kenapa kamu?" tanyaku heran " Anu bang..." sambil melihat kembali ke bawah. "Oh... maaf ya, tin?" terkejut aku, rupanya selimut yang kupakai tidur sudah melorot setengah pahaku tanpa kusadari, gue lagi bugil. Hmmm... tadi malam abis tempur sama sang istri hingga gue kelelahan dan lupa memakai celana. Anehnya, Tina hanya tersenyum, bukan tersenyum malu, malah beliau menyindir "Abis tempur ya, Bang. Mau dong..." Katanya tanpa ragu "Haaa..." Kontan aja gue terkejut mendengar pernyataan itu. Malah kini gue jadi salah tingkah dan berkeringat dingin dan bergegas ke toilet kamarku. Dua hari setelah mengingat pernyataan Tina kemarin pagi, gue tidak habis pikir kenapa dia bisa berkata seperti itu. Setahu gue tuh anak paling sopan tidak banyak bicara dan jarang bergaul. Ah... masa bodoh lah, kalau ada kesempatan seperti itu lagi gue tidak akan menyia-nyiakannya. Gimana gak gue sia-siakan, Tuh anak mempunyai badan yang sangat seksi, Kulit sawo matang, rambut lurus panjang. Bukannya sok bangga, dia persis kayak bintang film dan artis sinetron Luna Maya. Kembali momen yang kutunggu-tunggu datang, ketika itu rumah kami lagi sepi-sepinya. Istri, anak dan mertuaku pergi arisan ke tempat keluarga almahrum mertua laki sedangkan iparku satu lagi pas kuliah. Hanya gue dan Tina di rumah. Sewaktu itu gue ke kamar mandi belakang untuk urusan "saluran air", gue berpapasan dengan Tina yang baru selesai mandi. Wow, dia hanya menggunakan handuk menutupi buah dada dan separuh pahanya. Dia tersenyum akupun tersenyum, seperti mengisyaratkan sesuatu. Selagi gue menyalurkan hajat tiba-tiba pintu kamar mandi ada yang menggedor. "Siapa?" tanyaku "Duhhhh... kan cuma kita berdua di rumah ini, bang" jawabnya. "Oh iya, ada apa, tin...?" tanyaku lagi "Bang, lampu di kamar gue mati tuh" "Cepatan dong!!" "Oo... iya, bentar ya" balasku sambil mengkancingkan celana dan bergegas ke kamar Liza. aku membawa kursi plastik untuk pijakan supaya gue dapat meraih lampu yang dimaksud. "Za, kamu pegangin nih kursi ya?" perintahku "OK, bang" balasnya. "Kok kamu belum pake baju?" tanyaku heran. "Abisnya agak gelap, bang?" "ooo...!?" aku berusaha meraih lampu di atasku. Tiba-tiba saja entah bagaimana kursi plastik yang ku injak oleng ke arah Liza. Dan... braaak gue jatuh ke ranjang, gue menghimpit Liza. "Ou...ou..." apa yang terjadi. Handuk yang menutupi bagian atas tubuhnya terbuka. "Maaf, tin" "Gak apa-apa bang" Anehnya Tina tidak segera menutup handuk tersebut gue masih berada diatas tubuhnya, malahan dia tersenyum kepadaku. Melihat hal seperti itu, gue yakin dia merespon. Kontan aja barangku tegang. Kami saling bertatap muka, entah energi apa mengalir ditubuh kami, dengan berani kucium bibirnya, Tina hanya terdiam dan tidak membalas. "Kok kamu diam?" "Ehmm... malu, Bang" aku tahu dia belum pernah melakukan hal ini. Terus gue melumat bibirnya yang tipis berbelah itu. Lama-kelamaan ia membalas juga, hingga bibir kami saling berpagutan. Kulancarkan serangan demi serangan, dengan bimbinganku Tina mulai terlihat bisa meladeni gempuranku. Gunung kembar miliknya kini menjadi jajalanku, kujilati, kuhisap malah kupelintir dikit. "Ouhh... sakit, Bang. Tapi enak kok" "Za... tubuh kamu bagus sekali, sayang... ouhmmm" Sembari gue melanjutkan kebagian perut, pusar dan kini hampir dekat daerah kemaluannya. Tina tidak melarang gue bertindak seperti itu, malah ia semakin gemas menjambak rambutku, sakit emang, tapi gue diam saja. Sungguh indah dan harum memeknya Liza, maklum ia baru saja selesai mandi. Bulu terawat dengan potongan tipis. Kini gue menjulurkan lidahku memasuki liang vaginanya, ku hisap sekuatnya sangkin geramnya aku. "Adauuu.... sakiiit" tentu saja ia melonjak kesakitan. "Oh, maaf tin" "Jangan seperti itu dong" merintih ia "Ayo lanjutin lagi" pintanya "Tapi, giliran gue sekarang yang nyerang" aturnya kemudian Tubuhku kini terlentang pasrah. Tina langsung saja menyerang daerah sensitifku, menjilatinya, menghisap dan mengocok dengan mulutnya. "Ohhh... tin, enak kali sayang, ah...?" kalau yang ini entah ia pelajari dari mana, masa bodo ahh...!! "Duh, gede amat barang mu, Bang" "Ohhh...." "Bang, Tina sudah tidak tahan, nih... masukin jalantol mu, ya Bang" "Terserah kamu sayang, abang juga tidak tahan" Tina kini mengambil posisi duduk di atas tepat agak ke bawah perut ku. Ia mulai memegang kemaluanku dan mengarahkannya ke lubang memeknya. semula agak sulit, tapi setelah ia melumat dan membasahinya kembali baru agak sedikit gampang masuknya. "Ouuu...ahhhhh...." blessss... seluruh kemaluanku amblas di dalam goa kenikmatan milik Liza. "Aduuuh, Baaaang..... akhhhhh" Tina mulai memompa dengan menopang dadaku. Tidak hanya memompa kini ia mulai dengan gerakan maju mundur sambil meremas-remas payu daranya. Hal tersebut menjadi perhatianku, gue tidak mau dia menikmatinya sendiri. Sambil bergoyang gue mengambil posisi duduk, mukaku sudah menghadap payudaranya. Tina semakin histeris setelah kujilati kembali gunung indahnya. "Akhhhh... gue sudah tidak tahan, bang. Mau keluar nih. Ahhh... ahhh... ouhhh" "Jangan dulu tin, tahan ya bentar" hanya sekali balik kini gue sudah berada diatas tubuh Liza, genjotan demi genjotan kulesakkan ke memeknya. Tina terjerit-jerit kesakitan sambil menekan pantatku dengan kedua tumit kakinya, seolah kurang dalam lagi kulesakkan. "Ampuuuun... ahhhh... ahhhh... trus, Bang" "Baaang... goyangnya cepatin lagi, ahhhh... dah mau keluar nih" Liza tidak hanya merintih tapi kini sudah menarik rambut dan meremas tubuhku. "Oughhhhh... abang juga mau keluar, tin" kugoyang semangkin cepat, cepat dan sangat cepat hingga jeritku dan jerit Tina membana di ruang kamar. Erangang panjang kami sudah mulai menampakan akhir pertandingan ini. "Akkhhhhhh..... ouughhhhh.... ouhhhhhh" "Enak, Baaaangg...." "Iya sayang.... ehmmmmmm" kutumpahkan spermaku seluruhnya ke dalam vag|na Tina dan setelah itu ku sodorkan jalantol ke mulutnya, kuminta ia agar membersihkannya. "mmmmmmuaaachhhhh..." dikecupnya kontolku setelah dibersihkannya dan itu pertanda permainan ini berakhir, kamipun tertidur lemas. skandal seks itu terus kami lakukan di setiap kesempatan, dan kesempatan itu selalu kami gunakan untuk bercinta, seks dan yang memuaskan nafsu birahi kami berdua. demikian cerita seks ku, gue selalu berharap suatu saat ini berakhir.

Minggu

Ngesek Dengan Bi Encum

Pikiran ngeres kalo pembantu dirumah sendirian, cuman bareng aku, gak peduli stw alias setengah baya, kalo otong dah batuk bisa gak peduli umur deh. Cerita panas ku kali ini ngeseks dengan bi encum pembantu Pertama ku.


Waktu SMP kelas dua, di rumah ada pembantu, namanya Bi Encum. Aku suka melihat Bi Encum makannya banyak. Gak heran badannya juga gemuk. Nah, kebetulan kamarku di lantai dua, dan dibawahnya pas kamar mandi Bi Encum. Lantai kamarku itu cuma pakai multiplex tebal yang dilapisi karpet plastik yang agak tebal juga. Di antara lantai kamarku dengan kamar mandi Bi Encum nggak ada pembatas atau eternitnya.

Aku cari akal gimana caranya bisa ngintip Bi Encum kalo lagi mandi dari lantai kamarku. Aku pikir, kalau ada lubang dari kamarku pasti bisa langsung kelihatan isi kamar mandinya Bi Encum. Lalu aku cari sela-sela lantai di kolong ranjangku agar tidak mudah ditemukan orang. Sedikit demi sedikit kulubangi lantai dengan obeng kecil. Jadilah lubang sebesar satu centimeter tapi cukup besar untuk melihat sesisi kamar mandi pembantu. Nah, sejak saat itu aku rajin mengintip Bi Encum mandi dari atas.

Bi Encum ini orangnya baik, kulitnya agak putih, bersih, dan toketnya gede banget. Kadang dia suka mainin toketnya kalo lagi mandi. Aku sering coli juga kalau pas lagi ngintip Bi Encum mandi.

Suatu saat, aku dikasih dua butir pil tidur sama teman. Pil itu aku umpetin di atas lemari, di sela tumpukan barang-barangku. Nah, aku percaya kesempatan itu nggak datang dua kali. Suatu ketika, berbulan-bulan kemudian, keluargaku pada liburan ke rumah Nenek di Jawa Barat. Aku ditinggal berdua saja dengan Bi Encum karena aku bilang, malas pergi-pergi.

Malamnya sehabis makan, aku tumbuk dua butir pil itu di kamarku hingga menjadi halus sekali dan aku masukkan ke lipatan kertas, lalu aku kantungi di celana pendekku. Tak lama kupanggil Bi Encum ke atas agar menemaniku nonton TV di ruang TV yang ada di depan kamarku di lantai dua. Di ruang TV ini nggak ada kursi sama sekali, cuma pakai permadani lama saja sebagai alasnya dan beberapa bantal besar.

Sebentar kita nonton, aku bilang ke Bi Encum mau turun ke dapur mengambil minum. Aku lalu membuat dua gelas sirup. Yang satu kububuhi tumbukan pil tidur tadi. Sempat lama mengaduknya karena serbuk itu masih ada yang mengambang, tapi lama-lama hancur juga.

Aku bawa dua gelas sirup tadi ke atas. Sirup yang sudah dibubuhi serbuk pil tidur kukasihkan ke Bi Encum. Bi Encum tadinya nolak, tapi aku bilang, “Nggak apa-apa, Bi. Sekalian tadi bikinnya.”

Sambil nonton TV, aku ngobrol ngalor-ngidul dengan Bi Encum. Bi Encum ini seorang janda, umurnya sekitar 30 tahunan. Yang aku pernah dengar cerita dari Ibuku, Bi Encum dicerai suaminya karena nggak bisa punya anak. Mungkin mandul.

Posisi kita nonton berdua duduk di lantai, tapi nggak lama, Bi Encum merubah posisinya dari duduk, menjadi tiduran sambil kepalanya ditopang bantal besar.

Aku terus ajak dia ngobrol sambil nonton TV. Lama-lama, kok aku kayak ngomong sendiri? Nggak taunya Bi Encum sudah tertidur. Aku diam sambil cari akal, ada kali setengah jam sambil melirik posisi Bi Encum yang tidur melingkar seperti pistol. Bi Encum pakai daster hijau selutut.

Aku panggil Bi Encum, “Bi.. Bi Encum..” Tapi tak menjawab. Lalu aku pegang tangannya sambil kuguncang-guncangkan dan panggil namanya perlahan, “Bi.. Bi Encum..” Oh, ternyata dia sudah pulas. Aku cek lagi dengan mengguncang-guncangkan pahanya,

“Bi.. Bi Encum..” Dia tetap diam, napasnya saja yang turun-naik teratur. Ternyata Bi Encum sudah pulas sekali. Jantungku berdegup keras.

Dengan terburu-buru aku turun ke bawah untuk mengunci pagar halaman, pintu depan, dan pintu dapur. Gorden tak lupa kurapatkan. Bret! Lalu aku matikan lampu ruang tamu dan lampu dapur. Habis itu aku naik lagi ke atas. Hmm, Bi Encum masih tertidur dengan posisi yang tadi. Lalu kukunci pintu ruang TV yang mengarah keluar. Gorden jendela kurapatkan juga. Ah, aman!

Perlahan kudekati Bi Encum. Kuguncang-guncangkan kakinya lagi. Dia tetap tidur. Lalu kurubah posisi Bi Encum yang tadinya melingkar, jadi telentang. Bantal besar yang mengganjal kepalanya perlahan-lahan kugeser sehingga terlepas dari kepalanya.

Dadaku terasa sakit karena jantungku berdegup kencang, napasku memburu.

Lalu kuangkat perlahan dasternya dari bawah sampai ke atas perut sambil melihat mukanya, hmmm masih pulas. Sekarang terlihat paha Bi Encum yang bulat, besar, agak putih, dan bersih nggak ada bekas lukanya. Perutnya gemuk berisi. Gundukan CDnya warna krem. Menyembul di atas perutnya toket besarnya yang ditutupi BH warna krem.

Tapi aku nggak terlalu penasaran dengan toketnya karena sudah sering melihatnya.
Aku lalu coba merunduk. Kuciumi mekinya yang masih pakai CD. Ah, nggak ada bau apa-apa. Lalu ku elus-elus pahanya serta mekinya perlahan-lahan sambil sesekali melihat muka Bi Encum. Ah, masih pulas, pikirku. Malah sekarang sudah mendengkur halus.

Lalu kupegang gundukan mekinya. Hmm, tebal bangeet. Sebentar, kucoba korek sedikit mekinya lewat sela CD. Hmm, aku ingat, bulu jembinya sedikit dan jarang-jarang tumbuhnya. Keringat dingin mulai keluar dan aku semakin gemeteran. Lama aku begitu, korek-korek meki sambil elus-elus mekinya Bi Encum dari luar CD, sambil sesekali kulirik mukanya, khawatir dia terbangun.

Lama-lama aku makin penasaran, kucoba buka CDnya. Pelan-pelan kuturunkan CDnya dari bawah pantat sambil terus melihat muka Bi Encum. Uh, berat banget badannya. Kugeser CDnya sedikit demi sedikit lewat bawah pantatnya. Keringat dingin mengucur di badanku, padahal angin malam dari luar menerobos masuk dari atas lubang pintu. Tongkolku yang terbungkus CD dan celana pendek sudah tegang banget sejak tadi.

Berhasil! CD Bi Encum sudah lewat dari pantatnya yang besar. Tanggung, kuloloskan saja sekalian dari kakinya. Sekarang Bi Encum tidak memakai CD. Telentang. Bulu jembinya jarang, mekinya tembem dan rapat. Tongkolku jadi keras banget.

Aku beringsut ke bawah kaki Bi Encum, lalu kurenggangkan kakinya. Wuaah! Ini pengalamanku yang kuingat terus sampai sekarang. Pertama kali aku bisa melihat meki cewe dengan bebas, ya saat itu. Hmm, indah sekali.

Lalu kurenggangkan lagi kaki Bi Encum lebar-lebar sampai badanku dapat duduk bebas di antara selangkangan kakinya. Bi Encum masih mendengkur.

Aku mulai merunduk di atas meki Bi Encum. Kubuka mekinya yang tembem dan rapat itu dengan kedua tanganku, perlahan. Hmm, kuciumi mekinya. Wanginya aneh, tapi justru wangi ini yang nggak akan kulupakan, gimanaa gitu.

Aku ingat banget, lubang luar mekinya sempit, cuma segaris saja keliatannya dari luar.Pas kusibak, warna pinggir lubangnya merah tua dan dindingnya tebal, lembut, dan lubang dalamnya merah muda serta berkilat. Napasku mulai terengah-engah.

Kucoba-coba cari yang mana sih, yang disebut klitoris itu? Aku buka-buka perlahan mekinya, tapi sepertinya saat itu aku tetap nggak tau deh, yang mana atau seperti apa bentuknya klitoris (sekarang sih udah tau, hehe..). Aku semakin penasaran. Lubang meki Bi Encum semakin kuperlebar. Lama kuperhatikan. Kini terlihat dua belah bibir kecil dengan lubang kecil ditengahnya. Bibir kecil dan lubang kecil itu berwarna merah jambu dan agak basah. Tongkolku semakin keras. Jantungku berdetak keras.

Dengan tangan kiri, kutahan bibir meki Bi Encum, lalu kumasukkan jari telunjuk tangan kananku ke dalam lubang kecil itu. Aah, terasa lembut sekali daging merah jambu didalamnya. Lalu kuangkat jariku, kuciumi baunya. Ooh, begini toh, bau meki, pikirku cepat.

Lalu kumasukkan lagi jari tengahku ke dalamnya, kugosok-gosokkan perlahan jariku di dinding-dinding dalam meki Bi Encum. Uuh, terasa lembut sekali daging basah di dalamnya. Lama aku begitu sambil sesekali mengelus-elus bibir luarnya dan menjilat-jilatnya dengan lidahku.

Semakin penasaran, kumasukkan dua jariku ke dalam lubang kecil meki Bi Encum. Ah, ternyata muat, lalu kugosok-gosokkan lagi bergantian dengan masuknya ujung lidahku ke dalam lubang kecil itu. Agak asin-asin gurih gitu, rasanya. Tongkolku semakin keras dan terasa menyakitkan dibungkus CD dan celana pendek.

Ah, kucoba masukkan tongkolku ke dalam mekinya Bi Encum, pikirku waktu itu. Cepat-cepat karena napsu, kupelorotkan saja celana pendek serta CDku. Kaos masih kupakai. Lalu kuambil posisi badanku di atas Bi Encum yang masih pakai daster cuma CDnya saja yang sudah lepas.

Dengan satu tangan, kudekatkan tongkolku ke mekinya Bi Encum. Kugosok-gosokan di bibir luar meki dan bulu jembinya. Seer, seer, asik deh. Terus, kucoba masukkan tongkolku ke dalam mekinya. Duh, susah banget. Lalu kubasahi tongkolku dengan ludah yang banyak. Kucoba lagi naik di atas Bi Encum seperti orang mau push-up. Pelan-pelan dengan satu tangan kumasukkan tongkolku. Bless! Masuk kepala tongkolku yang berkilat dan licin. Pelan-pelan kusodokkan lagi dibantu dengan tanganku. Bless! Makin dalam. Rasanya hangat gitu. Bi Encum masih pulas, malah keluar liur dari bibirnya.

Perlahan dengan napas memburu, kumaju-mundurkan tongkolku. Ugh! Rasanya hangat dan agak geli-geli gitu. Ada kali sekitar sepuluh menit aku maju-mundurkan tongkolku. Keringat dingin makin deras menetes dari badanku. Jantungku makin berdegup kencang.

Daging lembut yang hangat dan licin karena basah ludahku terasa membelai-belai tongkolku. Sampai tiba-tiba terasa terasa pejuku mau keluar. Aku coba tahan tapi tak kuasa. Buru-buru kucabut tongkolku. Aku kocok sedikit, dan peju pun muncrat di permadani. Crut! Crut!

Setelah itu yang aku ingat saat itu adalah rasa bersalah yang timbul. Dengan napas yang masih terengah-engah karena dadaku berguncang keras, buru-buru kubersihkan peju yang berceceran di permadani. Secepat kilat kupakaikan CDnya Bi Encum lagi sambil kurapihkan dasternya. Lalu aku berlari ke kamar mandi yang ada di samping kamarku. Setelah itu aku masuk kamarku dan kubiarkan TV menyala dengan Bi Encum yang masih tertidur pulas di depannya. Aku tertidur pulas sampai pagi.

Paginya Bi Encum sudah masak sarapan pagi buatku. Seperti nggak ada apa-apa dan biasa aja. Kejadian itu cuma sekali sampai Bi Encum pulang kampung - saat aku SMA - untuk dikawinkan dengan orang sekampungnya. Lebih dari itu, aku nggak berani karena takut Bi Encum bilang ke orangtuaku.

Sekian cerita gw, asli dan tanpa rekayasa apapun.

Cerita Tukar Istri


Cerita Panas - seorang wiraswasta. Kami tinggal di Denpasar, Bali. Cerita ini bermula satu setengah tahun lalu, ketika teman kuliah suamiku datang dari Jakarta bersama suaminya. Sebut saja namanya Sally, sedangkan suaminya bernama Tomy. Usia mereka tak jauh berbeda dengan kami. Hari pertama tak ada yang terjadi alias biasa-biasa saja, namun masuk hari kedua, saya mulai mencium ada yang tak beres antara suamiku dengan mbak Sally. Dari tatapan mereka tampaknya ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Tapi saya gak tahu. Sementara mas Tomy kelihatannya cuek aja. Malam ketiga, setelah kami pulang dari santap malam di seputaran Denpasar, saya langsung saja mohon pamit untuk segera beristirahat. Suamiku dan kedua tamu kami masih terus ngobrol.

Tengah malam, saya gak tahu jam berapa, saya merasa haus sehingga bangun. Suamiku belum ada di sampingku. Perlahan aku menuju dapur, namun begitu akan memasuki ruang tengah, ada suara-suara yang tak asing lagi di telingaku dari ruang keluarga. Saya pikir gila juga mas Edy, masa selagi ada tamu ia nonton BF dengan volume yang cukup keras. Dengan sedikit kesal saya berniat untuk menegurnya, namun ketika tanganku baru membuka tirai pintu ruang keluarga, jantungku berdetak kaget. Suamiku memang lagi nonton BF, tapi ia tidak sendirian. Ia nonton bersama kedua tamu kami. Dan yang membuatku kaget adalah mereka sebenarnya tidak peduli dengan film yang ada di layar TV, namun ketiganya lagi asik bercinta bareng! Mbak Sally lagi dikeroyoki oleh suamiku dan suaminya. Kulihat suaminya dari bawah, sementara suamiku "mengerjai" mbak Sally dari atas, maksud saya dari anus mbak Sally. Artinya mbak Sally sedang di"double" penetrate oleh kedua lelaki tersebut.

Napasku kian memburu, antara cemburu dan nafsu, tapi aku berusaha kendalikan diri. Suara mbak Sally seakan mengalahkan volume TV, Ouhhhss, ***** my Ass hole!! Yeah, Edy, dig it deeper... ouhhh... harder....!!! Untuk sesaat aku gak tahu harus berbuat apa sehingga hanya terbengong aja melihat aksi mereka bertiga hingga teriakan histeris mbak Sally yang orgamse membuyarkan lamunanku. Bersamaan dengan itu mas Edy dan mas Tomy mengakhiri pendakian mereka dengan menyemburkan mani mereka ke mulut dan tubuh mbak Sally. Lenguhan kedua lelaki membuat saya segera berjinjit dan segera masuk kembali ke kamar tidur. Rasa hausku hilang, namun ada semacam perasaan aneh yang tak bisa kulukiskan. Saya cemburu suamiku bercinta dengan wanita lain di depan mataku, tapi yang membuat saya bingung suami dari wanita itu juga terlibat dalam aksi seks itu, dan nampaknya mereka sangat menikmati permainan itu. Kutunggu mungkin hampir satu jam ketika suamiku muncul di kamar kami. Saya sengaja tertidur pulas, agar mas Edy tidak mengetahui bahwa saya sebenarnya mengetahui yang baru saja mereka lakukan.

Aroma parfum sabun teraa sangat segar, bertanda ia sudah membersihkan diri. Saya sengaja membalikkan badan dan memeluknya, namun dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan. Ingin sekali saya bertanya, namun kata-kata sepertinya terpaku dalam mulutku. Suamiku balas memelukku, mencium keningku kemudian langsung tertidur. Ia tentu saja sangat kecapaian. Saya tidak tahu berapa jam mereka bertiga bergelut tadi. Ada perasaan jijik berada dalam pelukannya, namun aku sangat mencintainya. Kehidupan seks kami sangat baik, kami sangat terbuka untuk berdiskusi tentang apa saja mengenai hal ini, bahkan pernah sekali dua kali kami menyinggung tentang tukar pasangan, namun aku tak menanggapinya dengan serius. Aku seorang wanita yang berhasrat seks sangat tinggi, bahkan fantasiku kadang-kadang sangat liar sehingga aku malu untuk mengatakannya pada suamiku sendiri. Namun, malam ini, di depanku sendiri, suamiku memenuhi salah satu fantasinya untuk "mengeroyok" satu wanita bersama laki-laki lain. Dan, impian tergilanya yang hingga kini belum juga saya penuhi, yakni anal seks, terwujudkan bersama mbak Sally. Aku bingung, apakah mbak Sally teriak kenikmatan karena kemaluan suaminya yang bersarang di vaginanya, atau penis suamiku yang mengerjai duburnya? Atau karena dua sensasi yang berbeda itu? Aku semakin penasaran, namun sejujurnya masih ada perasaan aneh yang tak bisa kuungkapkan. Dalam kebingunganku, aku tertidur dalam pelukan suamiku.

Jam enam pagi aku bangun. Suamiku masih terlelap. Demikian juga kedua tamu kami. Segera aku membereskan rumah, dan yang jadi prioritasku adalah ruang keluarga. Namun aku tidak menemukan suatu keganjilan apapun. Semuanya nampak seperti biasanya. Hanya saja sebuah kepingan VCD yang berjudul "Orgy in Paradise" kutemukan di kaki buffet. Kuambil dan mencari boxnya tapi gak kutemukan. Sehingga aku taruh aja di atas player VCD dalam buffet kami. Selesai bersihkan rumah, aku segera menyiapkan sarapan pagi. Jam sudah menunjukkan pikul 07.00 tapi mereka bertiga belum juga bangun. Aku langsung saja mandi, kemudian membangunkan suamiku. "Mas, ayo dong bangun, udah siang nih"! Dengan agak malas suamiku berusaha membuka matanya. "Udah jam berapa nih say?" Ia menanyakannya dengan senyum. "Jam tujuh lewat" kataku langsung memberikannya handuk. "Ayo dong mandi. Ntar gak enak sama mbak Sally dan suaminya loh" Aku berusaha berbicara dengan nada yang wajar. Mas Edy dengan berat hati melangkah menuju kamar mandi.

Jam 07.45 kami semua sudah berada di meja makan. Aku sekali lagi berusaha untuk tampil biasa-biasa saja. "Wah, sepertinya sarapan pagi ini enak sekali. Ada susu, ada telur dan orange juice! Benar-benar favorit kami di Jakarta" mbak Sally membuka pembicaraan. "Ah, biasa aja mbak. Maaf loh, hanya ini yang bisa kusiapkan. Maklum soalnya pagi tadi gak sempat ke pasar. Habis mana mas Edy bangun kesiangan, lagian pembantunya lagi cuti. Praktis hanya kami berdua aja". "Sorry sayang, aku memang bangun terlambat. Soalnya semalam kami ngobrol sampai larut malam"! mas Edy menimpali sambil tersenyum. Mbak Sally dan suaminya juga demikian. Ada semacam rasa benci dalam hati, namun aku berusaha untuk mengendalikannya. "Mari mbak, mas, silahkan dimakan rotinya, ntar keburu dingin loh" aku mempersilahkan tamuku untuk mulai sarapan. Aku memberikan roti yang telah berisi selai kepada suamiku. "Thanks sayang". "Wah, beruntung Edy memiliki istri seperti Ana. Cantik dan penuh perhatian lagi!" mas Tomy berujar sambil tersenyum. Aku gak tahu apa arti senyumnya, namun perasaanku mengatakan ada sesuatu yang sebenarnya ingin ia katakan. "O ya mas, rencananya hari ini mau kemana?" tanyaku sambil menatap suamiku. "Belum tahu tuh, mungkin setelah sarapan kita diskusikan lagi. Begitu kan Tomy?" mas Edy menimpali.
"Kalau begitu aku mohon maaf, karena aku harus ke salon hari ini. Jika mas mau antar mbak Sally dan mas Tomy tolong diatur agar mereka tidak kecewa. Sayang sekali karena saya gak bisa ikut dengan kalian. Soalnya sudah terlanjur janjian untuk creambath dengan salon langganan kami". Sesaat mereka terdiam, tiba-tiba mbak Sally menimpali "mungkin sebaiknya kita istirahat aja di rumah. Gimana menurutmu mas? kasihan mas Edy masih capek!" kata mbak Sally sambil melihat suaminya. "Ide yang baik. Lagian kita tidur kemalaman sih. Ntar siapa yang kuat nyetir?" mas Tomy menjawab. "Gak apa-apa kok, mas Edy udah biasa"! kataku. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk tidak kemana-mana sehingga perasaanku semakin gak karuan. Aku mencoba untuk membuang memoriku semalam, namun semakin jelas dalam benakku episode-episode percintaan mereka semalam.

Aku pamit kepada mereka, berusaha senyum yang wajar dan meninggalkan rumah. Aku sengaja tidak membawa mobil, aku memilih memakai taksi aja. 45 menit berlalu, aku merasa semakin tidak nyaman menunggu giliranku di salon. Akhirnya aku batalkan saja dan pulang ke rumah. Perasaanku semakin tidak karuan sehingga aku meminta sopir untuk berhenti dari jarak seratusan meter. Perlahan aku membuka pagar dan langsung menuju halaman belakang. Rumah nampak sepi, tapi perasaanku deg degkan sekali. Dengan perlahan aku membuka pintu belang, membuka sepatu dan berjinjit masuk ke dalam. Dugaanku benar! Di ruang yang sama mereka mengulangi lagi perbuatan mereka. Kulihat suamiku sedang menjilati vagina mbak Sally, sementara ia memberikan service mulut bagi suaminya. Dalam keadaan siang bolong aku lebih jelas melihat aksi mereka. Aku gak tahu harus berbuat apa, tapi napasku semakin memburu. Aku kesal, marah dan ingin berteriak histeris. Akan tetapi jujur kukatakan ada gairah yang hampir meledak dalam diriku. Aku terbawa oleh suasana. Aku memang sangat bernafsu.

Dalam kebingunganku, sepatu di tanganku jatuh dan mengagetkan ketiganya. "Eh, kamu An.." suamiku kaget. "Maaf ya An, kami tak bermaksud menyakitimu. Kami bertiga udah biasa melakukan ini semenjak kuliah dulu. Ini hanya soal seks aja, gak lebih". Mbak Sally mencoba untuk mencairkan suasana. Aku terdiam, duduk di sofa, di depan mereka. Sementara mereka masih tetap telanjang, tidak berusaha untuk menutupi aurat mereka. Aku menutup mata, mau menangis, namun tak bisa. Tiba-tiba suamiku memelukku, dan mencium tengkukku. "Maaf say, sekali lagi maaf..." Aku tidak bereaksi, sampai mbak Sally duduk di sampingku dan mulai mencium telingaku. Aku kaget, namun suamiku segera menyumbat mulutku dengan ciumannya. Mbak Sally gak berhenti di sana, tangannya terus bergerilya sehingga dalam sekejap rok dan kaosku sudah terbuka. Aku berusaha meronta, namun tangan-tangan mereka terlalu kuat. Aku mulai merasa sensasi yang luar biasa ketika mbak Sally mencium dan menjilat putingku. Aku hanya bisa berdesah kenikmatan.

Pikiranku buntu, sementara kenikmatan kian menggerogoti tubuhku. Antara sadar dan tidak kurasa ada seseorang yang menarik celana dalamku dan membuka lebar kedua pahaku. Aku lemah. Aku pasrah saja, sehingga ketika ada lidah yang bermain-main di vaginaku aku hanya bisa melenguh, mendesis dan menggigit bibirku. Aku gak tahu lidah siapa yang bermain di sana, namun kuyakin itu bukan milik suamiku. Lambat laun aku pun mulai terbawa oleh gairahku sendiri sehingga aku sudah tidak peduli lagi dengan keadaan. Dalam dekapan tiga pasang tangan, aku orgasme beruntun. Nafasku tak beraturan, tapi aku mulai sadar. Di selangkanganku mas Tomy lagi asik dengan permainannya. Aku kaget, tapi mbak Sally segera menarikku, menciumku dengan ganasnya. Aku gak tahu harus berbuat apa. Baru saja aku terhempas oleh puncak orgasme yang luar biasa, kini aku diserang lagi. Aku kaget, karena tidak pernah berciuman dengan wanita, apalagi ini di depan suamiku sendiri. "Nikmati aja sayang, gunakan fantasi liarmu agar kamu bisa terpuaskan..." suamiku berbisik sambil terus meremas-remas payudaraku. Sementara di selangkanganku, ada sebuah tuntutan yang hampir meledak, ketika mas Tomy mencium anusku. Dengan lidahnya ia mempermainkan daerah sekitar duburku yang membuatku semakin terbang tinggi. Sekali-sekali ia menggigit pantatku, dan berusaha memasukkan lidahnya ke dalam anusku. Sensasinya tak bisa kulukiskan! Dalam puncak kenikmatanku, suamiku mengganti posisi mas Tomy, dan dengan rakusnya dia mencium dan menjilat seluruh pantatku. Ia tak pernah seliar ini, namun aku tak berusaha untuk menahannya.

Aku sedang tenggelam dalam luapan gairah yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Sementara mbak Sally bergantian dengan suaminya bermain dengan puting dan mulutku, suamiku mulai mencoba memasukkan jarinya kedalam anusku. Aku kaget, namun sekali lagi aku tak kuasa menahannya. Hasratku mengalahkan logikaku. Pertama satu jari, kemuadian dua, lalu tiga. Awalnya cuma sodokan pelan, namun lama-kelamaan semakin kencang. Sementara jemarinya keluar masuk di duburku, mas Edy mencium dan menjilat klitorisku dengan ganas. Ingin sekali aku berteriak, namun suaraku tertahan oleh ganasnya serangan mbak Sally di mulutku. Aku terbuai dalam permainan itu, sehingga aku ikuti saja ketika suamiku membalikkanku, dengan posisi nungging ia mulai berusaha untuk menggunakan ******nya di lubang pantatku. Aku hanya pasrah, ketika pelan-pelan ******nya mulai masuk, aku merasa agak nyeri, namun rasa itu segera hilang bersamaan munculnya sensasi yang luar biasa dalam perutku. Suamiku semakin cepat melakukan aksinya, sementara mbak Sally berusaha memberikan rangsangan tambahan dengan mencium memekku.

Ia terus menjilat, dan terus saja menjilat lendir vaginaku yang bercampur dengan ludahnya. Aku ingin berteriak, namun sekali lagi mulutku tersumbat oleh kemaluan mas Tomy. Aku begitu liar, rasioku hilang. Yang ada hanyalah tuntutan kepuasan, desakan untuk segera meledak dari dalam perutku. Akhirnya, puncak itu datang juga. Aku merasakan multiple orgasme yang bertubi-tubi, kenikmatan yang aku ragu bisa mendapatkannya lagi. Dalam erangan puncakku, mas Tomy memuntahkan laharnya dalam mulutku. Aku tersedak, sebagian tertelan. Namun mas Tomy tetap memasukkan ******nya dalam mulutku. Dengan liar aku menjilat dan membersihkan sisa maninya di situ. Belum hilang kenikmatanku, suamiku semakin gencar menyodok pantatku, dan dengan hentakan yang keras ia menumpahkan maninya dalam pantatku. Aku terdampar di pantai kenikmatan yang tak pernah kucapai.

Yang kutahu, setelah mencabut ******nya, aku mas Edy menyodorkan barangnya yang baru saja dikeluarkan dari duburku untuk kujilat. Aku gak lagi berpikir normal. Nafsu telah menguasai benakku sehingga tanpa merasa jijik aku langsung menjilat dan mengulum sisa-sisa lendir di batang kemaluan mas Edy.
Sementara itu, mbak Sally mulai pindah dari memekku, kini lidahnya bermain-main di lubang pantatku. Ia membersihkan seluruh cairan yang ada di sana, tanpa meninggalkan bekas. Lalu, dengan sisa-sisa nafsu yang ada ia mencium bibrku, dan dengan agak memaksa ia membuka mulutku dan bermain-main dengan lidahku. Kami terdiam, hanya saling menatap, namun yang jelas, bagiku, suatu petualangan seks telah kumulai. Bahkan dengan sekaligus tiga langkah. Analseks, berorgy dan bercinta dengan wanita. Aku menutup mata, malu, namun ada kepuasan yang tak bisa kulukiskan dengan kata-kata.

TAMAT

Abang Becak Ternyata Gay

Cerita Panas. Pada suatu hari aku dapat tugas mendadak keluar kota yaitu ke kota Genteng Banyuwangi, dengan catatan besok sudah harus ada dikota tersebut, entah bagaimana caranya untuk bisa sampai kesana. Maka dengan berat hati dan penuh dengan keterpaksaan, setelah pulang kerja sekitar pukul 18.00 aku pulang dari tempat kerjaku menuju ketempat kostku yang jaraknya hanya beberapa ratus meter saja dengan tubuh lunglai, lemas, males yang semuanya bercampur aduk, apalagi aku harus berangkat seorang diri tanpa ada rekan yang menyertaiku.


Setelah sampai ditempat kost, aku mandi dan segera ganti baju untuk siap berangkat dan sebelumnya aku berkemas dengan membawa beberapa potong pakaian untuk berjaga-jaga kalau tugasku disana tidak dapat selesai dalam waktu sehari. Setelah semuanya beres, maka segera kukunci kamar tempat kostku dan segera kulangkahkan kakiku menuju jalan raya untuk menyetop angkot yang akan membawaku ke terminal bus Arjosari-Malang, setelah sampai diterminal bus antar kota sekitar pukul 19.00 malam, aku segera memilih bus jurusan Probolinggo, dan sebelumnya dalam hati aku juga penginnya berniat untuk naik bus secara estafet yaitu dari Malang ke Probolinggo, Probolinggo ke Jember dan Jember baru ke Genteng.

Setelah kupilih bus dengan tujuan yang kuinginkan, maka segera aku naik bus Akas dengan tujuan Probolinggo, aku memang sengaja tidak memilih bus Patas karena perjalanan malam hari tidak seberapa pengap disamping itu tidak seramai kalau perjalanan siang hari. Setelah aku menikmati perjalanan kurang lebih dua jam sekitar pukul 21.00, sampailah aku diterminal bus Banyuangga-Probolinggo, aku pindah kebus yang ada di depannya bus yang baru kutumpangi agar tidak antri terlalu lama, kebetulan bus yang ada di depan bus yang baru kutumpangi adalah bus Tjipto dengan jurusan Jember, dalam perjalanan kali ini aku dapat tempat duduk paling depan sendiri sebelah kiri dekat pintu depan sehingga tempat di depanku agak luang sehingga aku dapat meluruskan kakiku. Dan aku segera terlelap dalam perjalanan kali ini setelah terlebih dulu aku membayar ongkos tiket ke Jember. Perjalanan berlalu selama kurang lebih dua jam pula, sekitar pukul 23.00 sampailah aku di terminal Tawangalun-Jember dan akupun segera ikut menunggu dengan beberapa orang yang juga ingin melanjutkan perjalanan ke arah Banyuwangi.

Tidak berapa lama kemudian datanglah bus Akas dengan tujuan Denpasar lewat Banyuwangi, aku segera naik bus tersebut dengan perasaan yang sudah ngantuk, lelah akan tetapi aku ingin rasanya segera sampai ditempat tujuan. Dalam perjalanan ini cukup banyak juga penumpangnya dan rata-rata tujuan mereka adalah Denpasar atau Banyuwangi, setelah menikmati perjalanan yang tidak begitu menyenangkan sekitar dua jam, maka sampailah kekota tujuanku yaitu Genteng, maka aku segera bersiap-siap untuk turun diterminal Genteng, karena hari sudah menjelang pagi maka bus tidak masuk ke dalam terminal akan tetapi hanya berhenti ditepi jalan depan terminal.

Pada saat itu yang turun disana hanya beberapa orang saja termasuk diriku, setelah kakiku menginjakkan tanah maka beberapa abang becak datang menyerbu untuk saling berebut penumpang yang baru turun dari bus, mungkin ada sekitar lima atau enam orang abang becak yang mengerubuti aku, akan tetapi aku hanya menggelengkan kepala yang berarti bagi mereka aku tidak berniat untuk naik becak mereka, akan tetapi ada satu abang becak yang dengan gigihnya mengikuti aku walaupun aku sudah melangkahkan kakiku beberapa langkah dari kerumunan abang becak tersebut. Kulihat sepintas abang becak yang mengejarku tadi, masih muda, berbadan kekar dan lumayan ganteng untuk ukuran abang becak, maka aku mengiyakan saja ketika dia menawarkan diri untuk mengantarkan aku mencari tempat menginap.

Dalam perjalanan menuju hotel yang menjadi tempat tujuanku, maka terjadi percakapan yang biasa-biasa saja sebagai basi-basi, hingga sampailah di depan hotel yang menjadi tempat tujuanku, segera kubayar ongkosnya, dan pada saat itulah aku baru menyadari kalau tampilan abang becak yang satu ini begitu seksi dengan celana jeans belelnya yang lutut kiri dan kanan sengaja disobek dan yang terlebih membuatku dag dig dug adalah disebelah bawah kantong kirinya juga sobek yang lumayan lebar sehingga aku bisa melihat pangkal pahanya yang kekar itu dan hal ini makin membuatku jadi salah tingkah dan segera ada perasaan yang berdesir dalam hatiku untuk mencari berbagai cara dan alasan untuk bisa menggaetnya malam itu. Maka aku bertanya kepadanya.

"Abis ini mau kemana?" tanyaku sekenanya.
"Yah, mau balik di depan terminal lagi sambil nunggu penumpang"
"Kalau aku mau pakai kamu lagi gimana? Sebabnya tadi aku belum makan"
"Yah, nggak apa-apa saya tunggu saja"
"Gini aja aku pesan kamar dulu ke dalam, kamu tunggu dulu di depan yaa"
"Hmm," gumannya tidak jelas.

Setelah aku menemui resepsionis dan sudah mendapatkan kamar yang kuinginkan maka aku kembali keluar untuk menemui abang becak tadi dan dia kuajak masuk dengan alasan aku mau mandi dulu. Dengan rada segan-segan akhirnya dia mau juga masuk ke dalam kamarku setelah sebelumnya dia memarkir becaknya dihalaman hotel dan kepada room boy yang mengantarkan aku kekamar kubilang kalau aku mau keluar lagi untuk cari makan dengan menggunakan jasa becaknya sehingga aku dengan leluasa mengajaknya masuk ke dalam kamar.

Setelah sampai di kamar, kusuruh dia untuk mandi, akan tetapi dia menolak dengan alasan sudah malam dan dingin airnya, maka segera kubuka keran air hangat dan kusuruh dia untuk merasakan hangatnya air dan dengan sedikit rayuan gombal kalau air hangat dapat menyegarkan tubuh yang sedang capek, kemudian dia mau. Dengan segera dia memasuki kamar mandi dan aku segera membereskan barang bawaanku setelah sekitar lima menit dia didalam kamar mandi, aku mengetoknya dari luar dengan alasan biar cepet selesai kalau mandinya bersamaan dan ternyata dia tidak keberatan dengan segera dibukanya slot kamar mandi dan aku segera masuk.

Kudapati dia sudah telanjang bulat sambil menggosok badannya dengan sabun yang tersedia disana. Karena pada waktu itu dia menghadap ketembok maka aku tidak bisa melihat penisnya yang ingin segera kulihat karena dengan panampilannya yang seksi itu membuatku merangsang, maka aku segera melangkahkan kaki menuju bak mandi yang berarti aku membelakanginya setelah kuguyur badanku dengan beberapa gayung air hangat, kubalikan tubuhku menghadapnya untuk meminta sabun dari darinya dan barulah pada saat itu aku bisa melihat penisnya yang lumayan panjang dalam keadaan biasa, sehingga tanpa terasa penisku langsung tegak lurus dan diapun juga melihatnya dan komentarnya penuh dengan arti.

"Lho, koq ngaceng penis sampeyan?" katanya.
"Iyoo, ndelok penismu sing dowo itu opo," jawabku juga sekenanya.
"Hehehehe"
"Koq iso dowo koyok ngene iki diapakno sih," tanyaku lagi.
"nDisik sering dikom karo teh anget," jawabnya lagi.

Dengan penuh ketidak sabaran segera kuraih penisnya yang panjang menggantung itu dan dia diam saja, sambil kukocok perlahan-lahan dan mulai terlihat reaksinya dengan sedikit mengeras dan makin mengeras dan terlihat makin panjang lagi sampai diatas pusarnya beberapa mili.

"Ah, wong podo lanange koq dulinan penis," katanya lagi.
"Enggak opo-opo, aku seneng nek ndelok penis sih dowo ngene," jawabku.
"Nek gelem emuten pisan opoo," katanya lagi.

Tanpa dikomando dua kali maka segera jongkok di depan selakangannya dan kuselomot tuh penis yang sudah tegang mengacung itu sambil sesekali kusiran dengan air hangat dari bak kamar mandi. Dan dia hanya berdiri sambil diam mematung sambil sesekali mendesis keenakan dan mengelus-elus kepalaku Setelah permaian berjalan sekitar seperempat jam didalam kamar mandi dan itu baru pemanasan saja, karena belum ada tanda-tanda dia akan mencapai puncak kenikmatannya. Maka kamipun meraih handuk yang tersedia didalam kamar mandi dan segera mengeringkan badan kami masing-masing dan menuju ketempat tidur dengan ukuran yang cukup besar untuk dipakai berguling-guling dua orang.

Setelah kutelentangkan dia ditempat tidur dan dia menurut saja tanpa ada perlawanan dan penolakan, maka segera kucumbui dia mulai dari cuping telinganya, ke arah pipinya kemudian bibirnya, mula-mula dia diam saja akan tetapi lama kelamaan dia mulai merespon semua kegiatanku untuk mencumbuinya, kemudian kuturunkan lagi kelehernya, dan terus menjulur kebawah lagi ke arah ketiaknya dan kucium aroma yang membuatku makin terangsang, yaitu aroma laki-laki jantan dengan baunya yang sangat khas sekali. Mungkin kalau dalam keadaan biasa aku akan merasa jijik untuk menjilati ketiak yang berbulu dan berbau, akan tetapi pada pagi hari itu hilang sudah perasaan jijik dan lain sebagainya yang ada hanya rangsangan demi rangsangan yang makin membuatku mabuk kepayang.

Terus cumbuanku kuteruskan ke arah putingnya yang berwarna hitam kecoklatan dan ditumbuhi beberapa bulu yang cukup panjang-panjang, kemudian kuteruskan lagi ke arah pusarnya dengan cara memasukan lidahku ke dalam lubang pusarnya dan dia mengelinjang-ngelinjang kegelian sambil mendesah penuh dengan kenikmatan. Kemudian kuarahkan cumbuan bibirku ke arah pinggangnya dan terus turun kebawah lagi ke arah jembutnya yang tumbuh dengan kasar dan kaku itu terus kukulum ujung penisnya yang hitam tegar itu dan menjulang tegak sepanjang sejengkal tanganku yang kukira-kira panjangnya sekitar 20 cm.

Kuemut dengan memasuk-keluarkan dengan mulutku terus dan kudengar rintihan makin keras dan mendesis-desis seperti ular yang sedang mencari mangsa. Setelah cukup lama aku menyelomoti penisnya, segera kuambil lotion yang sudah kupersiapkan disebelah tempat tidur, kemudian kuolesi lubang anusku dengan lotion dan segera aku merangkak ke atasnya dan mulai berusaha untuk memasukan penisnya yang panjang itu ke dalam lubang kenikmatanku, setelah semua penisnya masuk sampai pangkalnya aku segera menaik turunkan bokongku dan dia rupanya masih menikmati permainan sex yang sebelumnya belum pernah dia dapatkan, setelah cukup lama aku naik turun diatas penisnya yang tegak mengacung itu, akhirnya dia memintaku untuk melepaskannya dan menyuruhku untuk telentang dan sambil mengangkat kedua belah kakiku ke atas pundaknya kemudian dia mulai menunduk dan memasukkan penisnya yang masih tegang mengacung itu ke dalam lubang kenimatanku sambil terus mengenjotnya dan kurasakan batang penisnya yang panjang itu sampai ke dalam perutku yang menyodok-nyodok dengan liarnya sambil melenguh-lenguh diantara desisan kenikmatan yang dia rasakan.

"Aaahh, aauucchh"
"Ayoo teruss ggooyaanngg"
"Yaahh"
"Uuuhhaahh"
"AAaauucchh"

Dan gerakan maju mundurnya makin lama makin cepat sampai akhirnya dia tersungkur diatas dadaku sambil merasakan puncak kenikmatannya dengan mengeluarkan pejuh yang sangat banyak dalam lubangku yang sampai kurasakan meleleh keluar dari antara lubang anusku dan penisnya yang masih tertancap dalam lubangku, cukup lama dia memeluk aku dan sambil tersenyum dia berkata,

"Enak ee," katanya.

Kemudian dia bangkit dari pelukanku dan kemudian dia menuju kekamar mandi untuk membersihkan diri dan mandi lagi dengan air hangat, kalau sebelumnya dia masuk ke dalam kamar mandi dengan mengunci pintunya maka untuk kali ini pintu kamar mandi dibiarkannya dalam keadaan terbuka dan kulihat dia sedang mencuci penisnya dengan air hangat dan kuawasi dia dari tempat tidur, sedangkan aku pada saat itu masih belum mendapatkan kepuasan dengan mengecrotkan pejuhku.

Aku maklum akan hal itu karena yang kuhadapi sekarang itu bukanlah seorang gay akan tetapi seorang lekong asli yang sama sekali tidak mengenal hubungan sesama jenis, sehingga mungkin dia tidak mengerti kalau dalam hubungan seperti harus take and give atau harus saling memuaskan lawan mainnya. Kemudian akupun bangkit dari tempat tidurku dengan penisku masih ngaceng penuh karena belum keluar pejuhku, kususul dia kekmar mandi untuk mengguyur tubuhku dengan air hangat pula dan kulihat dia sudah selesai mandi dan sudah mengeringkan badannya dan mulai memakai celdalnya atau Cd-nya dan celana pendek kolor warna abu-abu, kemudian dia rebahan diatas tempat tidur sambil telentang. Setelah selesai dari kamar mandi aku menyusulnya rebahan diatas tempat tidur namun aku masih dalam keadaan telanjang bulat dan penisku sudah mulai surut dari ngacengnya.

Kamipun mengobrol sambil menanyakan identitas kami masing-masing. Dari obrolan itu baru kuketahui kalau namanya adalah Giman, dia adalah orang asli kota itu dan dia sudah beristri dan mempunyai seorang anak yang baru berumur sekitar tiga tahun dan dia memulai pengalaman sexnya dengan seorang wanita sejak kelas dua SMU yaitu sekitar umur 16-17 tahun, dan kadang-kadang dia juga suka jajan dengan perempuan jalanan kalau dia mempunyai kelebihan uang dari hasil narik becaknya. Dan ketika kutanya tentang bagiamna rasanya pengalaman sek yang baru dia rasakan tadi lalu katanya,

"Luwih enak," katanya.
"Enak apane," tanyaku penasaran.
"Luwih seret, luwih keset dibandingno main karo wong wedok," katanya polos.
"Nek ngono gelem maneh yoo?" pancingku.
"Hmm," gumamnya.

Dia tidak mengatakan sesuatu akan tetapi pandangan matanya mempunyai arti tersendiri bagiku, maka segera kuraih kembali penisnya yang sudah lemas dibalik celana pendeknya yang cukup ketat itu dan kuelus-elus lagi dengan perlahan-lahan, sambil kugesek-gesek dan mulai tampak reaksinya dengan makin bertambah panjang dan mengerasnya kembali penisnya, kemudian kulorot celana pendeknya dan ketika itu penisku kembali tegang mengacung kembali kemudian kuraih tangannya untuk memegang penisku.

Mulanya dia canggung dan segan akan tetapi akhirnya dia mau juga mengocok penisku akan tetapi tidak seprofesional sparing partnerku yang benar-benar gay, terus kulorot kembali CD-nya dan kulihat penisnya yang panjang menjulang sudah mengacung kembali, kuemot kembali dengan posisi 69, walaupun begitu aku tidak memintanya untuk menghisap penisku karena aku tahu dia pasti akan menolaknya karena belum biasa, akan hal itu tidak menjadi masalah bagiku, dengan kocokan yang tidak teratur pada penisku hal itu sudah cukup untuk membuat rangsangan pada diriku makin meningkat, setelah cukup lama aku mengemotnya maka segera kuminta dia untuk bangkit dari tidurnya dan segera menindih tubuhku dan kubimbing penisnya yang panjang tegak mengacung itu memasuki lubang anusku.

"Aaahh"
"Aaayyoo teeruss genjot," pintaku.
"Hmm"

Makin lama gerakannya makin cepat dan menggila kekanan kekiri sehingga kurasakan desakan penisnya menusuk kekanan dan kekiri didalam anusku sampai akhirnya kembali kudengar lenguhannya diiringi dengan muncratnya pejuhnya.

"AAaaoocchh enaakk," katanya.
"Ssseeddaapp"
"Aaahh nniikkmmaatt"

Sebelum dia melepaskan penisnya dari lubangku dan masih kurasakan kehangatan dan denyutan penisnya, maka segera aku mengocok penisku makin lama makin cepat sambil diawasinya sampai aku akhirnya melenguh.

"Aaauucchh"

Jrot.. Jrot.. Jrott

Pejuhku muncrat diatas dadaku, kemudian kudekap dia, sampai cukup lama sambil penisnya yang sudah mulai melemas tertancap dilubangku, dua ronde sudah permainan yang dilakukannya pada diriku, setelah dia bangkit dari dekapanku kulihat pejuhku yang tadinya muncrat didadaku, terlihat pula lelerannya didadanya karena dekapanku tadi kemudian segera dia menuju ke kamar mandi lagi dan kudengar siraman air mengguyur tubuhnya.

Sejenak kemudian aku menyusulnya ke dalam kamar mandi dan kami mandi bersama saling menggosok, saling menyabun dan sekali-kali tangan nakalku memegang penisnya yang sudah tidak tegang lagi akan tetapi masih cukup panjang, setelah selesai berpakaian kami ngobrol sebentar, waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi lebih, dan diapun mohon pamit sambil kuberikan tips tambahan dan kubisikkan.

"Aku pengin main ngene maneh," kataku.
"Kapan?" tanyanya.
"Nek, aku nang kene maneh," jawabku.
"Iyoo, tak enteni yoo," sambungnya lagi.

Dia segera keluar dari kamarku dan aku segera mengunci kamarku dari dalam dan merebahkan badanku dengan rasa yang sangat puas dan segera tertidur dengan pulasnya sambil tersenyum dan sekitar pukul 07.00 pagi aku segera bangun, mandi dan bersiap-siap untuk menuju tempat tugasku.

Ketika sebulan berikutnya aku ke Genteng lagi dengan jam yang sama dan aku berharap dapat bertemu kembali dengannya, akan tetapi tidak kutemukan dia, walaupun aku berdiri ditepi jalan di depan terminal cukup lama.
Dimanakah kamu Gimanku?
Apakah kamu sudah lupa dengan janjimu atau mungkin kamu tak ingin menemuiku lagi karena memang kamu bukan gay?

Cerita istri Pengusaha


Cerita Panasku kali ini. Aku adalah istri seorang pengusaha yang bisa di bilang cukup kaya. Anakku ada dua, kebetulan cowok semua dan usianya pun sudah menginjak dewasa. Mereka memilih bersekolah di luar negeri. Sedangkan suamiku seorang pengusaha yang cukup sibuk dengan usaha – usahanya.

Alhasil tinggallah diriku dengan segala kesepian yang ada. Bila bangun pagi hari, aku selalu termenung. Karena suasana rumah yang cukup besar sehingga aktifitas yang dikerjakan pembantu pembantuku nyaris tak terdengar, apalagi di dalam kamarku yang cukup luas. Malam hari pun sama, setelah pembantuku beraktifitas mereka segera pergi tidur dalam waktu yang bisa dibilang masih sore. Hanya acara televisi yang selalu menemani, itupun sudah membuatku bosan. Karena semua acara sudah aku hafal dan semua menjadi tidak menarik lagi. Aku mencoba untuk mulai beraktifitas dengan tetangga, tapi menjadi percuma karena tetanggaku semua sibuk dengan urusan masing - masing. Karena stress di rumah, aku memutuskan untuk pergi ke tempat sahabatku Lena, di Jakarta. Hal itulah yang membuat aku berubah total dan drastis.
“Hai Len, udah tidur belon?”

“Belon, lagi nonton TV. Ada apa ? Koq tumben loe malem malem nelpon.”
“Gue lagi stress banget nih, sejak anak-anak pergi ke Singapore di rumah sepi banget. Mana Ruben gak pulang-pulang. Boleh gak gue nginep di rumahmu ?”
“Jelas bolehlah, loe kayak ama siapa aja. Kita khan udah kayak sodara.”
“Iya tapi gue khan takut ngeganggu elo en suami loe.” ( Lena anaknya dua satu cowok, satu lagi cewek. Yang cowok kuliah di Amerika, sedangkan yang cewek udah nikah trus ikut suaminya ke Aussie )

“It’s oke koq, William lagi pergi ke Amrik mungkin 2 – 3 minggu lagi baru pulang.”
“Ya udah kalo gitu, besok jemput gue di airport ya. Gue naek pesawat paling pagi.”
“Oke, ntar pagi gue suruh sopir standby di bandara.”
Itulah pembicaraan singkat dengan sahabatku malam sebelum keberangkatanku.
Ketika mobil berhenti tepat di depan pintu rumah, ku lihat Lena bergegas menghampiriku, lalu kami berpelukan sambil bercipika cipiki. “Wah wah makin cantik dan sexy aja nih” kata Lena sambil menatapku dari atas sampai ke bawah. Ah, biasa aja, loe sendiri juga oke , spa di mana ? Gue pengen di pijit nih biar relax. “Ah bisa aja deh, gue cuma luluran aja di rumah. Kalo cuma pijit sih, Iwan juga bisa. Yang ngelulur en mijitin aku khan si Iwan. Do’i jago lho, di jamin ketagihan deh. “ Iwan .. ? Siapa Iwan ? “Sopir pribadi gue, yang tadi ngejemput loe. Sekarang loe ke kamar, ntar gue suruh si Iwan ke kamar loe” Tapi Len.., gue khan malu. Masak yang mijit cowok, masih muda lagi. “Udah loe tenang aja, ntar gue temenin deh biar loe nggak risih”

Sesampainya di kamar, aku berbaring sejenak membayangkan Iwan yang akan memijitku, menyentuh bagian-bagian tubuhku yang sudah lama tidak disentuh oleh suamiku. Orangnya masih muda kira-kira umur 25 tahun, tinggi sekitar 177 cm, berat sekitar 70 kg, berkulit sawo matang tapi bersih sehingga memberi kesan macho, dengan rambut berpotongan rapi, sopan dan ramah terlebih sorot matanya yang tajam dan rahang yang memberikan kesan gagah. Apabila dalam setelan safarinya, terlihat seperti seorang bodyguard. Sehingga aku merasakan ada suatu desiran aneh dalam diriku. Seperti adrenalin yang bergejolak, membuatku darahku bergejolak, dan aku pun terbuai dalam lamunanku sendiri.

Tok…tok…tok… suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. “Siapa ?” Iwan, bu. Lalu akupun melangkah dan membuka pintu. Ku lihat Iwan sudah berganti pakaian, dari setelan safari berganti dengan celana jeans dan kaos ketat tipis warna putih yang semakin memperlihatkan otot-otot lengannya yang kekar, juga six pack perutnya terlihat menonjol. Aku sempet berpikir, koq kayak model iklan susu L-men, tadi kayak body guard. Hebat juga Lena nyari sopir pribadi, jangan-jangan dia sopir plusnya Lena, tapi segera ku tepis pikiranku. “Mari masuk, lho.. bu Lena mana ?” tadi sedang terima telpon, saya disuruh duluan, jawab Iwan dengan sopan. “Hm, ya udah kamu tunggu sebentar saya ganti dulu.” Iya bu, permisi…, jawabnya.
Lalu aku pun berjalan ke kamar mandi, setelah pintu ku tutup, ku buka pakaianku. Ku pandang tubuhku dari kaca besar yang terletak di atas wastafel. Ku putar ke kiri dan ke kanan, benar juga apa yang di katakan sahabatku tadi. Tubuhku, walaupun sudah beranak dua masih terlihat seperti iklan Tropicana Slim, memang agak montok sedikit membuat terlihat lebih sekal. Di usia yang hampir memasuki kepala empat, dengan tinggi 169 cm dan berat 53 kg, di tunjang dengan payudara 34 B, aku masih tidak kalah dengan anak-anak remaja sekarang. Maklumlah aku sering spa untuk mengurangi stress yang ku alami, tak heran jika kulitku pun putih mulus. Bahkan selulitku telah ku buang melalui operasi di Singapore setelah aku melahirkan anak yang kedua. Lalu kuperhatikan wajahku, meski ada sedikit keriput samar di daerah mata, tapi menurutku wajahku masih cukup cantik. Karena di kala aku pergi shopping atau sekedar jalan-jalan di mall, banyak lelaki termasuk remaja melirik ke arahku, bahkan ada di antara mereka bersuit ke arahku. Ku libatkan handuk di sekeliling tubuhku, lalu kurapikan rambutku, aku pun berjalan ke luar.

Ketika ku tutup pintu kamar mandi dari luar, Iwan bangkit berdiri dan menatapku. Ku lihat dia terpana melihatku yang hanya berbalut selembar handuk dengan rambut yang tergerai di bahu. ”kenapa Wan ?” Eh, enggak bu. Ibu terlihat cantik sekali, mirip cerita bidadari yang di filem – filem. “Ah, kamu bisa aja Wan, pinter ngerayu. Udah berapa pacar yang kena ama rayuan kamu?” kataku sambil duduk di springbed. Enggak ada bu, saya gak punya pacar. Dulu waktu sma pernah punya pacar, tapi pas lulus langsung di nikahin sama bapaknya. Bapaknya gak mau anaknya pacaran sama orang miskin kayak saya. Ibu mau dipijit sekarang ? “Ehm, boleh deh” kataku sambil berbaring. Iwan pun melangkah ke kasur sambil membuka tutup body lotion. Permisi bu, lalu kurasakan tangan Iwan menyentuh telapak kakiku. Ada rasa geli dan nyaman ketika Iwan memijit telapak kakiku. Setelah beberapa menit, pijitan mulai naik ke betis dan setengah pahaku, karena separuh pahaku yang atas masih terlilit handuk. Hem, benar juga yg dibilang Lena, nyaman juga pijitannya. Tapi koq Lena gak nongol-nongol, sahabatku itu kadang kalo nelpon bisa ber jam-jam lamanya, paling cepat 1 – 2 jam. Ah terserahlah, aku udah gak peduli karena terhanyut dalam pijitan-pijitan Iwan, sehingga tanpa sadar akupun terlelap.

Entah sudah berapa menit, tiba-tiba aku merasa ada yang memanggilku. Bu..bu..Vina “ya, ada apa” jawabku dalam keadaan setengah sadar. Maaf, saya buka handuknya ya bu. Kakinya udah selesai dipijit, sekarang mau mijit punggungnya “Ya, silahkan” jawabku spontan. Ketika tangan Iwan menyentuh bahu dan pundakku, kesadaranku mulai pulih. Aku teringat keadaan saat ini, di mana Lena masih belum selesai menerima telepon. Sedangkan aku hanya berdua dengan Iwan, sedangkan tubuhku hanya bagian depan yang tertutup, karena aku berbaring tengkurap, sebagian dari payudaraku yang tertekan pasti terlihat. Berbagai perasaan terbersit dalam hatiku, karena ini pengalaman pertamaku disentuh oleh lelaki selain suamiku. Biasanya aku selalu dipijit oleh wanita, hal inilah yang membuatku menolak saat sahabatku menyarankan Iwan untuk memijitku. Dengan pemijat segagah Iwan, dan juga setelah sekian lama aku belum melakukan hubungan intim hal ini membuat hatiku berdebar-debar. Antara rasa malu dan nafsu yang mulai menghinggapi diriku.

Hilang sudah rasa nyaman, berganti dengan perasaan aneh yang perlahan muncul seiring dengan pijatan Iwan. Sehingga saat perasaan aneh itu sudah menguasai diriku, tanpa sadar aku mulai mendesis kala tangan Iwan mengenai daerah-daerah sensitifku. Dia mengurut dari pinggul bawah ke atas, lalu tangannya beralih menuju pundak, ketika tangannya menyentuh leherku, aku langsung menggelinjang antara geli dan nafsu. Di situ merupakan daerah sensitif keduaku, di mana yang utama adalah clitorisku. Sehingga aku semakin liar mendesis dan tanpa sadar aku berbalik. Dengan napas tersengal-sengal ku buka kelopak mataku, kutatap Iwan yang menatapku dengan posisi berdiri diatas lututnya. Ku lihat peluhnya bercucuran sehingga kaosnya basah oleh keringat, membuat tubuhnya jadi semakin sexy. Aku sudah kehilangan akal sehatku, sehingga aku sudah tak ingat lagi bahwa tubuhku yang telanjang kini terpampang jelas di hadapan Iwan. Iwan pun seolah mengerti akan keadaanku lalu di ambilnya handuk yang tadi melilit tubuhku. Di lapnya keringat di wajah, lalu ketika dia membuka kaosnya langsung aku ambil handuk ditangannya. Ku seka keringatnya sambil kuraba tubuhnya, karena tubuh suamiku sangat berbeda dengannya. Kuraba dadanya yang bidang, lalu tangan kiriku turun hingga six packnya sambil kuciumi dadanya. Sedangkan tangan yang satu lagi membelai punggungnya yang juga berotot. Ketika tangan kiriku meraih kancing celana jeans nya, tangan kanannya menangkap tangan kiriku, lalu tangan kirinya meraih pinggangku.

Sambil menarik pinggangku ke atas, dilumatnya bibirku. Oohh.. aku merasakan sentuhan yang berbeda dari yang pernah aku rasakan. Kubalas dengan melumat bibir bawahnya, lalu kurasakan lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku, kami saling melumat. Lalu di rebahkannya aku, dan dia membuka kancing celananya. Pemandangan itu sungguh erotis sekali di hadapanku, aku bangkit lagi dan ku elus celana dalamnya yang terlihat kepenuhan itu. Ku cium bagian atasnya, tak tercium bau kejantanannya, tampaknya dia cukup merawat miliknya itu. Ku kecup kepalanya sambil ku pelorotkan celana dalamnya. Oohh, gelegak nafsuku semakin menggelora. Segera kumasukkan batangnya ke dalam mulutku, ku sedot keluar masuk, ku dengar rintihannya yang membuatku semakin panas. Ketika ku lihat ke atas, tampak dia terpejam menikmati sedotanku. Setelah ku hisap selama kurang lebih sepuluh menit, Iwan menghentikan gerakanku. Di lumatnya lagi mulutku sembari membaringkan aku di tempat tidur. Lalu dilumatnya leherku, sehingga aku kembali menggeliat liar. “Ekhs.., wan…” Ku cengkeram sprei tempat tidur, sementara tangan yang satu lagi mencengkram punggungnya. Tampaknya Iwan sudah mengetahui kelemahanku, dia segera berpindah untuk melumat bukit kembarku. Lidahnya melumat habis kedua bukitku beserta ujung ujungnya. Sementara tangannya terus turun meluncur melalui perutku, sampai pada bukit kecilku yang berbulu tipis yang kini sudah semakin basah. Aku memang selalu rajin mencukur bulu jembutku, karena aku suka memakai celana dalam G-string. Tangannya kini sudah mencapai lipatan vaginaku, dan tersentuhlah clitorisku. Aku langsung tersentak, seperti terkena setrum ribuan volt. “akhs….. wan……” jeritku sambil meremas rambutnya. Sementara tangan Iwan bermain di selangkanganku, lidahnya kini turun ke perutku, bermain sebentar di seputar perut lalu kembali turun ke vaginaku. Kedua belah tangannya memegang kedua belah pahaku, sambil di pandanginya meqi ku yang basah oleh cairan kewanitaanku. “Meqi bu Vina indah sekali..” perkataan itu seakan memberi suntikan gairah sehingga ku berkata dengan merintih “ayo wan.. jangan di liatin aja” langsung di benamkannya bibirnya ke dalam memek ku, sementara hidungnya mengenai clit ku, sehingga aku langsung tersentak mendongak ke atas. Di julurkannya lidahnya menyapu bagian dalam vaginaku, sehingga aku merasa seperti ada yang menggelitiki memekku itu. “oohhh….terus wan…..terus….” rintihku sambil terus meremasi rambut di kepalanya. Tangannya menggapai kedua belah payudaraku, sambil meremasi sesekali dia pelintir kedua pentilku. Membuatku menjadi semakin liar, dan ku rasakan badai kenikmatan yang terus menggelora di dalam diriku. Sampai akhirnya saat bibir iwan mengecup lalu menghisap clit ku, aku tersentak sedemikian hebatnya sambil menjerit “Aaakkhhsss…… wwaaannnn………” ku jepit kepalanya sambil kuangkat pinggulku tinggi tinggi, kedua tanganku menjambak rambutnya. Iwan pun tak henti hentinya terus menusuki memekku dengan lidahnya sembari memutarkan kepalanya, dihisap dan dijilatinnya hingga habis cairan yang keluar meleleh dari memekku, aku pun serasa terbang di awan-awan.

Seketika itu tubuhku melemas, iwan pun merangkak naik ke arahku, di peluknya diriku, di kecupnya keningku lalu dilumatnya bibirku. Akupun membalasnya dengan melumat kembali bibirnya yang menurutku cukup sexy untuk dilumat. Kami saling berpandangan beberapa saat, aku serasa kembali menemukan sesuatu yang kini mengisi relung-relung hatiku yang sepi. “Masukin kontolmu wan, tapi pelan-pelan dulu ya. Aku masih agak lemas nih” kataku dengan lirih di telinganya. “Baik, bu.” “Jangan panggil ibu terus ah, gak enak didengernya. Maukah kamu memanggilku sayang ?” “Baik, sayang. Aku masukin ya.” “He eh, tapi pelan pelan lho” dan kurasakan kepala kontolnya yang mengkilap merah menempel pada kemaluanku. Ada rasa berdebar di hatiku, inilah kejantanan selain milik suamiku yang beruntung dapat memasuki liang senggama milikku. Kurasakan perih ketika kepalanya masuk sedikit di bibir lubangku “wann, pelann.. agak perih nih.” “Iya sayang, ini juga pelan-pelan koq.” Iwan kembali menekan pantatnya, dan penisnya kurasakan semakin menyeruak masuk ke dalam memekku. Akupun spontan memeluk iwan “aakh..wann….” “tahan sedikit sayang!” Iwanpun menghentakkan pantatnya dengan sekali hentakan dan seketika kurasakan perih yang kurasakan saat keperawananku hilang. Iwan pun mengangkat pantatnya pelan-pelan, sehingga aku merasa memekku seperti tersedot keluar seiring dengan kontol iwan. Lalu ditekannya kembali kontolnya ke dalam memekku, rasa perih yang semula kurasa itu hilang berganti sensasi nikmat di kala punya iwan keluar masuk dengan berirama menggelitiki dinding kewanitaanku. “akhs…enak wan….teruss sayang….” “memekmu seret banget yang, kontolku kayak di urut nih” dilumatnya kembali bibirku, kamipun berpagutan sambil bergoyang pelan. Setelah beberapa saat iwan mengentotiku dengan irama pelan, yang membuatku seakan sedang bercinta dengan kekasih yang telah lama tak bersua, gairahku timbul bersama dengan kekuatan yang mulai pulih setelah orgasme tadi. Dengan berpelukan, ku gulingkan tubuhnya ke sampingku, kini posisiku ada di atas tubuhnya dengan penis tetap tertancap di memekku. “giliranku sayang.. , aku ingin memberikan kamu kenikmatan, seperti yang udah kamu berikan kepadaku.” Ku tekan dadanya yang bidang dengan kedua tanganku, lalu ku angkat pelan pelan pantatku “Oookhh…..” iwan memegang kedua tanganku sambil matanya membeliak “kenapa sayang ?” “kontolku kayak di sedot ke atas.

” Akupun tersenyum sambil menurunkan kembali pantatku, ku lakukan beberapa saat, hingga ku lihat iwan pun merem melek keenakkan. Sesekali ku goyangkan pantatku ke kanan dan ke kiri.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Lena pun masuk sambil ketawa-ketawa “Wah, enak koq gak ngajak-ngajak. Gimana ? bener khan yang gue bilang, iwan tuh jago banget, gue aja udah gak tau berapa kali gue di KO in dia.” “Iya Len, kamu dapet dari mana sih ?” “rahasia donk, ya gak say ?” jawabnya sembari mencium iwan. Mereka pun berpagutan, lalu Lena berhenti dan melepas pakaiannya. Dikangkanginnya muka Iwan dengan posisi berhadapan denganku. Iwanpun tanpa disuruh langsung dilahapnya memek Lena, sehingga Lena pun mendesis keenakan. Buah dada ku disambar oleh Lena dan dihisap hisapnya, tangan yang satu memilin milin putingku. Hal ini membuatku merem melek keenakan, sungguh suatu sensasi luar biasa timbul dalam diriku, inilah threesome pertamaku. Gairahku terus memuncak sehingga datanglah gelombang orgasme ku yang ke dua. Lena dan Iwan seperti mengetahui akan keadaanku, akupun dipeluk oleh Lena dan dikulum nya bibirku. Ada perasaan yang sulit diungkapkan ketika Lena menciumku, tapi yang kuingat adalah gelora birahi membara yang menuntunku menuju gerbang orgasme. Iwan pun menyambut hentakanku dengan mengangkat pantatnya ke atas sehingga batangnya terbenam habis ke dalam memekku dan menyentuh G-spot ku. Akupun mengerang panjang Aaakkkkhhhh………..

cairan orgasme ku mendesir keluar membasahi kontol Iwan, akupun terkulai dalam pelukan Lena. Lena memandangku sambil membelai rambutku, dia menciumku mesra. Akupun membalasnya, aku merasa bahagia seperti menemukan kembali cinta yang hilang.
Aku membaringkan diriku ke sebelah, ku lihat Lena mengulum batang kemaluan Iwan. “Ehm.. peju mu enak banget Vin” aku hanya tersenyum mendengar perkataan sahabatku itu. Lalu Lena pun berubah posisi, dia berbalik menghadap Iwan, di enjotnya kontol Iwan.

Dengan liar ia bergoyang sambil mulutnya terus menceracau dan mendesis, payudaranya yang satu dihisap iwan, yang satu putingnya di pilin pilin. Lalu tubuhnya bergetar hebat, dicengkeramnya pundak Iwan Ooohhhh……. Wwaannnn……. aakkuuu kelluuaarrrr…….. Iwanpun lalu bangkit, sambil mengangkat tubuh Lena dia membaringkan Lena lalu menggenjotnya. Sodokannya begitu cepat sehingga tubuh Lena terguncang guncang. Lalu diapun mengerang Aaakkkkhhhh……….. bbbuuuu………. Aakkuuu uuddaahh mmooo kelluuaarrrr…….. Lena dengan sigap langsung menyambar kontol Iwan dan mengulumnya. Iwan pun langsung mengejang, seketika ditariknya kepala Lena sambil menyemprotkan pejunya ke dalam mulut Lena. Tampak cairan kental keputihan meleleh dari sela sela bibir Lena. Akupun beringsut maju, turut serta mengulum batang dan peju Iwan. Akhirnya kami bertiga tidur bareng dalam keadaan bugil.
Itulah awal cerita yang membawaku ke dalam petualangan sex yang lebih liar. Mohon saran, kritik dan komentarnya, supaya di tulisan selanjutnya bisa lebih baik dari sekarang.

Pintu kamarku tiba-tiba terbuka, tampak wajah cantik Lena di balik pintu. “Udah siap belon ?” “Bentar lagi, gue belon make bedak nih.” “Gue tunggu di mobil ya.” Lena segera menghilang dari balik pintu.
Ku oleskan bedak tipis pada wajahku, ku pandang cermin, aku cukup puas dengan riasan yang ku pakai. Aku tidak suka merias wajah secara berlebihan, paling hanya menggunakan bedak, lipstik dan sedikit bloss on, itupun dengan olesan tipis. Ku ambil tas tangan yang tergeletak di meja, lalu kulangkahkan kaki menuju pintu.
Mobil meluncur membelah jalanan kota Jakarta, kami menuju ke arah Kota. Di jalan Mangga Besar, kami membelok ke arah Lokasari Plaza. Setelah Iwan memarkirkan mobil, kamipun berjalan-jalan di daerah sekitar situ. Ada banyak tempat judi ketangkasan di daerah ini (pada waktu itu belum ada larangan seperti sekarang ini), tempat demi tempat kami masuki, rupanya Iwan hobi bermain judi ketangkasan. Lena pun sepertinya sudah tak asing dengan tempat tempat seperti ini, karena ku lihat beberapa orang menyapanya dengan sopan. Iwan memutuskan akan bermain di salah satu tempat, dia berbicara kepada Lena lalu Lena memberikan sejumlah uang dan kartu ATM kepadanya. Lena mengajakku keluar, kamipun keluar masuk di discotheque yang berada di daerah yang sama. Satu demi satu tempat itu kami masuki, aku merasa pengap dengan keadaan di dalam discotheque tersebut. Asap rokok, musik House yang hingar bingar, orang-orang yang berjoget sampai untuk jalan pun susah. Ada beberapa cowok yang mendekati dan berusaha mengajak kami berkenalan, ada yang menawarkan minuman, bahkan ada yang menawarkan ‘inex’ (exstacy). Lena hanya tersenyum dan tertawa sambil terus berjalan, sesekali berhenti karena ada yang dia kenal. Aku heran dan takjub kepada sahabatku, koq bisa ya dia seperti ini tapi aku tidak mengetahui sama sekali. Apakah aku yang naif dan terlalu mudah dibohongi, atau dia yang hebat dalam bersandiwara. Kalo dia berprofesi sebagai aktris, aku rasa udah banyak dia sabet piala-piala penghargaan.

Handphone Lena berdering, dia masuk ke dalam toilet, supaya dia dapat menjawab panggilan itu. Sekeluarnya Lena dari dalam toilet, dia mengajakku keluar.
Setelah di luar, dia bercerita bahwa yang tadi menelepon adalah temannya yang lagi bete di rumah. Lalu setelah Lena menceritakan bahwa ia bersamaku, temannya itu mengundang ke rumahnya, katanya ingin berkenalan denganku dan akan mempersiapkan Welcome Party buatku. Kami mendatangi Iwan di tempatnya bermain ketangkasan, setelah kami menemukannya Lena meminta kunci mobil. Kamipun bergegas pergi dari tempat itu menuju rumah kawan Lena.
“Koq, kamu nyupir sendiri ? Kenapa gak pake Iwan ?”
“Gak pa pa, dia tu kalo udah kena maen, mo sampe besok juga dia mah betah. Lagian kita khan mo ngerayain Welcome Party buat loe. Kata temen gue, partynya khusus cewek aja.”

Aku jadi penasaran, party macam apa nih ? masak cuma cewek aja yang boleh.
Mobil yang kami tumpangi mulai berbelok memasuki gerbang perumahan teman Lena, kami berhenti sebentar, setelah security menanyakan indentitas dan maksud kedatangan kami, kamipun diperbolehkan masuk. Kami tiba di depan sebuah rumah yang cukup megah dan luas, mobil langsung masuk ke pekarangan dan berhenti tepat di depan pintu garasi. Rumah rumah di komplek itu tidak mempunyai pintu pagar, tapi berhalaman taman yang cantik cantik dan menarik.
Lena mengetuk pintu rumah itu, temannya yang membuka pintu. Cantik juga, tubuhnya tinggi semampai, bodynya langsing kulitnya putih, biasalah ciri khas keturunan Tionghoa. “Hai, apa kabar ? Wah temen loe cantik Len.” Katanya sembari cipika cipiki dengan Lena, lalu dia menjabat tanganku sambil bercipika cipiki denganku “Selamat datang ya, gue Jane” “Vina” jawabku singkat. “Mari masuk, gak usah sungkan-sungkan, anggap aja rumah sendiri.” Lena masuk sambil ngobrol dengan Jane langsung menuju ke suatu ruangan. Sementara aku memandang sekeliling dinding yang penuh dengan lukisan lukisan wanita. Ada yang berdua, bertiga, berempat bahkan yang rame- rame pun ada. Waktu ku perhatikan lukisan lukisan itu, aku merasa janggal, kenapa wanita wanita dalam lukisan semuanya tak berbusana, paling banter terlilit kain itupun masih menonjolkan bentuk tubuh yang sexy. “Vin, ngapain loe ?” tegur Lena tiba tiba yang mengejutkanku. “Ah elo Len, ngagetin aja, untung gue gak jantungan. Koq rumahnya sepi sih Len ?” “Khan Jane tinggal sendiri di sini.” “Lha suami ma anaknya mana ?” “Dia gak punya anak, udah cerai ama suaminya gara-gara gak bisa ngasih keturunan.” “Koq gak nikah lagi ? Dia khan cantik, masa gak ada cowok yang mau.” “Dia pernah coba tapi malah dia lebih sering di sakitin. Ada yang cuma mau hartanya, ada yang suka maen cewek, yang terakhir yang paling parah, suka mukulin. Makanya dia lebih pilih hidup sendiri, dia udah trauma ma cowok.” “Apa karena itu, lukisan lukisan ini semua gambarnya cewek ?” “Hei, lagi pada ngapain sih di sini ? Ngobrolnya di dalem aja yuk !” Tiba tiba Jane muncul sehingga pertanyaanku tak terjawab oleh Lena, kamipun masuk mengikuti Jane.

Kami duduk di sofa panjang dan lebar, yang ukurannya hampir mirip spring bed seukuran anak remaja. Di depan kami terdapat meja yang panjang dan lebarnya mengikuti ukuran sofa, di samping kiri ada sebuah mini Bar. Pembantu Jane, kira-kira berumur 19 tahun berwajah ayu, rambutnya panjang lurus sebahu, kulitnya sawo matang, berkaus putih ketat sehingga menonjolkan payudara dewasa yang berukuran sedang tapi tampak padat dan kencang. Celana pendeknya ketat membuat paha dan betisnya, yang kata orang Jawa ‘mbunting padi’, terpampang sexy dan indah. Dia sedang membuatkan minuman bagi kami, tampaknya dia cukup terlatih dalam hal meracik minuman. Kami pun ngobrol sambil nonton TV Plasma yang menyiarkan acara luar negeri.

Yanti berjalan ke arah kami sambil membawa snack, sebuah pitcher berukuran besar dan empat gelas crystal, rupanya Yanti ikut nimbrung bersama kami. Setelah semua minuman sudah dituang, Jane mengajak kami melakukan ’toast’. Kamipun mereguk minuman kami masing-masing, bau wiskhy tercium ketika gelas itu menyentuh bibirku, tapi rasanya manis, sedikit agak keras ketika mengalir di tenggorokan, langsung berasa hangat ketika sampai di perut. Dituangnya kembali minuman ke dalam gelasku, sekarang gantian Lena yang mengajak ‘toast’. Kamipun terlibat dalam perbincangan seru, seakan kami sudah kenal lama, beginilah wanita kalo udah ngumpul. Gelas demi gelas minuman telah kami teguk bersama, makin lama obrolan kamipun udah mulai ngawur.
Kepalaku sudah mulai pening, akupun bersandar pada sandaran sofa. Acara TV yang dari tadi tidak kami tonton sudah berubah, sekarang mereka menyiarkan film percintaan dengan adegan sex yang tidak tersensor. Ku tonton film dengan keadaan setengah mabuk, ada desiran rangsangan yang merambati diriku. Ku pejamkan mataku, aku merasa seperti aku yang berada dalam film itu. Sentuhan tangan aktor di film itu seperti nyata merabai paha, membelai kepala dan wajahku. Kurasakan ciumannya lembut, melumat bibirku, aku semakin terbuai. Tangannya naik dari paha ke payudaraku, meremasinya membuatku mendesah nikmat. Ku rasakan kancing celana jeansku berusaha dibuka, tampaknya tidak berhasil sehingga aku mencoba membantunya. Saat aku menyentuh kancing celanaku, tersentuh olehku tangan halus yang berkuku, sehingga aku membuka mataku.

Oohh.. ternyata yang aku kira aktor itu adalah Jane. Aku terkejut dan berusaha bangun, tapi tubuhku masih lemas sehingga hanya kepalaku yang terangkat. Ku arahkan pandang ke samping, ku lihat Lena pun tengah bercumbu dengan Yanti. Pakaian mereka sudah berantakan, berserakan di sekeliling mereka. Pemandangan ini membuat gairahku menggelora, ku palingkan wajah ke arah Jane yang telah berhasil membuka celana jeansku. Ku peluk Jane, ku tarik wajahnya mendekat ke mukaku, ku lumat bibirnya yang merah dengan rakus dan liar, diapun tak kalah seru membalas ciumanku. Tanganku meluncur turun dari punggung ke arah bongkahan pantatnya yang bahenol. Jane sudah melepas celananya dari tadi, dia hanya mengenakan BH dan celana G-String warna merah, yang kontras dengan warna kulitnya sehingga membuatnya semakin seksi. Kuremasi pantatnya, ku tarik tali celana dalamnya, sehingga bagian depannya masuk ke belahan memeknya yang sudah basah dari tadi, menggeseki kelentitnya. Janepun tak tinggal diam, tanggannya meluncur turun masuk ke dalam celana dalamku. Diremasinya bukit kemaluanku, tangannya liar mengobok obok vaginaku, jarinya lincah bermain di itilku, sesekali keluar masuk dalam memekku. Kamipun mendesah, nafas kami sama sama memburu, memburu kenikmatan yang tiada tara. Desakan gairah yang menggelora membuatku melepas orgasme yang pertama. Tubuhku yang mengejang segera disambut oleh gesekan jari Jane yang semakin cepat menari di itilku. Kuremas rambut Jane, aku mengerang sembari menarik pinggulnya agar semakin rapat menghimpit badanku. Aku mengejang beberapa kali, Jane menciumi dan membelaiku lembut tapi ‘panas’. Aku tahu Jane juga sudah dalam keadaan ‘puncak’, orgasmeku mulai mereda, aku langsung melancarkan seranganku, kutarik badannya ke atas sehingga toketnya tepat berada di wajahku yang langsung kukenyot, sesekali ku gigit dan kutarik putingnya. Kuremasi bokongnya, sementara tangan yang satu bermain di vaginanya. Kujepit itilnya dengan dua jariku, kutarik pelan, kadang kuputar, Jane semakin liar mengerang dan menjambaki rambutku. Erangannya semakin keras, dia bangkit berdiri, dikaitkannya kakinya yang satu ke bahuku, memeknya kini tepat berada di wajahku. Langsung ditekannya pantatnya ke wajahku, yang segera kusambut dengan jilatan dan hisapan. Jane menjambak rambutku lalu menggoyangkan kepalaku ke kiri dan ke kanan, diikuti dengan gerakan pantatnya yang berlawanan. Dia mendongak sambil mengerang, kurasakan cairan hangat menyembur ke dalam mulutku, langsung kutelan dan kusedot lagi cairan berikutnya. Beberapa kali Jane mengejang, lalu badannya melemas dan rebah di sampingku. Ku peluk erat Jane, ku ciumi dengan penuh gairah, gairahku masih tinggi sehingga membuatku terus menggumuli Jane yang masih menikmati orgasmenya.
Lalu aku bangkit, ku lihat Lena dan Yanti yang sedang dalam posisi 69, Lena berada di bawah. Kuhampiri mereka, ku belai punggung Yanti dari atas hingga pantat.

Yanti mendongak yang langsung kusambut bibirnya, kami berciuman sambil ku masukkan jariku ke memek Lena. Lalu aku membantu Yanti menjilati memek Lena, jariku memilin milin kelentit Lena, sedangkan jari Yanti terus merojoki memek Lena. Lena semakin meliar, lalu dia mengerang dan mengejang. Cairannya yang keluar segera kami sambut, berebut kami jilati dan hisap, bahkan walaupun udah di mulut, kami masih saling hisap. Aku kini beralih ke arah Lena, wajahku menghadap bongkahan memek Yanti yang menggumpal tebal. Ku jilati memek Yanti dengan rakus, bibir memek yang tebal membuatku nafsu. Tiba tiba kurasakan ada benda menyentuh kemaluanku dari belakang. Kulihat Jane mengenakan celana bertali kulit hitam, di depannya tergantung penis buatan seperti dildo, di tangannya juga menggenggam tiga buah vibrator yang langsung diberikannya kepada Lena. Jane memegang pinggulku, aku masih dalam posisi nungging sambil memegangi pantat Yanti, di masukkannya penis itu ke dalam memekku. Bless… seketika terbenamlah penis itu kedalam punyaku yang basah. Jane mulai memaju mundurkan pantatnya, ku ambil vibrator di tangan Lena sambil kugoyangkan pantatku mengimbangi goyangan Jane. Kumainkan vibrator itu ke meqi Yanti, Lena pun memainkan vibrator tepat di itil Yanti. Yanti juga melakukan hal yang sama di memek Lena, kami berempat mendesis seperti orang kepedasan. Aku sudah sampai pada tahap tahap puncak, ku goyangkan pantatku sejadi jadinya, hingga tubuhku melemas. Jane mencabut ‘penis’ nya dari memekku, penis itu terlihat mengkilap berlumuran pejuhku, ditusukannya penis itu ke dalam memek Yanti. Lena menjilati pangkal penis itu sampai ke lubang Jane, sesekali di tariknya itil Jane. Yanti yang sedari tadi belum orgasme, sudah tidak kuat lagi menahan gelombang orgasme yang menderanya. Dia pun mendongakkan kepalanya ambil mengerang keras, Jane semakin semangat mengocoknya dari belakang, akhirnya Yanti melemas di atas tubuh Lena. Aku dan Lena menjilati ‘penis’ yang sudah berlumuran peju ku dan Yanti.

Jane lalu duduk, Lena bangkit dan duduk berhadapan di atas Jane, Lena bergoyang erotis sekali. Jane menyedoti tetek Lena, aku meremasi dari belakang, jariku kumainkan di memek Jane. Tak lama Lena melepas orgasmenya, dia terkulai memeluk Jane. Yanti sudah bangkit mengikutiku memainkan memek Jane, dimainkannya vibrator dengan liar di memek itu. Ku hisap dan kugigiti itil jane, Jane pun mengeletar dan muncratlah pejuhnya. Aku dan Yanti langsung berebut menyambar cairan itu. Kami benar benar menikmati permainan yang baru saja kami lakukan. Dengan tubuh bugil dan basah oleh keringat, kami terlelap sambil berpeluk pelukkan.
Saat ku terbangun di pagi hari, kepalaku masih agak pening karena mabuk semalam. Ku coba untuk mengembalikan kesadaranku yang belum benar benar pulih. Pelukan tangan yang halus, tubuh bugil tanpa selembar benangpun, mengingatkanku akan kejadian semalam. Aku membalikkan tubuhku, ternyata Yanti yang memelukku. Lena dan Jane berbaring berpelukan tak begitu jauh dari tempat ku berbaring, mereka pun dalam keadaan telanjang bulat. Ku pandangi wajah Yanti, hembusan nafasnya naik turun beraturan membuat payudaranya bergerak naik turun dengan berirama. Bibir tipisnya berwarna merah muda tanpa polesan lipstik, sedikit membuka sehingga terlihat agak menantang.

Gairahku yang mulai berdesir membuatku tergerak untuk melumat bibir Yanti. Yanti terbangun karena lumatan bibirku, ketika tahu yang melumat bibirnya adalah aku, dia membalas lumatan bibirku. Kami berpagutan dengan romantis, lidah kami saling beradu, menggelitiki rongga mulut dengan bergantian, sesekali Yanti menggigit lidahku, yang ku balas dengan menggigit bibir bawahnya. Tangan Yanti yang tadi memelukku, kini aktif menelusuri tubuhku. Sentuhannya pelan tapi menggairahkan sekali, terutama bila aku mendesah karena sentuhannya mengena di bagian sensitifku, dia malah memainkan daerah itu dengan diiringi senyuman nakal, lalu dilumatnya bibirku yang membuka karena mendesah. Kepiawaiannya dalam bercumbu sungguh luar biasa, hal ini bisa jadi karena Yanti adalah pasangan Jane dalam menyalurkan hasrat sexualnya. Aku dibuatnya terbuai dengan cumbuan cumbuan Yanti, sehingga vaginaku menjadi becek karena cairan kewanitaanku yang terus mengalir beriringan dengan rangsangan yang kuterima.
Kurasakan aku sudah mulai melihat ‘gerbang dari puncak kenikmatan’ yang aku rasakan. “Yan..please…aku udah gak tahan…” rintihku sambil meremasi rambutnya. Langsung Yanti memposisikan wajahnya di selangkanganku, di jilat dan di hisapnya itil-ku. Aku merasa seperti tersengat listrik ribuan volt, aku terdongak sambil menjambak rambut Yanti. Ku angkat pinggulku, ku goyangkan ke kanan dan ke kiri, sesekali ku putar sembari tangan ku meremasi rambut Yanti. Lidahnya sungguh lihai bermain di memek ku, jarinya pun keluar masuk dengan cepat, membuatku sampai kepada orgasme, yang telah mendesak untuk segera dikeluarkan. “Ooughh…yann…” aku mengejang, pahaku menjepit kepalanya. Yanti masih terus mengocokkan jarinya sambil matanya menatapku. Aku mengejang beberapa kali sampai orgasme ku mereda, Yanti pun menghisap habis cairan yang ku keluarkan.

Erangan dan teriakanku saat mencapai puncak telah membangunkan Lena dan Jane. Mereka pun terbakar gairahnya dan mulai saling mencumbu satu sama lain. Yanti kini bangkit dan jongkok di atas wajahku. Langsung ku sambar itil-nya yang sudah memerah dan basah oleh lendirnya, ku masukkan jariku ke dalam memek yang sudah basah itu, ku kocok dengan cepat sehingga berbunyi. Yanti menjambak rambutku sembari menggoyangkan pantatnya maju mundur. Tangannya yang satu meremasi payudaranya sendiri, tak berapa lama tubuhnya mulai bergetar. Sambil mengerang panjang, ditekannya pantatnya ke wajahku, pejuh menyembur banyak sekali. Saking derasnya semburan cairan pejuh nya, cairannya itu sebagian meleleh keluar dari mulutku. Yanti membungkuk mencium mulutku yang masih penuh dengan pejuh nya, di telannya sebagian pejuh itu.
Lena pun sudah sampai pada orgasmenya, sekarang dia mengenakan celana kulit berpenis plastik yang semalam di kenakan Jane. Jane berposisi ‘doggy’, dengan kedua tangannya memegangi pinggiran sofa. Jane lututnya menempel di karpet lantai, tangannya yang satu memegangi pantat Jane, yang satu lagi sesekali menampar bokong Jane, sehingga bokong Jane yang putih itu memerah. Jane mendesis dan mengerang tak karuan, tangannya meremasi sofa sambil memaju mundurkan pantatnya. Jane mendongak dengan lenguhan panjang, Jane sampai di puncak orgasmenya, Lena menghentakkan pantatnya dengan keras sembari mencengkeram bokong Jane. Tubuh Jane bergetar beberapa kali, tampak cairan putih meleleh dari penis buatan itu, lalu mereka berdua ambruk bergulingan di dekat kami.

Tak lama kamipun bangun dan mandi bersama, di dalam kamar mandi yang luas itu, kami kembali melakukan sex. Lalu kami sarapan, atau lebih tepatnya makan siang, makanan yang dipesan dari salah satu restoran cepat saji dari mall di dekat komplek perumahan Jane. Pada waktu kami habis makan telepon genggam Lena berdering, ternyata dari Iwan. Iwan yang menang judi, mengajak kami untuk dugem nanti malam. Lena menanyakan ajakan Iwan kepada Jane, yang dijawab dengan anggukan kepala tanda setuju. Kamipun memutuskan untuk tidur siang agar nanti malam bisa fit.
Ketika malam tiba…
Iwan sudah membooking sebuah room karaoke di discotheque yang berlokasi di daerah Glodok. Kami sudah tiba di room tersebut, ternyata room tersebut tidak digunakan untuk berkaraoke melainkan untuk triping. House music mengalun keras membahana di ruangan yang berukuran lumayan itu. Setelah minuman yang dipesan datang, Iwan membagi-bagikan pil yang berukuran kecil. Setelah kami meminumnya, kami berjoget dan bergoyang bersama.

Kira kira 30 menit setelah aku meminum pil yang diberikan Iwan tadi, aku merasa ada perasaan aneh yang menyelimutiku, ada sensasi aneh yang sulit ku ungkapkan. Ku lihat Jane, Yanti & Lena berjoget dengan sexy dan erotis sekali, Iwan hanya duduk sambil menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Tak lama Lena menghampiri Iwan, dia membisikkan sesuatu ke Iwan, yang di jawab dengan anggukan kepala. Lalu Lena mengajakku keluar, langkah kakiku terasa ringan sekali.
Ternyata Lena mengajakku ke discotheque yang letaknya tak jauh dari tempat karaoke, hanya berbatas sebuah lobby dengan aquarium besar di tengahnya. Kami masuk ke discotheque itu, Lena mengajakku berkeliling, sempat kami berjoget di panggung yang terletak di bagian depan tempat itu.

Ada dua anak muda yang sedang berjoget di depan speaker besar, tak jauh dari tempat kami berjoget. Salah satu dari mereka melihat ke arah kami, Lena pun melihat ke arah mereka. Lalu Lena berjoget dengan salah satunya, sehingga praktis temannya menghampiri aku. Kami berkenalan, yang bersama Lena bernama Bule, yang bersamaku bernama Black. Keduanya keturunan chinese, yang satu berkulit putih dengan rambut di warna pirang sehingga dia dipanggil bule. Yang satu lagi berperawakan tinggi kekar, berkulit hitam, itulah yang menyebabkan dia dipanggil Black.
Kami berjoget bersama, tak lama Lena berbisik kepada Bule, mengajaknya ke room. Bule dan Black tak menolak ajakan Lena, kamipun beranjak dari tempat itu kembali ke room kami.

Setibanya di room, Iwan, Jane dan Yanti tengah bercumbu, tapi masih mengenakan pakaian, walaupun dalam keadaan berantakan dan terbuka di bagian bagian tertentu. Kedatangan kami membuat aktifitas mereka terhenti, setelah berkenalan, Iwan memberikan ‘inex’ kepada Bule dan Black. Bule dan Black sendiri tadi telah ‘on’ tapi masih menelan ‘inex’ yang di berikan Iwan. Kamipun berjoget kembali, Iwan kembali meneruskan cumbuannya kepada Jane, Yanti bermain dengan penis Iwan. Pemandangan itu membuat kami ‘terbakar’, Lena pun mencumbu dengan Bule, Black juga tak mau kalah mencumbu aku. Satu persatu pakaian kami berserakan di lantai, hingga tak ada lagi yang mengenakan sehelai pakaian pun di tubuh.
(Maaf, sulit untuk menceritakan secara detail yang tengah terjadi saat itu, karena pengaruh obat dan rangsangan)

Iwan sudah mengentoti Jane yang nungging sambil menjilati memek Yanti, Lena sedang mengoral kontol Bule, Black tengah meremasi payudaraku sambil lidahnya bermain di memek ku. Tak tahan dengan gairah yang menggebu gebu aku melepas orgasme ku. Tapi aneh, walaupun aku sudah ‘keluar’ , gairahku masih meluap. Kuraih kontol Black yang lumayan besar dan panjang itu, ku hisap sambil ku naik turunkan tanganku, Black hanya mendesah sambil memandangku. Jane pun sudah ‘keluar’, sekarang Iwan duduk di sofa, Yanti duduk mengangkang dengan punggung menghadap Iwan, goyangannya erotis sekali. Lena kini bersandar di dinding, dengan satu kaki terangkat di lengan Bule, tangannya bergayut pada leher Bule, Bule sedang mengentoti nya sambil berdiri. Aku duduk di meja sambil mengangkangkan pahaku selebarnya, Black berlutut lalu menancapkan kontol nya. Jane menghampiriku, menciumku sambil tangannya meremasi pantat Black. Black pun mencabut kontol nya, dia menarik Jane agar nungging di hadapannya, lalu ditancapkanlah kontol nya ke dalam memek Jane, memekku kini di jilati Jane. Lena juga sudah mengalami orgasme, Bule kini berbaring di lantai, dan Lena berada di atasnya (WOT). Yanti yang juga sudah ‘keluar’, duduk mengangkang di entoti Iwan. Aku ‘keluar’ lagi, cairanku disedot Jane yang masih di ‘doggy’ ama Black. Lalu Jane berposisi WOT di atas Black, tak lama Jane ‘keluar’ di barengi dengan Black. Bule pun udah orgasme waktu Lena nungging sambil ngoral kontol Iwan yang abis orgasme. Kami beristirahat sambil minum minum, waktu gairah dan enerji kembali pulih, kami kembali melakukan sex seperti tadi dengan berganti ganti pasangan.

Hingga pagi menjelang, kami berpisah dengan kenangan tak terlupakan ....
Akhirnya SELESAI

Cerita Panas Wanita Karir


Ini cerita seru seorang wanita yang hidup dilingkungan baru yang penuh dengan cerita birahi.

Selama beberapa bulan setelah kejadian di desa Pak Nur, seakan tiada lagi penghalang akan hubungan terlarang antara Pak Nur dan Reisa.Bu Nur pun seakan merestui hubungan suaminya dan Reisa, malah ia ikut membantu menyiapkan segala sesuatu jika pak Nur akan menggauli Reisa.Hingga sampailah pada saat Reisa mengakhiri masa tugas PTT nya di pulau tersebut. Dengan berat hati dan rasa sedih yang mendalam mereka harus menerima pil pahit hubungan tersebut,apalagi sebelumnya orangtua Reisa telah mempersiapkan agar putrinya kembali menambah ilmunya di bidang medis dengan mengirimkannya ke luar negeri. Padahal pada awalnya Reisa sudah berencana untuk menetap dan bertugas di daerah penuh cinta dan kenangan tersebut,namun keinginan dari orangtuanya tak sanggup ia tolak.

Apalagi ia juga kuatir hubungannya dengan pak Nur dan sebelumnya dengan Jonas akan diketahui keluarganya. Maka di akhir masa tugasnya itupun, Reisa tak menolak sekalipun untuk terus disebadani Pak Nur sebagai hadiah dan kenangan untuk perpisahan mereka. Di malam malam terakhir itu, Bu Nur sengaja menyiapkan makanan dan juga perlengkapan untuk membantu menjaga stamina pak Nur dan juga Reisa. Di kamar rumah Reisa, sepanjang siang dan malam hingga pagi hanya terdengar dengus nafas berat dua anak manusia yang memadu kasih, mereka seakan menghabiskan energi yang tersisa di tubuhnya. Setelah berpisah dengan Reisa, otomatis kehidupan sex pak Nur kembali seperti sedia kala, iapun kembali kepangkuan istrinya dan tentu saja itu merupakan siksaan bagi Bu Nur yang sudah tak muda lagi. Bu Nur seakan tak mampu mengimbangi nafsu dan gairah Pak Nur. Makanya pak Nur sering kembali ke desanya apalagi untuk menyalurkan birahinya kepada gadis-gadis atau wanita bersuami yang ia inginkan. Sebab di desanya tak akan ada yang berani menolak atau menentang titah orang yang amat berpengaruh tersebut. Mengizinkan kepada anak atau istrinya ditiduri Pak Nur merupakan suatu bentuk pengabdian yang amat tinggi di desanya itu. Karena itulah Pak Nur dalam seminggu pasti berada di desanya kira-kira 2-3 hari.
*************************
Vira

Kenaikan karier merupakan suatu anugerah yang amat tinggi bagi seseorang pekerja keras seperti Haryadi.Sebab selama ini ia sudah berusaha sekuat tenaga mencurahkan segala daya upaya untuk menambah prestasi kerjanya.Haryadi adalah seorang manager operasional sebuah perusahaan perkebunan terkemuka di negeri ini.Di usianya yang masih muda 30 tahun ia telah menduduki posisi yang amat penting dalam bidangnya itu.Haryadi adalah lulusan luar negeri dan atas koneksi omnya makanya ia dapat masuk kedalam perusahaan besar tersebut.Dan juga karena bantuan keluarganya juga Haryadi pun di pertemukan dengan seorang gadis yang bernama Virania Stania yang saat itu masih menjalani masa PTT di sebuah puskesmas di Jakarta, jadi tiada penghalang dari hubungan mereka berdua. Saat itu Vira masih berusia 26 tahun dan juga merupakan dari keluarga berada di kota Jakarta. Vira adalah tipikal gadis kota yang berpendidikan dan hormat kepada semua orang yang ia kenal dan juga terkadang suka tantangan. Selain itu ia juga sangat mengusai adat Jawa yang selalu diajarkan orangtuanya, juga ilmu agama yang sangat kuat. Selain cantik dan berpenampilan menarik, Vira tidaklah terlalu berpikiran sempit dalam berpakaian,ia selalu mengikuti mode dan tren terbaru juga kesopanan berpakaian juga bisa menutup bagian bagian penting di tubuhnya. Sebab sesuai ajaran agamanya, bagian penting di tubuhnya hanya untuk di lihat dan dinikmati suaminya.Tidak memakan waktu lama, maka resmilah kedua anak manusia ini menjalani kehidupan rumah tangga seutuhnya. Tidak sedikit yang memandang dingin melihat keserasian pasangan muda ini. Meskipun sudah resmi menjadi Nyonya Haryadi, namun Vira tetap menjalani masa PTT nya dengan senang hati. Kini pasangan muda itu resmi menempati rumah pemberian dari kedua orangtuanya untuk mereka tinggali dan membentuk keluarga baru. Hampir setiap malam di dalam kamarnya yang mewah dan luas selalu terdengar percengkramaan kedua anak manusia ini.Awalnya hanya tawa cekikikan lalu terdengar dengus nafas berat dan lirihan suara manusia bersebadan,hingga diakhiri dengusan jerit kepuasan keduanya.

Kedua anak manusia ini menjalani hari harinya dengan amat bahagia, hingga Haryadi pun di beri tanggung jawab untuk mengurus pembukaan perkebunan baru di Pulau Mentawai. Keputusan management tempatnya bekerja seolah membangunkannya dari keasikan menempuh hidup baru di Jakarta yang lancar tanpa hambatan. Demi mengejar karier dan apalagi nantinya posisinya akan naik, maka Haryadi pun menerima promosi dari pihak perusahaan. Apalah artinya berpisah sementara dengan istrinya tercinta untuk beberapa saat, apalagi saat ini sarana trasportasi sudah demikian lancar dan membuatnya tak mempermasalahkannya. Ia masih bisa pulang 2 kali sebulan ke Jakarta atau kalau bisa ia akan bawa istrinya ke pulau, apalagi ia disediakan rumah di pulau tersebut. Keputusan dari perusahaan suaminya itu didukung juga oleh istrinya Vira yang juga sedang menunggu penempatannya bertugas, apalagi Vira juga berkeinginan untuk dapat bertugas di daerah seperti pulau Sumatera karena melihat tingkat kesehatan masyarakat yang amat membutuhkan pelayanan dan juga ia merasa sudah merasa sumpek selama di ibukota Jakarta ini, terlebih lagi semua keluarganya juga sudah berada di Jakarta. Baginya tak masalah untuk sementara terpisah dengan suaminya tercinta, Haryadi. Pertama menginjakkan kakinya di pulau Mentawai, setelah menempuh perjalanan dengan kapal dari pelabuhan Padang, Haryadi mendapat kesan bahwa pulau ini amat indah dan eksotik. Haryadi di dampingi oleh staff cabang yang dari Padang. Selanjutnya ia menuju ke base camp nya yang berada di dalam pulau itu. Sesuai dengan intruksi yang ia peroleh ,bahwa ia harus bisa mendekati tokoh adat di pulau itu. Setelah beberapa hari mendampingi Haryadi, staff dari cabang Padang itu pun kembali ke Padang. Mulailah Haryadi menemui beberapa orang yang ia anggap amat berpengaruh di daerah itu. Salah satu tokoh adat dan yang ia temui adalah Pak Nurfea Sibanglanget. Tanpa menemui halangan mereka bertemu dan berdiskusi dengan cukup akrab dan diselingi canda. Sesuai dengan rencana maka Pak Nur pun bersedia membantu tugas tugas Haryadi untuk membuka lahan di pulau itu. Apalagi lahan tersebut berada di desa adat Pak Nur yang merupakan milik sah suku yang di ketuainya. Haryadipun menemui orang yang tepat untuk diajak kerja sama dan saling menguntungkan. Dengan tangan terbuka Pak Nur siap membantu apapun yang mungkin akan jadi penghalang nantinya.

Awal awal bertugas di pulau itu Haryadi sedikit merasa asing dan agak kesulitan melihat medan yang akan ia jalani, apalagi ia akan sering bepergian ke dalam desa dengan perahu nelayan.Di dampingi oleh Pak Nur, seakan halangan itu dapat berjalan dengan lancar dan hubungan Haryadi dengan Pak Nur semakin dekat. Begitu juga dengan keluarga Pak Nur. Kini Haryadi biasa dipanggil sudah akrab dengan anak anak dan istri Pak Nur. Pak Nur pun sering mengajaknya makan dan berjalan jalan di pantai itu berkeliling. Melihat keindahan pantai dan alam mentawai membuat Haryadi menceritakannya lewat telepon kepada istrinya bahwa alamnya sangat asli dan masih bersih. Dan suatu saat ia ingin mengajak istrinya Vira untuk datang ke pulau ini. Dalam suatu kesempatan,Yadi diajak Pak Nur ke desanya, kebetulan ia sedang ada pekerjaan ke proyeknya yang juga berada dekat dari desa Pak Nur. Haryadi diajak Pak Nur tinggal di rumahnya seperti tamu tamu lain, Haryadi dilayani dengan sangat baik. Mereka makan makan dan juga minum minuman yang menghangatkan badan sebab di pedalaman itu hawanya sangat dingin sekali. Tak lama kemudian pak Nur pun memanggil seorang gadis dan duduk di sebelahnya. Saat itu Yadi merasa heran, bukankah Pak Nur sudah memiliki istri, lalu kenapa ia berpelukan mesra dengan gadis itu? Pak Nur lalu berkata,
”Mas Yadi jangan kaget ya, ini sudah biasa lah…Istri saya sudah tahu dan tak keberatan” katanya.
Ia juga menawari Haryadi seorang wanita, namun ia menolak, karena ia masih ingat istrinya di Jakarta. Namun karena mabuk mulai memenuhi kepalanya, maka pikiran sehatpun sudah meninggalkannya. Ia tak menolak saat pak Nur memanggil seorang gadis untuk mendampinginya. Pak Nur juga bilang,
“Pak Haryadi jangan malu ya, saya maklum aja kan Pak, sudah sebulan ini pisah dengan istri kan?,lagian rahasia Mas Yadi aman koq”.kata Pak Nur.
Dengan sedikit malu Haryadi mengangguk.Dan dalam pikirannya,ia seakan menerima suguhan itu.Memang Haryadi bukanlah laki laki yang bersih bersih bersih amat, beberapa bulan setelah menikahi Vira ia masih sempat melakukan affair dengan teman kerjanya yang di dasari have fun saja.

Malam semakin larut dan Pak Nur sudah membawa wanita tadi ke kamarnya, begitu juga Haryadi sudah berada di kamar yang berbeda sambil berciuman dan meraba tubuh sang wanita yang bernama Dewi itu. Dewi adalah gadis di desa Pak Nur yang sebelumnya pernah disebadani Pak Nur, malam itu gadis yang berusia 20 tahun itu diminta untuk menemani Haryadi atas permintaan Pak Nur. Pak Nur tahu keinginan Haryadi yang lama tak bertemu istrinya. Dewi merupakan gadis cantik di pulau itu dan amat disayangi Pak Nur karena masih muda dan amat disukai pelayanannya. Selama ini hanya Pak Nur saja yang menggaulinya dan untuk menghormati Haryadi Pak Nur pun tak keberatan gadis kesayangannya dipakai Haryadi. Umpama seekor kucing, tak akan menolak di beri ikan, itulah yang di alami Haryadi. Sedangkan bagi Dewi, itu adalah kali pertama ia bersama laki laki lain setelah Pak Nur. Dewi adalah gadis desa itu amat cantik dan jauh dari polesan kosmetik seperti gadis kota pada umumnya. Haryadi tahu itu dan iapun tertantang untuk mencobanya. Di dalam kamar itu, mulailah Haryadi menggumuli tubuh mulus Dewi. Tampak tak mengalami kesulitan berarti, keduanya kini sudah sama sama bugil. Haryadi meremas remas payudara Dewi yang berukuran kecil itu. Dengus nafas keduanya seakan tak mampu mengalahkan gerakan tangan dan mulut Haryadi pada tubuh mulus Dewi. Sambil mengulum bibir mungil Dewi, salah satu tangan Haryadi turun ke arah selangkangan Dewi yang masih tertutup celana dalamnya. Liangnya sudah mulai basah oleh lendir yang keluar dari celahnya. Dewi hanya diam dan menutupkan matanya, ia menyerah bulat bulat kepada Haryadi sesuai yang di perintahkan Pak Nur. Aktifitas Haryadi bersamanya pun semakin panas. Haryadi pun semakin intens merangsang setiap inci tubuh gadis itu.Dan kini ia pun telah melepaskan celana dalamnya.Tampak bulu bulu halus milik gadis itu,menutupi liang sanggamanya.Bulu itu amat halus dan rapi. Haryadi pun kini turun ke arah liang sempit milik Dewi lalu berusaha menjilatnya.Ada keinginan yang besar dalam dirinya untuk melakukan oral sex pada Dewi, padahal selama bersama istrinya ia selalu ditolak karena istrinya tidak suka oral sex.

Tanpa merasa jijik seditpun ia terus menjilat liang sempit itu dan menghisap air lendir dari celahnya. Dewi pun semakin terbakar dan hanya bisa memegang pinggiran ranjang kayu di kamar itu. Tak lama kemudian Dewi pun orgasme. Haryadi mengetahui Dewi sudah orgasme dan menjauh dari liang yang ia oral itu. Tubuh Dewi basah bersimbah keringat dan lemah. Haryadi kemudian naik kearah dada Dewi ingin kembali membangkitkan gairah Dewi yang mulai kendor tadi. Ia menyiapkan diri untuk memasuki tubuh Dewi namun saat itu gadis itu sudah orgasme. Belaian dan rabaan Haryadi membuahkan hasil. Dewi kembali bangkit gairahnya dan siap untuk menerima hujaman kemaluan Haryadi. Secara bertahap Haryadi mulai meretas jalan bagi kemaluannya untuk masuk ke liang sempit milik Dewi. Perlahan ia tahan kedua paha Dewi dengan kedua tangannya agar gampang masuknya. Tak sulit memang untuk masuk ke liang milik Dewi karena memang sebelumnya sudah tak perawan lagi dan sering digunakan Pak Nur yang memiliki kemaluan yang panjang dan besar, berbeda dengan milik Haryadi. Perlahan Haryadi memasuki dan memaju mundurkan kemaluannya. Hujaman perlahan dan penuh perasaan itu membuat Dewi seolah terbakar birahi. Dewi menatap kearah Haryadi yang sibuk maju mundurkan kelaminya. Persetubuhan itu berlangsung beberapa saat hingga akhirnya Haryadi pun muncrat di dalam kewanitaan Dewi. Ia tak sanggup untuk mengeluarkannya di luar rahim. Tubuhnya langsung lemas dan jatuh menimpa tubuh mulus Dewi. Kini hanya nafasnya yang terdengar begitu juga Dewi. Malam itu,Haryadi sudah melepaskan birahinya ke tubuh Dewi. Terbayarlah sudah nafsu yang ia tahan selama di pulau itu. Ia pun tertidur pagi harinya di saat terdengar kokok ayam jantan. Haryadi tak menemukan Dewi di sampingnya. Ia lalu keluar kamar dan bertemu pak Nur.Dengan senyum Pak Nur menanyakan bagaimana pelayanan Dewi. Dengan sedikit malu Haryadi menjawab bahwa ia sudah puas dan berterima kasih pada Pak Nur. Pak Nur pun menawarkan pada Haryadi jika mau, Dewi bisa saja ia bawa ke rumah dinasnya,namun Haryadi menolak dengan halus, takut nanti pergunjingan orang di base campnya itu.Namun Pak Nur menjamin bahwa selama di pulau itu ia yang akan jamin akan baik baik saja.namun hari itu, Haryadi belum memberikan jawabanya. Kemudian mereka berdua kembali dari desa itu.

Beberapa minggu kemudian Haryadi pun libur ke Jakarta selama seminggu untuk bertemu keluarganya. Selama di Jakarta, Haryadi dan Vira istrinya tak melewatkan kebersamaan di ranjang, namun sekembalinya dari pulau itu, Vira merasakan sikap Haryadi yang berubah juga dengan dalam menunaikan kewajibannya sebagai suami istri. Biasanya Vira bisa mendapatkan kepuasan jika berhubungan badan dengan suaminya itu, namun kini ia tak mendapatkannya. Perubahan itu membuat Vira curiga dan ingin tahu lebih banyak tentang aktifitas suaminya di Mentawai. Memang sebenarnya Haryadi selalu menjalin hubungan dengan Dewi semenjak ia melakukan hubungan dengan Dewi di pulau itu hampir setiap ada kesempatan Haryadi selalu minta Pak Nur mengantarnya ke desa untuk bertemu Dewi. Haryadi seolah telah jatuh cinta dengan wanita pulau itu. Sebagai istri, Vira tahu benar apa yang berubah dari sikap suaminya dan kebiasaannya. Kebetulan saat ini Vira sedang menunggu penempatannya sebagai PNS makanya ia tak merasa keberatan ingin ikut suaminya ke Mentawai, apalagi saat pertama kali ke pulau Haryadi sudah menawari Vira ikut ke pulau untuk melihat pantai dan alamnya. Dengan alasan itu Vira ingin ikut suaminya. Awalnya Haryadi menolak keinginan istrinya itu, namun ia kuatir akan menambah penasaran hati Vira, maka ia pun mengijinkannya. Sesampai di Padang mereka istirahat sebentar di sebuah hotel karena kapal yang akan mengangkut mereka berangkat malam nanti. Kebetulan saat itu cuaca agak sedikit buruk. Sore itu mereka pun chek out dari hotel dan sudah berada di pelabuhan Muaro Padang. Suami istri ini pun bersiap siap menaiki kapal karena tiket sudah mereka dapatkan. Mereka berdua pun mendapatkan kelas bisnis dan menempati sebuah kamar di kapal motor itu menuju Mentawai. Selama di atas kapal tampak ketegangan di wajah Vira karena ke pulau itu tak serumit itu. Meski ia amat senang dengan perjalanan laut namun kondisi cuaca dan ombak yang menghempas kapal membuatnya cemas. Namun karena saat itu ia berada bersama suaminya kekuatiran itu bisa ia atasi.

Malam itu pun dimanfaatkan suami istri itu untuk memadu kasih di kamar kapal itu. Dimulai dengan mengulum bibir istrinya dan disambut Vira dengan amat bernafsu sebab sudah lama ia menginginkan saat saat seperti itu bersama suami tercinta. Kuluman demi kuluman dan rabaan tangan Haryadi di dada Vira istrinya terus ia lakukan. Vira pun akhirnya menuruti semua perbuatan suaminya itu. Goyangan kapal tak menghentikan perbuatan suami istri ini. Perlahan tapi pasti elusan rabaan tangan Haryadi mampu membuat Vira melepaskan busana atasnya hingga tersisa Bh nya dan masih memakai celana panjang. Tubuh putih mulusnya dan rambut sebahunya seolah menambah pembakaran birahi Haryadi suaminya. Cupangan dan kuluman Haryadi pun singgah di dada dan perut istrinya yang cantik itu. Begitupun Vira tak tinggal diam sebagai istri ia pun berusaha membalas dan memberikan pelayanan terbaik kepada suaminya. Kedua tubuh suami istri itu akhirnya sama sama bugil dan menampakkan wujud sebagai pasangan resmi yang akan menunaikan kebersamaan ragawi. Tanpa penolakan dan penghalang lagi, keduanya mulai saling memberikan peluang. Vira membuka kedua pahanya yang putih dan kakinya yang panjang itu agar suaminya mendapat akses yang mereka inginkan.Tanpa menunggu lama Haryadi mulai memasuki liang kewanitaan istrinya yang sempit dan belum pernah melahirkan itu. Saat saat itu amat memberi moment yang syahdu bagi keduanya. Apalagi goyangan kapal yang di hempas ombak mampu menambah percikan birahi mereka berdua. Di saat penis Haryadi sudah berada di dalam jepitan vagina Vira dan dalam gerakan maju mundur, Vira merasakan ada yang lain dari aktifitas suaminya itu. Haryadi tiba tiba bergerak melambat dan menumpahkan spermanya di dalam rahimnya.Vira merasa kecewa, sebab ia masih ingin merasakan persenggamaan itu berlangsung agak lama hingga ia mencapai orgasme seperti di saat awal awal mereka menikah dulu. Vira merasakan perbedaan suaminya itu,semenjak bertugas di pulau itu. Dengan memendam kekecewaan yang dalam Vira tidak memberikan nada protes kepada suaminya itu. Ia hanya diam dan bangun dari tidurnya menuju kamar mandi di kamar itu.

Di kamar mandi Vira membersihkan tubuhnya dan kembali ke dalam kamar dan berpakaian. Ia langsung rebah di samping suaminya. Hingga paginya menjelang kapal bersandar di pelabuhan Tua Pejat, Vira masih memendam rasa penasarannya itu. Haryadi tidak merasakan perbedaan yang terjadi pada dirinya itu. Malah ia merasa senang kembali bisa sampai di pulau itu dan menyusun rencana untuk bertemu Dewi. Ia merasa kan Dewi amat bisa menentramkan dirinya. Di pelabuhan Tua Pejat, Haryadi dan Vira dengan dua buah ojek menuju ke rumahnya.Vira merasa kan memang alam Mentawai amat romantis dan cantik. Dalam perjalanan menuju rumah ia merasa sedikit asing sebab dari pelabuhan menuju rumahnya agak jauh dan menempuh jalan yang tidak mulus dan terbuat dari kerikil tak diaspal. Sesampai di rumahnya Haryadi,menghubungi Pak Nur. Saat dalam rumah, Vira merasakan agak rikuh sebab ia tak menduga sama sekali kehidupan di pulau itu,amat sederhana dan tidak seperti di kota besar seperti Jakarta. Sebagai istri dan nantinya ia juga akan bertugas di daerah, ia harus bisa menerima kondisi dan suasana seperti itu. Memang amat jauh jika di bandingkan dengan kehidupannya di Jakarta yang serba tersedia, baik itu rumah, mobil, atau perlatan dapur semua sudah tersedia. Selama perjalanan tadi Vira hanya menemukan satu salon kecantikan, itupun dia lihat tak layak. Rumah yang ditempati suaminya pun cukup sederhana dan dari beberapa rumah lain yang masih kosong dan tampaknya di sekitarnya hanya inilah yang berpenghuni,apalagi ditumbuhi pohon pohon kelapa.jadi rumah itu tidak panas kalau siang hari dan amat sejuk. Beberapa waktu kemudian,terdengar suara sepeda motor berhenti di depan rumahnya. Haryadi, suaminya bilang itu Pak Nur datang, Sambil membukakan pintu, Haryadi menyilahkan Pak Nur masuk.sambil bersalaman dan berbasa basi, Pak Nur pun duduk di ruang tamu rumahnya sambil berkata-kata
“Pak Haryadi kesini bersama Ibu..apa iya?”
“O…ya..sebentar istri saya sedang di kamar Pak” jawab Haryadi.Sambil memanggil istrinya dan masuk ke kamar.

Tak lama kemudian mereka keluar kamar berdua. Tampak Vira keluar bersama Haryadi. Pak Nur terkejut saat Haryadi mengenalkan istrinya.
“Ini Pak Nur Vir!”
dengan sedikit senyum Vira mengulurkan tangannya pada Pak Nur.
“Vira…” sambil mengucapkan namanya, begitu juga Pak Nur juga mengenalkan dirinya.
Pak Nur tak menyangka bahwa Haryadi memiliki seorang istri yang amat cantik, baik, berpendidikan dan juga rendah hati. Di saat itu, Vira keluar kamar bersama suaminya mengenakan baju kaos putih dan celana pendek ¾ yang menampakkan kemulusan kulit dan betisnya yang sangat putih dan bercahaya karena terawat. Saat itu Pak Nur teringat akan kecantikan Dokter Reisa yang dulu pernah dekat dengannya. Apalagi saat itu sosok Vira amat porposional sekali dan mirip artis ibukota. Saat itu Vira mengenakan kaos putih dan membayang bhnya yang putih dan kulit mulusnya. Pak Nur terpancing untuk menghayalkan hal yang tak pantas bagi Vira saat itu. Namun khayalannya terputus di saat Haryadi bilang kepada Vira bahwa Pak Nur inilah orang yang di tuakan dan banyak membantunya selama di pulau ini. Dengan merendah Pak Nur pun bilang bahwa Pak Haryadi pun banyak membantunya dan meringankan beban masyarakat di pulau itu dengan adanya proyek yang di kerjakannya di desanya. Sambil beramah tamah keakraban di antara mereka semakin terjalin dan pada akhir pertemuan itu Pak Nur pun berjanji akan mengenalkan istrinya dan minta istrinya untuk menemani Vira disaat Haryadi bertugas ke proyek di pedalaman pulau. Tak sulit untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya di pulau itu meski Vira berencana hanya untuk sementara menjelang Sk nya sebagai tenaga medis turun dan ditempatkan di suatu daerah. Keakraban Vira dan Bu Nur sedikit banyak mempengaruhi pikiran Vira bahwa tugas suaminya di pulau itu amat berat apalagi melihat medan yang amat sulit ditempuh dengan menggunakan perahu masuk ke pedalaman dan tinggal di base camp berhari hari.

Untuk mengisi kekosongan waktunya Vira sering bertandang ke rumah Pak Nur dan terkadang dengan sukarela membantu tugas Bu Nur di puskesmas,apalagi Vira juga seorang dokter.Jadi tidaklah sulit baginya menyesuaikan diri,meski awalnya berat dikarenakan Vira biasa hidup di kota besar dan segala sesuatunya serba berkecukupan.Bu Nur pun amat senang Vira dapat membantu tugas tugasnya yang terasa agak berat sejak di tinggalkan Reisa. Padahal Bu Nur amat berharap Reisa akan menetap di pulau itu.Namun sejak hadirnya Vira,Bu Nur tak kerepotan lagi meski hanya sementara. Di saat saat waktu senggangnya pas Haryadi sudah pulang dari base camp amat membuat Vira gembira sebab ia sering diajak Haryadi jalan ke pantai atau terkadang di bantu Pak Nur berjalan ke pedalaman dengan menggunakan perahu. Terkadang mereka menghabiskan waktu di pantai dan Bu Nur bersama Vira menyuguhkan hidangan barbeque kesukaan Haryadi. Itulah rutinitas Vira sejak di pulau bersama suaminya. Kini Vira sudah dapat menganggap keluarga Bu Nur sebagai keluarganya meski mereka berbeda suku dan keyakinan. Tak jarang Vira tidur di rumah Bu Nur saat suaminya ke base camp. Bu Nur pun amat concernt dengan keyakinan Vira yang juga taat dalam beribadah meski pun tak terlalu fanatik pandangannya, mungkin karena Vira terbiasa hidup di kota besar dan terpelajar. Tak jarang Bu Nur mengingatkan Vira di saat waktu untuk beribadah datang kepadanya. Terkadang Bu Nur sendiri yang tidur di rumah Vira untuk menemani ibu muda itu. Atau jika ada halangan Bu Nur pun minta anak atau Pak Nur yang menemani karena suasana rumah Vira yang agak jauh dan belum ada tetangga itu. Dan semua itu amat membahagiakan Vira selama di pulau itu. Haryadi sendiri tak lagi kuatir jika ia meninggalkan istrinya untuk beberapa hari karena sudah ada yang menjaga dan menemani. Lagipula selama ia ke base camp, Haryadi selalu mendatangi tempat tinggal Dewi untuk memadu kasih berdua dan akhirnya tanpa sepengetahuan Vira, diam diam Haryadi sudah menikah secara adat dengan Dewi dengan di saksikan Pak Nur karena hubungan mereka yang sudah semakin dekat.Mereka menikah secara adat karena keyakinan mereka berdua berbeda, namun bagi Pak Nur dan orang tua Dewi tak mempermasalahkannya.Yang penting anak mereka sudah memiliki pendamping. Semua rahasia Haryadi di pegang Pak Nur dan Bu Nur agar Vira tak mengetahuinya.

Seringnya Vira tidur di rumah Bu Nur dan juga sebaliknya,membuat hubungan mereka semakin erat dan tak jarang mereka berbincang masalah keluarga mereka,baik mengenai keuangan,sex dan kebiasaan pasangannya. Sejauh ini Bu Nur masih bisa mengikuti dan mendengar keluh kesah Vira yang merasa sikap Haryadi yang agak berubah dan sudah jarang memberinya nafkah bathin. Vira berani bicara mengenai itu karena ia amat percaya pada Bu Nur. Dan dengan sikap keibuan Bu Nur pun memberikan nasehat dan saran agar Vira tak merasa curiga pada suaminya. Suatu malam saat Vira menginap di rumah Bu Nur, matanya tak bisa tidur karena adanya aktifitas di kamar Bu Nur. Malam itu Pak Nur sedang menunaikan tugasnya sebagai suami istri. Vira mendengar dengus dan lirihan nafas juga erangan Bu Nur disaat menanti orgasme juga saat Pak Nur menggumuli istrinya. Erangan dan dengusan suami istri itu seakan memancing Vira untuk mengingat suaminya. Sebagai wanita yang sudah menikah ia tahu persis makna suara suara itu dan saat Bu Nur orgasme. Ia terbayang jika Pak Nur memang masih perkasa,dan kuat. Ia tak menyangka jika dengan sosok yang agak kurus dan sudah paroh baya itu, Pak Nur masih mampu memberikan kepuasan pada Bu Nur. Berbeda dengan dirinya yang kini sudah mulai jarang mendapatkan siraman bathin dari suaminya. Padahal malam malam itu Vira amat butuh belaian dan gumulan suaminya. Pagi disaat bangun dan keluar kamar, ia bertemu Pak Nur yang juga keluar kamar.
“Sudah bangun ya Bu Vira?”sapanya.
“Ia pak” jawab Vira, “Bu Nur mana Pak?” tanya Vira lagi.
“O…ibu lagi mandi” terang Pak Nur yang saat itu terlihat amat cerah dan gembira.
Bagaimanapun Pak Nur tahu Vira pasti mendengar dengan jelas kejadian ia dan istrinya malam itu. Namun seolah tak ada apa apa, Pak Nur berlalu dan keluar rumah. Tak lama Bu Nur masuk ke rumah dan dengan rambut yang basah sehabis mandi bertemu Vira. Dengan senyum ia menyapa Vira. Vira seakan merasa iri dengan kebahagiaan pasangan itu. Setelah makan dan mandi pagi itu, Vira pun berangkat ke puskesmas dengan Bu Nur.

Saat waktu agak longgar, Vira pun banyak bertanya tentang rumah tangga pada Bu Nur. Dengan lugas Bu Nur bercerita bahwa suaminya dari pertama kawin sudah begitu dan tak pernah bosan padanya, malah ia yang kewalahan memenuhi keinginan Pak Nur. Dalam hati Vira, berkata alangkah bahagianya Bu Nur ini, seandainya Haryadi seperti Pak Nur alangkah senangnya ia,gumannya dalam hati. Bu Nur tahu kegelisahan Vira dan malam tadi ia dan suami sengaja memancing Vira agar Vira mau membuka rahasianya.Semua itu dilakukan suami istri itu,karena Pak Nur menaruh minat juga pada istri Haryadi itu.Apalagi kini Haryadi juga memiliki seorang wanita di pedalaman.Pak Nur ingin Vira bisa lebih dekat lagi dengannya,dan dengan bantuan Bu Nur istrinya semua itu bisa berjalan.Bagi Bu Nur jika Vira sudah dekat dengan suaminya, maka tugasnya beratnya di ranjang akan sedikit berkurang. Tanpa sepengetahuan Vira pun ketika Vira menginap di rumah Pak Nur, tak luput dari intaian dari mata Pak Nur, namun Pak Nur masih menahannya dan tak heran jika Pak Nur bersebadan dengan istrinya ia selalu membayangkan Vira yang ia gumuli. Wanita istri Haryadi itu amat membuat Pak Nur kembali bergairah sejak di tinggalkan dokter Reisa. Ia masih merasa segan dan menghormati Haryadi makanya ia hanya masih belum merealisasikannya. Padahal dengan sedikit ilmu sebagai ketua adat yang ia miliki bisa saja Vira bertekuk lutut padanya. Sejauh ini pak Nur belum memakainya. Semakin hari Haryadi semakin asik tinggal di base camp dan sering menginap di rumah Dewi. Ia seakan lupa istrinya ia titip di rumah dinasnya bersama keluarga Pak Nur. Ia percaya istrinya akan baik baik saja disana. Padahal Vira selama di pulau itu merasa amat tak tentram karena suaminya tak selalu berada di sampingnya. Haryadi hanya menemaninya jika akhir minggu dan waktu libur mereka habiskan untuk ke Padang dan membeli keperluan juga perawatan tubuhnya. Sedangkan untuk waktu berdua duaan dan berhubungan suami istri mereka lakukan namun tak membuat Vira puas, Haryadi hanya sebatas menunaikan kewajibannya saja. Bagi Vira kondisi itu masih dalam batas toleransinya apalagi dia seorang dokter tentu merasakan juga beban berat pekerjaan suaminya selama di pedalaman, padahal selama ini suaminya sudah mendapatkan pengganti dirinya di sana.

Haryadi seakan tak memperdulikan istrinya yang cantik dan masih membutuhkannya itu.Apalagi disaat saat malam menjelang tak ada kegiatan yang bisa Vira lakukan selain hanya mengutak atik notebooknya.Dan syukurlah selama itu,ia juga merasa terhibur oleh anak anak Pak Nur yang sering menemaninya di rumah terkadang jalan jalan di pantai atau kalau ada waktu ia juga ditemani Bu Nur.Namun akhir akhir ini Bu Nur tidak bisa lagi menemaninya jalan jalan sore karena anak anaknya butuh di asuh Bu Nur dan semakin rewel. Terkadang ia terpaksa minta bantuan Pak Nur untuk sekedar menemaninya ke pantai atau pulang ke rumah jika pulang dari rumah Bu Nur. Perlahan keakraban Vira dan Pak Nur semakin terjalin sesuai yang di rencanakan Bu Nur dan suaminya itu. Vira tak malu lagi minta dibonceng pulang atau jalan ke pasar untuk membeli kebutuhannya.Pak Nur semakin senang sebab rencananya mulai berjalan lancar,dan sedikit demi sedikit ia pun mulai menggunakan sedikit ilmu pemikatnya. Padahal awal awal dulu dikenalkan suaminya kepada Pak Nur,Vira amat takut dan sedikit kuatir melihat sosoknya yang seperti patung hidup. Sebab selain memang Pak Nur kurang begitu bersih, kulitnya juga dihiasi tatto yang menegaskan bahwa ia adalah seorang laki laki tetua dan di segani di lingkungan pulau itu. Namun karena kebaikan dan pendekatan oleh Haryadi dan penerimaan Vira terhadap sikap bersahabat keluarga itu membuatnya yakin jika Pak Nur amat baik apalagi ia juga sering bermalam di rumah kayu miliknya.Yah meski rumah itu hanya di sekat oleh bilik bilik kayu. Namun Vira merasakan nuansa alami yang belum pernah ia dapatkan di kota Jakarta. Selama ini ia tak merasakan adanya kesan di buat buat dari sikap keluarga Pak Nur ini. Ia dengan senang hati juga membantu keluarga Pak Nur jika kekurangan finansial. Kesan keakraban diantara merekalah yang membuat Vira kerasan di pulau itu, meski sering di tinggal suaminya. Sedangkan suaminya di pedalaman dengan seenakknya tidur dan bermesraan bersama Dewi. Haryadi tidak lagi mengingat Vira jika sudah bersama Dewi. Ia seakan terperangkap dan lupa pada statusnya yang sudah menikah dan memiliki seorang wanita yang sangat cantik dan setia. Vira pun seakan larut dengan kegiatannya bersama Bu Nur dan sering bermain main dengan anak anak Bu Nur di rumah Bu Nur. Terkadang baru malamnya ia pulang ke rumahnya diantar Pak Nur.Dan setiap hari Pak Nur sudah punya tugas untuk menjemput dan mengantarnya pulang Vira terkadang diantar Bu Nur.

Bu Nur sering bercerita kepada Vira tentang keindahan alam di hutan bakau dan pedalaman pulau itu. Cerita cerita Bu Nur mampu menghilangkan kegelisahan Vira dan pernah diajak Bu Nur untuk ke desa Pak Nur. Sesuai rencana, maka mereka pun berangkat dengan menumpang perahu yang di dayung Pak Nur dengan di bantu pemuda kampung itu. 2 jam perjalanan menggunakan perahu akhirnya mereka sampai di desa itu. Pak Nur dan istrinya juga anak-anaknya berikut Vira menuju rumah panggung milik Pak Nur. Di sana mereka langsung naik ke rumah dan disambut beberapa orang wanita yang salah satunya adalah Dewi. Siang itu juga Pak Nur menyuruh sesorang memanggil Haryadi ke base camp yang tidak jauh dari desa itu. Sorenya, Haryadi sampai juga di rumah Pak Nur. Dengan sedikit kode dari Pak Nur bahwa semuanya aman, Haryadi pun menyambut Vira dengan mesra. Vira tak tahu bahwa di dekatnya ada Dewi wanita istri simpanan suaminya. Setelah mencicipi makanan yang di suguhkan keluarga Pak Nur, akhirnya Vira diajak jalan jalan keliling rumah oleh suaminya. Saat berjalan jalan itu,Vira melihat beberapa rumah panggung masyarakat desa itu banyak memelihara babi. Vira sempat kaget karena merasa kesehatan masyarakat desa itu bisa terganggu jika di bawah rumah mereka ada ternak babi. Namun Haryadi menerangkan bahwa bagi masyarakat di desa tersebut adalah wujud dari status sosialnya. Vira pun mengerti karena diberi tahu suaminya dan dengan hati hati Haryadi pun bilang bahwa daging yang mereka makan tadi adalah daging hewan tersebut. Saat itu Vira langsung kaget dan shock. Ia tak mengira makanan yang ia makan itu daging babi. Dengan masih shock ia ingin memuntahkan semuanya sambil berkata
“itukan haram bagi kita mas”
“tak apa apa koq..kan bisa mendongkrak gairah nanti malam.” Jawab Haryadi enteng sambil mengamit pinggang istrinya.
Dengan sentakan sedikit Vira berusaha menjauh dan tampak sebel dengan kelakuan suaminya itu. Memang kerinduan Vira kepada belaian suaminya malam itu tersalurkan. Makanan sore tadi sedikit banyak membantu meningkatkan libido mereka berdua.Di dalam kamar rumah panggung milik Pak Nur itu.

Di ranjang kayu yang sama juga Haryadi kembali menggumuli istrinya, biasanya ranjang itu ia gunakan bersama Dewi. Namun Haryadi tampaknya tak mampu berhubungan secara optimal. Ia seakan tak mampu memuaskan istrinya karena bayangan Dewi selalu muncul dan mengganggu konsentrasinya, padahal Vira sudah siap juga karena pengaruh makanan yang ia makan. Kekecewaan kembali mendera Vira. Ia hanya mampu membalikkan tubuhnya yang telanjang ke arah dinding kayu kamar itu. Tubuh putih mulusnya masih dibasahi keringat yang seakan siap menjalankan kewajibannya malam itu bersama suaminya.Di balik kamar itu, tanpa sepengetahuan Vira, Pak Nur intens menyaksikan kegiatan suami istri itu dengan antusias. Ia dapat menyaksikan secara keseluruhan anatomi tubuh Vira dengan bebas tanpa ada hambatan. Bu Nur saat itu sudah tertidur dengan lelap karena kecapaian siang tadi menyiapkan makanan untuk tamunya itu. Dengan seksama Pak Nur menyaksikan kehalusan dan kesintalan tubuh Vira. Sungguh amat cantik dan mulus kulit tubuhnya. Pak Nur semakin ingin juga merasakan kehangatan tubuh Vira. Dan dari kegiatan di kamar itu malam itu, ia yakin bisa mengisi kekosongan dalam diri Vira. Pagi harinya, merekapun bersiap siap pulang. Begitu juga Haryadi akan kembali ke base camp. Ia mengantar Vira ke atas perahu bersama Pak Nur sekeluarga dan berpesan untuk hati hati di jalan. Dalam hatinya Haryadi gembira sekali istrinya cepat cepat pulang. Ia pun memanfaatkan kesempatan itu untuk kembali mendatangi Dewi. Sesampai di rumahnya Virapun kembali kepada rutinitasnya bermain main dengan anak Bu Nur yang kecil dan lucu itu. Dalam keasikannya itu ia selalu dipantau Pak Nur. Pak Nur seakan merasa tak lama lagi Vira akan jatuh ke dalam pelukannya.tak sulit memang baginya. Pak Nur tahu kegundahan hati Vira saat itu yang ditutupinya dengan bermain main dengan anak anak Pak Nur. Bu Nur pun memanggil Vira dan mengajaknya makan di rumah itu karena baru saja masak. Tanpa sungkan lagi Vira pun memenuhi ajakan Bu Nur itu dan makan bersama. Di meja makan itu, Pak Nur berinisiatif membuka perbincangan. Ia ada rencana untuk ke daerah yang amat bagus pemandangan hutan bakaunya, tak hanya akan melihat pantai. Jika Vira berminat ia boleh ikut. Buru buru Bu Nur bilang bahwa ia tak bisa ikut karena ada petugas di puskesmas yang akan datang.

Tanpa berpikir panjang Vira menyetujui untuk ikut karena untuk mengisi kekosongan waktunya.Apalagi suaminya baru pulang 4 hari lagi. Pagi esoknya pak Nur bersiap siap dengan perahunya dan hanya Vira sendiri yang ikut karena Bu Nur tak bisa ikut. Mereka akan ke daerah yang dikatakan Pak Nur itu hanya berdua saja dan sorenya mereka kembali pulang. Virapun menyiapkan makanan kecil yang ia bawa dari rumahnya. Selama perjalanan dengan perahu itu, Vira amat antusias melihat hutan bakau dan sungai yang tenang. Tak ada hawa panas di sana, yang ada hanya bunyi hewan hewan seperti burung dan kera.cahaya matahari menembus sela sela pohon bakau. Ketenangan amat dirasakan Vira dengan segenap jiwanya untuk menghalau kegundahan hatinya. Ia amat bersyukur ada seseorang yang mau menemaninya jalan jalan seperti ini. Iapun mulai simpati kepada Pak Nur yang saat itu ada pekerjaan namun masih mau mengajaknya ke desa pedalaman. Vira merasa mendapatkan tempat untuk menghilangkan segala keluh kesahnya selama di pulau itu. Dalam keasikan dan ketenangan suasana air sungai di tengah hutan bakau itu, tiba tiba Vira terkaget kaget melihat 2 ekor buaya yang sedang berenang dan berdempet seolah sedang tiarap. Tubuh keduanya seolah menyatu seperti penunggang kuda. Dengan ketakutan yang amat mendalam Vira bergeser mendekat ke arah Pak Nur.
“Paaaaakkk….aaaddda buaaya…” sahutnya.
“Tenanglah Bu Vira…” jawab Pak Nur “Jangan panik….kalau kita panik bisa mengganggu mereka, itu buaya yang sedang kawin koq Bu” terang Pak Nur. “Jadi kita tenang saja dan jangan mengangetkan mereka” imbuh Pak Nur lagi.
“Yaaa ..Pak” jawab Vira dengan mimik wajah ketakutan.
Dengan mengayuh perahu dengan perlahan lahan akhirnya menjauh dari buaya yang sedang kawin itu. Tak terasa akhirnya mereka sampailah di daerah yang yang dituju. Perahu dirapatkan Pak Nur ke pinggiran sungai dan mengikatkan talinya pada sebuah kayu yang biasa digunakan nelayan untuk menambatkan perahu mereka. Tempat itu mirip pelabuhan kecil namun terlihat sepi.

Pak Nur turun duluan dan dari atas tangga ia berusaha membimbing tangan Vira agar jangan sampai terpeleset ke dalam sungai. Dengan genggaman yang kokoh Pak Nur meraih tangan Vira yang lembut dan halus itu. Ups….akhirnya kaki Vira menginjak papan kayu di pinggir sungai itu. Vira menaiki anak tangga dan berjalan ke daratan, sedang Pak Nur mengemasi perbekalan yang berada di atas perahu. Sesampai di desa itu,memang penduduknya masih jarang dan Vira dapat menduga bahwa desa itu amat indah dan masih alami. Ia hirup udaranya sedalam dalamnya. Udaranya masih segar dan kicauan burung burung yang saling bersahutan. Kemudian mereka berdua memasuki desa dan bertemu warga desa yang sedang beraktifitas siang itu. Saat itu jam di tangan Vira menunjukkan pukul 12 lewat 15, namun ia tak melihat satu tempat yang bisa ia gunakan untuk beribadah. Ia hanya melihat beberapa pondok kayu yang atapnya bertanda salib. Tanpa bertanya ia tahu itu adalah tempat beribadah umat di daerah itu. Desa itu amat sederhana dan warganya juga tak banyak. Desa itu lebih tepatnya sering digunakan oleh misionaris untuk beristirahat. Namun sebahagian lagi warganya lebih banyak berdiam di hutan untuk berburu babi dan ikan. Jadi terlihat banyak gubuk gubuk yang memang ditinggalkan mereka. Pak Nur dan Vira terus memasuki desa, namun yang terlihat hanya hutan kecil dan tak terlihat warganya. Di suatu gubuk kosong mereka berhenti untuk beristirahat.
”Ini gubuk siapa Pak?”tanya Vira.
Pak Nur bilang dulu gubuk ini dibikin oleh seorang missionaris yang singgah di desa ini, namun karena sang missionaris sudah menetap di desa lain maka gubuk ini dibiarkan tinggal. Namun sering digunakan oleh para pendatang untuk beristirahat…terang Pak Nur.
”Bapak sering kemari?’ tanya Vira lagi.
“Yah sering juga, paling mencari hewan buruan ..Pak haryadi juga pernah saya ajak ke sini Bu” jawab Pak Nur, “Malah Pak Haryadi juga bermalam di gubuk ini, selain bersih di gubuk ini cukup aman Bu” terangnya lagi.
Vira semakin faham akan keterangan pak Nur itu. Setelah meletakkan pebekalannya, ia berjalan keliling gubuk yang masih kuat dan bersih itu. Sementara pak Nur sibuk membersihkan isi dalam gubuk. Sambil mengamati hutan dan memotret burung-burung Vira tampak asik dengan alamnya.

Merasa perutnya mulai keroncongan, Vira pun masuk ke gubuk dan mencari makananyang ia bawa. Namun tak ia duga Pak Nur sudah membawakannya buah buahan juga makanan yang ia beli di dalam desa dari penduduk. Kemudian mereka berdua makan dengan lahapnya. Pak Nur dan Vira pun amat menikamati hidangan yang di beli Pak Nur. Apalagi saat itu hawa di tempat mereka berteduh amat sejuk dan semilir angin hutan.
”Enak ya pak di daerah sini,selain pemandangannya bagus juga udaranya masih segar” kata Vira.
“Ya Bu, makanya kami sebagai pemuka daerah ini berusaha sebisa mungkin agar alam di pulau ini terpelihara terus. Kami tak ingin nanti hutan ini di rusak orang orang tak bertanggung jawab Bu” jawab Pak Nur.
Vira menganggukkan kepalanya mendengar dengan penuh antusias perkataan laki laki tua itu. Ia amat suka alam di desa ini dan di lubuk hatinya ingin berlama lama di daerah itu. Vira sudah bosan melihat kesemrawutan kehidupan di kota. Sejenak ia dapat melupakan kegundahan dan kekesalan pada suaminya Haryadi. Selain itu ia amat salut dan kagum akan sikap dan tanggung jawab Pak Nur yang merupakan putra daerah tersebut. Lambat laun ia merasakan Pak Nur amat berkharisma dan memiliki magnet yang enak diajak berbincang karena ia mengusai berbagai topik yang ditanyakannya. Kini Vira merasa mendapatkan orang yang tepat untuk diajak diskusi dan bertukar pendapat baik mengenai alam, pekerjaan dan juga masalah keluarga. Vira tak lagi memikirkan bahwa Pak Nur yang jorok, kampungan, dan juga berbeda suku juga agama dengannya akan mampu membuatnya betah bertanya tentang berbagai hal. Meski Pak Nur asli daerah itu dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan akan mampu mengusai berbagai hal. Sepertinya tak sebanding dengan pendidikannya yang mungkin jauh dari cukup ditunjang keadaan pulau yang boleh dibilang agak terbelakang itu. Mungkin orang kebanyakan akan merasa jijik, jorok dan takut jika berdekatan dengannya, namun bagi Vira semua itu bukan masalah yang penting baginya saat itu adalah pak Nur bisa memenuhi harapannya untuk menemaninya jalan jalan kepelosok pedalaman dengan sukarela dan melindungi dirinya.

Setelah makan dan perut mereka kenyang dengan makanan yang di beli Pak Nur,Vira kembali ke aktifitasnya memotret apa saja objek yang menarik hatinya dan ada nilai keindahan. Tak luput dari objek potretannya adalah Pak Nur. Pak Nur pun dengan senang hati menuruti apa yang di minta Vira sebab ia ingin Vira terlihat senang dan gembira, apalagi ia juga mulai merasakan adanya perhatian Vira padanya. Pak Nur pun menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkan Vira. Saat itu Vira sudah dekat secara personal dengannya. Dan itu tak lama lagi, bisik hati Pak Nur. Vira pun asik minta dipotret Pak Nur dan dengan terkadang mereka juga mengabadikan foto mereka berdua dengan memakai remote otomatis. Terkadang Vira lepas kontrol dengan berpelukan pada bahu pak Nur seolah itu suaminya. Terkadang mereka mengabadikan saat Vira di gendong Pak Nur bak pasangan yang sedang kasmaran. Pak Nur sadar itu adalah spontanitas Vira yang tak didapatnya dengan Haryadi yang masih berada di base camp. Sebagai laki laki Pak Nur juga amat suka di perlakukan seperti itu. Apalagi ia juga sempat memeluk tubuh sintal, putih,dan harum milik Vira. Ia menikmati saat keasikan itu dan bagi Vira itu adalah kali pertama ia dengan spontan melepas tawa, canda dan kemesraan dengan laki laki lain. Vira merasa Pak Nur bukanlah orang asing lagi. Tak jarang anak anak rambut Vira menyapu wajahnya. Vira tak sungkan sungkan lagi memeluk tubuh kurus penuh tato dan bau itu. Sebagai wanita terpelajar dan dewasa ia tak mempermasahkannya lagi. Keasikan hari itu harus berakhir karena hari mulai sore dan awan hitam mulai tampak.pak Nur mengingatkan Vira untuk segera kembali agar tidak terlalu malam dan kehujanan di tengah hutan itu. Dengan sedikit kecewa Vira menyetujui saran Pak Nur untuk balik ke desa mereka. Namun belum sempat mereka mengemasi peralatan, tiba tiba petir menyambar dan angin kencang menyapu tempat mereka berada. Saking terkejutnya Vira saat itu ia menghambur memeluk.
“Awwww….Pak!,,,,,,aku takut Pak!”
“Tenang Bu,,,tenang” Jawab pak Nur yang saat itu di peluk dengan erat oleh Vira.
Saat di peluk Vira pak Nur nyata sekali merasakan gundukan dada sekal milik wanita itu. Namun tak ingin dianggap kurang ajar Pak Nur pun berusaha sedikit merenggangkan pelukannya dan menarik tangan Vira. Dengan sedikit berlari pak Nur membimbing Vira masuk ke gubuk itu.

Tak lama hujan turun dengan deras dan angin kencang seolah ingin menghantam gubuk itu. Di dalam gubuk itu mereka berteduh dari guyuran hujan di luar halamannya. Untunglah mereka tidak sempat basah oleh air hujan, pada sebuah tempat duduk dari kayu panjang mereka duduk. Vira duduk di samping Pak Nur. Ia amat kaget mendengar petir tadi dan wajahnya pucat karena masih kaget. Lalu Pak Nur berdiri dan mengambil air minum yang telah ia sediakan siang tadi. Ia tuangkan air minum pada sebuah gelas yang telah ia sediakan.Air itu ia serahkan kepada Vira.
”minumlah dulu Bu” katanya sambil menyerahkan gelas pada Vira.
Buru buru Vira meraih gelas itu dengan gugup dan langsung meminumnya. Air di gelas itu ia minum hingga tandas dan menyerahkan kembali gelas kosong pada Pak Nur.
”terima kasih ya Pak, bapak baik sekali” katanya.
“Sudahlah Bu,,,biasa saja lah,,,saya juga sama dengan ibu.manusia biasa” jawab pak Nur.
Lalu pak Nur meletakkan gelas pada sebuah meja. Sebelum kembali ke dekat Vira, pak Nur mengambilkan sebuah sweater yang tadi kenakan Vira saat berangkat. Masih tercium bau wangi parfum Vira yang melekat di sweater itu. Ia menyerahkan sweater itu pada Vira untuk dipakai karena udara semakin dingin. pak Nur kembali duduk di samping Vira karena hanya itu satu satunya tempat duduk yang ada di gubuk dan sebuah dipan kayu yang masih beralaskan tikar pandan yang masih bersih.
“Lumayan gubuknya sudah dibersihkan tadi” terang Pak Nur.
Vira hanya diam saja dan mengatupkan kedua tangannya ke dadanya, ia masih kuatir dan takut karena masih mendengar suara petir yang masih keras.
“Pak gimana nih kita pulang?” tanya Vira kuatir.
”Ya kita harus menunggu hujan reda dulu Bu, sebab tak mungkin kita pulang sekarang apalagi hujan deras begini, entah kapan redanya.”jawab Pak Nur, “apalagi jika saat ini pasang sedang naik, apa Ibu ndak takut jika nanti di sungai kita bertemu buaya atau perahu kita oleng? apalagi sudah senja seperti ini maka terpaksa kita bermalam di gubuk ini.”terang Pak Nur.
“Hiiiii…hhh…”sungut Vira, “jangan Pak…saya nggak mau ketemu buaya lagi” ia nampak kuatir.
Dengan terpaksa malam itu,mereka bermalam di gubuk itu.Tampak curah hujan amat deras dan membuat mereka tak bisa keluar gubuk
shusaku is offline Add to shusaku's Reputation Report Post Reply With Quote Multi-Quote This Message Quick reply to this message Thanks
The Following 4 Users Say Thank You to shusaku For This Useful Post:
ceriwizz, IgoManiac, Labia, querique
Sponsored Links
Master Agen Bola Terpercaya Untuk Taruhan atau Judi Bola Online SBOBet IBCBet
shusaku
View Public Profile
Send a private message to shusaku
Visit shusaku's homepage!
Find More Posts by shusaku
Add shusaku to Your Contacts
Old 06-26-2009, 06:00 PM #2
shusaku
Tukang Download

shusaku's Avatar

User ID: 2836
Join Date: Apr 2008
Posts: 86
Thanks: 0
Thanked 253 Times in 27 Posts
shusaku baru gabung jadi belum dikenal di krucil

Default
”Nah ibu bisa berbaring di dipan kayu itu” kata Pak Nur.Pak Nur berusaha menghidupkan lampu minyak yang ada di dinding gubuk itu.
Dengan penerangan seadanya malampun beranjak.
”Biar saya di bangku ini saja” terangnya lagipada Vira.
Berarti malam itu Vira akan bermalam di dalam gubuk bersama laki laki selain suaminya di tengah hutan. Jauh di dasar hatinya ia merasa tak nyaman saat itu, namun karena sudah akrab dan dekat dengan keluarga Pak Nur rasa kekuatirannya itu pun hilang. Vira pun beranjak ke dipan yang di tunjukkan Pak Nur. Dipan kayu itu cukup bersih dan masih kuat. Jelas memang dipan itu dipakai untuk beristirahat bagi yang singgah di gubuk itu.Vira menghempaskan pantatnya di atas dipan sambil melipat tangan. Ia pun melipat sweaternya sebagai bantal untuk berbaring. Saat itu rasa kantuk dan dingin amat mendera pori pori kulitnya. Suasana dingin di hutan dan hembusan angin bercampur hujan membuat tubuhnya yang sintal kedinginan. Dari tempat duduk panjang itu Pak Nur memperhatikan tubuh istri Haryadi itu dengan seksama. Ada rasa kelegaan di dasar hatinya karena malam seperti saat ini ia bisa mewujudkan keinginannya. Saat Vira berjalan menuju dipan, Pak Nur memperhatikan tubuhnya yang dibalut kaos oblong biru bahan streck yang halus. Tampak tali bhnya yang halus membayang di kaosnya. Sedangkan celana jeans Vira amat serasi dengan pantatnya yang sekal. Vira pun merebahkan tubuhnya di dipan. Ia berusaha untuk menghilangkan rasa canggung yang menderanya. Vira pun menghadap ke arah pintu yang sudah ditutup Pak Nur dari tadi. Berbagai pikiran berkecamuk di dalam kepala Vira saat itu, baik mengenai suaminya juga keluarganya di Jakarta dan pak Nur. Vira tak pernah berpikir atau membayangkan akan sampai seperti ini. Meski dalam hatinya saat itu ada rasa bingung terhadap suaminya, namun ia bukanlah type wanita yang suka membuka masalah pada orang lain. Ia akan meilih milih orang yang tepat dan selama ini ia hanya pernah mengeluh pada Bu Nur. Dalam keasikan ia berpikir, tiba tiba Vira mendengar ada krasak krusuk di luar gubuk. Dinding gubuk seolah di dorong dorong dari luar. Sedangkan bunyinya semakin dekat. Ia bangun dari berbaring dan duduk. Tampak Pak Nur pun waspada dan memberi kode pada Vira untuk diam dengan melertakkan telunjuknya di bibirnya.

Dengan mengendap ngendap Pak Nur berjalan ke pintu dan memalang pintu dengan kayu balok yang ada. Ia lalu menuju ke arah tempat Vira duduk. Sambil berbisik Pak Nur bilang itu suara babi hutan yang mungkin kedinginan karena hujan, maklum di hutan, terang Pak Nur pada Vira. Saat itu Vira menjadi takut dan cemas. Tapi Pak Nur menyakinkannya bahwa tak apa apa, nanti juga pergi sendiri. Gubuk itu cukup aman dari banjir dan binantang buas terangnya lagi. Ada sedikit kelegaan di dada Vira saat itu. Namun kelegaannya tak berlangsung lama, dinding gubuk itu semakin kuat di gesek gesek babi hutan dan seperti di dorong dengan kuat.Vira semakin takut dan merapatkan diri ke arah Pak Nur. Ia takut sekali,
“Pak aku takut pak” suara Vira halus.
Lalu tanpa di suruh ia pun memeluk tubuh tua di sampingnya. Ia tak berpikir siapa laki laki itu. Toh saat itu ia amat ketakutan dan ia pikir biasa saja. Pelukan Vira di sambut Pak Nur dengan pelukan erat, seakan berusaha melindunginya. Di atas dipan itu kedua tubuh anak manusia berlainan usia itu berpelukan dengan sangat rapat. Pak Nur merasa lega karena dapat memeluk tubuh yang ia impikan selama ini dan sedang berusaha untuk menundukannya. Dengan perlahan Pak Nur membisiki Vira agar jangan terlalu takut, nanti juga pergi…terang pak Nur di telinga Vira sambil menghembuskan nafasnya yang hangat. Vira merasa nyaman saat itu,karena sedikit rasa takutnya hilang juga hawa hangat dari nafas pak Nur membuatnya terbuai. Bagi Pak Nur pelukan itu membuatnya merasakan dengan nyata tonjolan buah dada Vira di dadanya. Saat itu Vira masih terbalut kaos oblong, tapi nyata sekali rasa hangatnya oleh Pak Nur. Apalagi di malam dingin saat itu.Vira tak berprasangka apa apa pada Pak Nur saat itu. Benar apa yang dikatakan Pak Nur itu, perlahan tak terdengar lagi suara krasak kresek di dinding kayu gubuk itu. Namun yang terdengar justru suara hujan yang semakin deras dan angin yang kembali bertiup kencang. Itu dirasakan Vira saat melihat bagian dalam gubuk yang dihempaskan angin. Lalu Pak Nur berusaha melepaskan pelukannya pada tubuh Vira dan duduk berdampingan. Namun tampak Vira sedikit enggan melepas pelukannya mungkin karena hawa dingin dan rasa nyaman yang tiba tiba hilang.

Dalam hati Vira berkhayal seandainya saat itu ia hanya berdua suaminya alangkah indahnya melewati malam dengan suasana menegangkan dan menakjubkan berdua.Namun khayalannya terputus saat Pak Nur menutupkan kain panjang yang ada di sebuah lemari kecil di gubuk itu pada Vira.Kain itu tampak bersih dan sengaja di tinggal di lemari itu. Vira menerima kain panjang itu dan menutupkan ke tubuhnya agar tak merasa dingin, sekali lagi ia simpati pada Pak Nur yang amat melindungnginya dari hawa dinginnya malam. Lalu dibalutkannya kain itu ke bahunya.Pak Nur kembali duduk di sampingnya.
”masih dingin ya Bu Vira?” tanyanya.
“Sudah agak mendingan Pak” jawab Vira, “Terima kasih ya Pak? Bapak baik sekali pada saya” imbuhnya lagi.
“Nah jika ibu mau berbaring ya baring saja” kata Pak Nur lagi.
”belum pak, masih belum ngantuk” jawab Vira lagi.
”O,,begitu ya Bu” jawab Pak Nur lagi.
Pak Nur lalu memberanikan diri meraih bahu Vira yang terbalut kain panjang itu untuk rebah di bahunya. Vira pun menurut seolah tak mempermasahkannya. Ia merebahkan kepalanya di bahu pak Nur dan berusaha memejamkan matanya. Sebenarnya rasa ngantuk dan hawa dingin amat menyiksanya saat itu. Namun ia masih merasa jengah untuk mengakuinya pada Pak Nur. Saat Vira merebahkan kepalanya di bahu Pak Nur, tangan pak Nur berusaha membelai rambutnya yang sebahu dan harum itu. Aroma parfum mahal Vira masih kentara meski sudah bercampur dengan keringatnya siang tadi. Dari rambut belaian tangan Pak Nur turun ke pipi dan daun telinga Vira. Tampak pak Nur mulai merangsangi ibu muda ini dengan perlahan. Dari balik daun telinganya, elusan tangan Pak Nur terus turun ke tengkuk yang berbulu halus itu. Vira merasa geli dan terangsang. Dengan gelisah ia berusaha menurunkan kepalanya ke paha Pak Nur, tanpa berusaha melepaskan diri dari elusan itu.matanya masih tetap terpejam seolah tertidur, namun saat itu ia membayangkan suaminya yang melakukannya. Telah lama ia merasa gersang dan tak di sentuh suaminya dengan cara yang seromantis saat itu.

Pak Nur tahu apa yang harus ia perbuat untuk menaklukan ibu muda ini.Selain itu semua ini adalah sudah di rencanakannya dengan rapi dan di restui istrinya.Maka Pak Nur dengan sepenuh hati akan berusaha mewujudkan keinginannya malam itu.Dan selama ini segala rangsangannya tak di tolak Vira maka berarti tak menemui kendala.Merasa kurang lancar usahanya mengelus Vira ,lalu pak Nur membangunkan tubuh Vira dan menyuruhnya berbaring saja di dipan.”Bu,,,berbaring saja ya?Ibu terlihat capai sekali”terang Pak Nur berbasa basi,padahal posisi Vira tadi tak membuatnya nyaman bekerja.Saat Vira sudah berbaring dan menghadap ke dinding membelakangi Pak Nur.Pak Nur pun berbaring di belakang Vira,dan dipan cukup untuk dua orang.Tangannya kembali membelai rambut hingga ke daun telinga Vira.Tampak Vira kegelian dan menangkap tangan Pak Nur untuk berhenti.Namun Pak Nur tetap berusaha membelai belai tengkuknya.Rasa geli dan gairah yang mulai timbul membuat Vira memegang jari tangan Pak Nur dengan erat.vira seakan ingin menghentikan elusan laki laki yang bukan suaminya itu.Saat di pegang oleh jari Vira,pak Nur membiarkan saja di genggaman tangan halus itu.Ia pun mengalirkan hawa hangat dengan membalas genggaman itu. Saat Vira mengenggam tangan Pak Nur,Vira pun membalikkan tubuhnya dan bangun dari baring.Ia lalu melepaskan tangan itu dengan hati hati takut menyinggung perasaan Pak Nur.Vira lalu duduk dan bersandar di dinding gubuk itu.Dalam temaram cahaya lampu,ia tak ingin tidur malam itu.Ia merasa kuatir nanti salah langkah dan berbuat yang terlarang dengan laki laki tua itu,bagaimanapun ia masih memiliki rasa cinta kepada suaminya.Namun hal tadi membuatnya sedikit bimbang. Rabaan jari pak Nur di tengkuknya mampu memercikan api gairah dalam dirinya. Sebagai seorang wanita terhormat dan berpendidikan ia merasa tak selayaknya membiarkan hal tadi terjadi. Namun semua rasa ego di dirinya berperang dengan rasa bathinnya yang kering kerontang. Di lain pihak Vira amat menghormati Pak Nur juga istrinya, dan di pihak lain hatinya juga berkata mereka adalah orang lain dan bukan apa apanya. Di saat kebimbangan itu ,pak Nur pun bangun dari berbaring dan berada di sampingnya.
”ada apa Bu Vira?” tanyanya
” Nggak ada apa apa koq Pak?” jawab Vira, “saya hanya merasa kan dingin dan ingat suami”, jelas Vira menutupi kegugupannya.

Pak Nur bukanlah laki laki biasa.Ia dapat membaca apa yang dipikirkan istri Haryadi itu.Tangannya meraih jemari Vira yang masih melingkar cincin perkawinan itu. Sambil mengusap jari itu, Pak Nur menciuminya. Pak Nur ingin Vira sadar bahwa ia juga dicintai Pak Nur. Melihat Pak Nur menciumi jemarinya yang melingkar cincin berlian perkawinan itu, Vira berusaha menarik tangannya. Namun tak bisa karena kuatnya genggaman tangan Pak Nur. Ia hanya memicingkan mata tak kuat melihat moment itu. Vira adalah wanita dewasa dan mengerti arti dari perbuatan Pak Nur saat itu, bahwa Pak Nur menyukai dirinya. Tak ada suara yang terdengar di antara mereka saat itu,yang terdengar hanya suara hujan yang membasahi gubuk itu. Pak Nur lalu meraih wajah cantik Vira dan memandang matanya.
”Bu Vira,,,boleh saya menciumi ibu?” tanyanya.
Vira tak bisa menjawab sebab ia menjadi serba salah dan takut menyinggung perasaan orang tua yang amat berjasa padanya dan suaminya itu. Selain itu ia masih risih jika menyiyakan atau menolak. Sikap diam Vira ditanggapi Pak Nur sebagai persetujuan, pria itu lalu mendekatkan mulutnya yang bau dan agak dower itu ke bibir mungil Vira. Tak ada pemaksaan dari Pak Nur atau penolakan dari Vira saat itu. Saat bibir laki laki itu menyentuh kulit bibirnya, Vira hanya mampu memicingkan mata. Ia hanya diam pasrah menerima jejelan bibir tebal itu di mulutnya. Perlahan Pak Nur mulai mengulum dan mengecup bibir milik ibu muda itu. Vira seakan menikmatinya dengan menerima secara pasif kuluman itu. Perlahan lahan ia mulai terbakar gairah.Vira mulai membalas belitan lidah Pak Nur dan menerima hisapan lidah Pak Nur di mulutnya. Ia mulai tak peduli dengan bau busuk yang keluar dari mulut laki laki itu. Dalam keasikan kedua manusia berlainan jenis itu berciuman dan saling mengulum, tangan Pak Nur pun ambil kesempatan. Seakan tak mau kalah, jari jari pak Nur menyasar ke dada Vira dan memilinnya dari luar kaosnya. Saat itu Vira seperti tersiram air dingin ia sadar dan menolakkan tubuh Pak Nur. Sambil menepiskan tangan Pak Nur dari dadanya ia juga menghapus air ludah yang sudah belepotan di bibirnya.

Dengan mimik wajah sedikit malu dan kesal ia menatap mata Pak Nur. Ia tak menduga sama sekali Pak Nur akan seberani itu meraba dadanya. Padahal tadi ia mau menerima ciuman bibir Pak Nur hanya karena rasa terima kasih dan simpatinya atas segala bantuan Pak Nur kepadanya selama ini. Tindakan Pak Nur tadi membuatnya sadar bahwa ia masih punya suami.
”maaf pak…kita tak boleh melewati batas seperti tadi” jelas Vira tegas.
“Maaf Bu…” jawab pak Nur.
Pak Nur juga kaget atas penolakan Vira barusan padahal ia merasa yakin akan mendapatkan tubuh Vira saat tadi. Ia baru memulai dan selama ini ia tak pernah menemui masalah dan hambatan untuk menggauli wanita. Dengan Vira ia merasa menemui jalan buntu dan ia harus memutar otak lagi untuk menaklukkannya. Pak Nur turun dari dipan itu dan berjalan ke arah pintu. Pintu ia buka dan keluar gubuk sedangkan saat itu masih hujan. Vira hanya memperhatikan tingkah laki laki tua itu, ia merasa sedikit kekuatiran akan ditinggal di dalam gubuk sendirian malam itu. Dalam hati Vira bertanya apakah Pak Nur tesinggung dengan penolakannnya tadi. Vira lalu turun dari dipan dan keluar gubuk ingin tahu apa yang dikerjakan Pak Nur. Sesampai di pintu ia melihat Pak Nur berdiri sambil memegang kemaluannya dalam posisi membelakangi pintu. Rupanya Pak Nur selesai buang air kecil dan sedang mengancingi celana panjangnya. Saat ia membalik ke arah pintu ia mendapati Vira sedang berdiri di pintu. Vira sedikit gugup dan merasa malu karena ia sempat memperhatikan saat Pak Nur buang air kecil tadi.
”ada apa Bu?” tanya pak Nur, “apa ibu ingin buang air kecil juga?”
“Oh…tidak Pak..tadi saya kira bapak akan ke mana hujan hujan begini” jawab Vira gugup.
“O..saya lagi pingin kencing keluar bu, di sini jambannya jauh apalagi hujan begini jadi nggak sempat ke sana”, terang Pak Nur, “Ayo bu…masuk lagi di sini dingin sekali”.
Vira berjalan duluan ke dalam gubuk dan menghenyakkan pantatnya di dipan. Sementara pak Nur terlihat kembali menutup pintu gubuk dan memalangnya.

Malam itu masih hujan,hawa dingin di luaran tadi mampu membuat tulang seakan rontok. Temaram cahaya lampu minyak seakan menambah suasana lain di dalam gubuk kayu itu. Di atas dipan yang beralaskan busa tipis itu Vira duduk menyandar dan mengatupkan kedua tangannya karena dingin. pak Nur berjalan kearah Vira yang meringkuk karena dingin di dipan kayu itu.
”Dingin amat malam ini Bu” kata Pak Nur membuka percakapan.
“ya pak” jawab Vira, “tapi di sini apa banjir Pak?” tanya Vira
”tidak mungkin banjir Bu…selain tempat ini tinggi, di hutan ini tak pernah banjir, tapi ibu jangan kuatir, pondok ini cukup tinggi dan aman dari binatang buas kan lantainya dari kayu yang cukup aman dari tanah” terang apak Nur.
Pak Nur pun duduk berdampingan dengan Vira. Suara hujan yang membasahi pondok itu masih jelas terdengar. Melihat Vira yang semakin kedinginan pak Nur berusaha merapatkan tubuhnya ke tubuh ibu muda itu.
”Agar ibu tak kedinginan ibu boleh ke pangkuan saya aja bu” tawar pak Nur.
Vira masih tak merasa enak sebab ia tak ingin kejadian tadi terulang,namun belum sempat ia menjawab, pak Nur sudah memeluk tubuhnya ke dalam pelukannya. Vira tak kuasa menolaknya sebab selain perasaan dingin yang mendera saat itu adalah saat tubuhnya istirahat. Apalagi hawa hangat yang terpancar dari tubuh pak Nur membuatnya nyaman dalam pelukan laki laki tua itu. Vira pasrah saja saat Pak Nur memeluknya erat sambil meraih kedua jemari tangannya. Vira hanya memejamkan matanya merasakan hawa hangat yang amat ia butuhkann saat itu. Perlahan ia merasakan pipinya di belai jemari kasar Pak Nur. Vira hanya membuka matanya sebentar kemudian ia mengatupkan matanya lagi seolah menginzinkan Pak Nur membelai pipinya yang putih mulus itu. Tak perlu membuka matanya lagi, Vira merasakan jari tangan Pak Nur membelai belai balik telinganya dan tengkuknya. Di sana ia rasakan hangat yang mampu menaikkan gairahnya.

Di telinganya Vira mendengar permintaan halus dari Pak Nur untuk menciumi bibirnya lagi.
”Buuu..Vira,,saya cium lagi boleh kan?” itulah pertanyaan yang sayup terdengar di telinganya.
Vira hanya melihat sebentar kearah Pak Nur namun tak menjawabnya. Bagaimanapun ia sebagai wanita tak mungkin menjawab suatu permintaan atau permohonan dari laki laki yang bukan suaminya itu. Perlahan tapi pasti, kembali bibir mungil Vira merasakan jelajahan bibir kasar milik Pak Nur. Awalnya perlahan dan hati hati, namun kemudian maju masuk ke dalam rongga mulutnya. Memang Vira sempat membaui bau yang tak sedap dan seakan mau muntah oleh aroma mulut Pak Nur, namun ia tak sempat menolak atau meludah. Vira hanya menerima olahan dan jelajahan lidah Pak Nur yang bermain di dalam rongga mulutnya. Ini kali kedua bibirnya di jelajahi bibir laki laki lain selain suaminya. Bibir Pak Nur adalah yang kedua kalinya setelah tadi sore. Lambat laun karena olahan dan ciuman bibir Pak Nur yang semakin panas mau tidak mau Vira pun membalasnya. Ia tak lagi memandang dengan siapa ia berciuman bibir saat itu. Vira pun membalas setiap belitan dan tarikan nafas dari mulut pak Nur. tak sadar Vira pun menghirup ludah pak Nur begitu juga sebaliknya. Aktifitas kedua kedua orang yang berlainan jenis itu mampu menghangatkan tubuh keduanya dan Vira tak merasa kedinginan lagi. Keasikan dua orang yang memiliki nafsu terpendam itu semakin menjadi jadi.Pak Nur pun seakan di beri lampu hijau untuk melakukan hal lain kepada tubuh ibu muda itu. tak perlu izin dariVira, tangan Pak Nur pun akhirnya aktif membelai buah dada yang masih tertutup kaos Vira. Tanpa izin dari pemiliknya jari tangan Pak Nur seolah punya mata terus membelai dan sedikit meremas agar tubuh Vira semakin terbakar birahi. Vira pun seakan tak peduli lagi area sensitif di tubuhnya dijamah tangan asing milik pak Nur, padahal selama ini ia hanya mengizinkan suaminya seorang. Tiada penolakan dan perlawanan dari Vira saat itu.pak Nur yakin tak lama lagi Vira akan merengek rengek minta di mesrai kepadanya.

Penerimaan tubuh Vira membantu memperlancar tindakan Pak Nur. Kaos tipis yang melekat di tubuh sintal dan mulus Vira ia angkat dan lepaskan. Vira pun seakan membantu melepaskan busana luarnya saat itu, tak sulit memang. Kaos luar Vira pun akhirnya lepas dan tersisa bra halus yang menutupi gundukan buah dadanya yang berukuran 34b. Vira sempat menutupkan kedua tangannya di dadanya. Ia seakan malu dan jengah dilihat Pak Nur dalam keadaan seperti itu. pak Nur tak ingin membuka kedua tangan yang menutupi dada Vira. Ia hanya merayap dan menciumi leher putih mulus yang teruntai kalung emas.Bibir kasar pak Nur melata di leher jenjang milik Vira.Vira merasa gelid an akhirnya hanya meraih kepala Pak Nur yang berada di lehernya saat itu.Ia lupa menutup buah dadanya dengan tangannya.Pak Nur lalu terus turun dan menciumi belahan dada yang masih tertutup bra putih itu.Tubuh putih mulus Vira semakin tak mampu menahan percikan yang di baker pak Nur.Tubuh Vira seolah menurut setiap gerakan dari jemari pak Nur. Jujur dalam hatinya Vira tak menerima perlakuan laki laki tua itu pada dirinya, namun rasa gersang dan haus belaian yang ia alami akhir-akhir ini membuatnya menurut saja. Pak Nur tak membuang waktu berlama lama, tangannya dengan cekatan berhasil melepas pengait bra milik Vira.Vira terlihat kaget dan malu.
”ah,,,pak…saya malu” jeritnya sambil menutup kembali payudaranya yang putih mulus bergelayut di dadanya saat itu.
”jangan malu Bu Vira,..kan hanya kita berdua di sini” jawab Pak Nur menyakinkan Vira.”ibu tak akan saya sakiti” terangnya lagi.
Vira tahu arah tujuan kata kata Pak Nur. Namun ia tak mencegah semuanya itu terjadi sebelum terlambat. Vira seolah telah tersihir oleh kata kata yang diyakinkan Pak Nur. Kini Vira malah semakin menyerahkan tubuhnya dibaringkan Pak Nur di dipan yang dilapisi busa itu. Ia hanya memicingkan matanya menanti yang akan dilakukan laki laki tua itu pada tubuhnya. pak Nur membaringkan tubuh Vira yang lemah dan telah menurut itu. Lalu pak Nur pun berusaha melepas celana panjang yang dikenakan Vira saat itu. Tak susah memang celana panjang itupun lepas dari tubuh pemiliknya.

Kini di atas dipan kayu itu tubuh Vira perlahan ditelanjangi Pak Nur. Vira tak tahu kenapa ia kini malah membiarkan tubuhnya ditelanjangi orang yang bukan suaminya itu. Padahal jauh di lubuk hatinya ia tak menginginkannya. Selepas dilucuti celana panjangnya kini, pak Nur menaiki dipan kayu itu. Vira kaget karena entah sejak kapan pak Nur sudah bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana dalam saja. Di tubuh telanjang pak Nur terlihat penuh tattoo yang melambangkan bahwa ia adalah tetua di daerah itu. Di antara tattoo di tubuh Pak Nur ada sebuah tattoo salib yang berada tepat di bawah pusarnya. Vira tak sanggup lagi memandang tubuh Pak Nur lebih ke bawah lagi sebab ia merasa jengah melihat organ intim milik Pak Nur yang juga ditumbuhi bulu bulu lebat itu. Vira tadinya hanya merasakan tubuhnya dibuka satu persatu. Pak Nur sudah berada di atas dipan berdua dengan sosok mulus dan bugil tubuh Vira. Perlahan pak Nur kekmbali membelai dan menciumi bibir lalu turun ke arah buah dada Vira yang sudah terbuka seutuhnya itu. Benda putih salju itu seakan tak mampu menolak gigitan halus dan remasan tangan kasar penuh tato milik Pak Nur. Vira hanya menggelinjang kegelian dan sesekali melenguh karena gairah. Tangannya pun meraih kepala Pak Nur yang hanya sedikit rambut itu. Bau tubuh pak Nur seolah menambah energi nafsu Vira saat itu. Lelehan keringat keduanya seakan membakar nafsu keduanya dan kedua tubuh itu basah bukan karena hujan di luar namun karena aktifitas keduanya di atas dipan kayu itu.Vira tak lagi berpikir dengan siapa ia bermesraan saat itu yang ada di kepalanya saat itu adalah Que sera sera (Terjadi terjadilah) Toh kini ia sudah hampir telanjang seutuhnya oleh Pak Nur padahal selama ini ia paling anti untuk menjalain hubungan dengan pria lain selain suaminya. Selama saat kuliah saja Vira tak pernah mengizinkan pacarnya saat itu menciuminya. Ia terlalu yakin nanti akan memberikan cinta dan tubuhnya seutuhnya pada suaminya seorang dan laki laki yang menjadi suaminya adalah Haryadi yang ia kenal melalui perjodohan oleh keluarganya. Kini ia tak mengetahui apa yang menyihirnya sehingga menerima semua perlakuan pak Nur pada dirinya yang tak lama lagi akan menghancurkan statusnya sebagai istri setia .Vira tak sanggup lagi berpikir yang sulit sulit saat itu.

Penerimaan Vira terhadap pak Nur menambah semangat pria itu untuk memperlakukannya dengan sebaik baiknya malam itu. Ciuman dan gigitan pak Nur di leher dan buah dada Vira seakan minyak yang membakar api birahinya saat itu. Vira seolah kembali menemukan dunianya yang hilang selama ini. Dengus dan rintihan seolah minta agar pak Nur menuntaskan gairahnya disadari pak Nur. Meski saat itu di mata Vira terpejam dan ada lelehan air mata disudutnya. Namun pak Nur tahu itu adalah permintaan yang tulus dari seorang wanita matang dan dewasa itu. Ia akan memberikan apa yang diingini wanita cantik istri Haryadi. Apalagi Pak Nur juga beranggapan ia sudah memberikan seorang wanita pada Haryadi dan Haryadi juga harus membalasnya dengan merelakan Vira untuknya. Itulah yang ada di benak Pak Nur. Sejauh ini Vira tak mengetahui apa yang terjadi dengan suaminya yang telah terjerat gadis di pulau itu. Sedangkan dirinya saat ini benar benar tak mampu berpikir jernih lagi sebagai wanita terpelajar, terhormat dan memiliki seorang suami. Vira seolah menyerah bulat bulat pada Pak Nur yang seorang laki laki asli pulau itu dan memiliki kekuasaan dan pengaruh di pedalaman itu. Pada saat itu Pak Nur tetap sibuk membakar nafsu Vira agar dapat dengan mudah ia eksekusi. Pilinan dan remasan tangan Pak Nur perlahan di kedua buah dada ibu muda itu mampu membuat Vira semakin larut. Pilinan tangan dan jilatan berpengalaman laki laki tua itu mengalahkan pengalaman yang dimiliki Vira selama ini. Apalagi selama ini Vira hanya di perlakukan monoton oleh suaminya dalam berhubungan badan. Vira semakin terjerat oleh alunan gelombang yang di pancarkan jari tangan Pak Nur di sekujur tubuhnya. Pak Nur tahu dan mengerti Vira amat butuh bimbingannya saat itu. Tiba tiba pak Nur berhenti dan terlihat ia mengambil patung salib yang berada di dinding pondok itu. Patung itu ia turunkan dan letakkan di dinding sejajar dengan kepala Vira. Kemudian terlihat Pak Nur seolah berdoa dan berkomat kamit yang tak jelas di dengar Vira. Saat itu Vira hanya memejamkan mata dan hanya menunggu apa yang akan terjadi malam itu. Kemudian pak Nur mengambil air yang berada di sebuah bejana yang berada di dalam kotak kecil di dinding itu. Air itu di percikan ke tubuh Vira mulai dari atas kepala hingga ke kaki Vira. Mata Vira terbuka dan terkejut karena dinginnya air yang di percikan Pak Nur saat itu.

Dengan suara halus dan seolah menahan sesuatu Vira bertanya,
”air apa itu Pak Nur? dingin sekali” kata Vira.
Lalu dijawab pak Nur, “itu air suci agar kamu bisa tenang pikiran dan tak diganggu oleh pikiran pikiran negatif” terang pak Nur lagi.
Mendengar keterangan pak Nur Vira pun diam dan kembali memejamkan matanya. Percikan air tadi adalah ritual yang biasa dilakukan Pak Nur pada setiap wanita yang akan ia gauli dan biasanya setelah ia percikan air itu, wanita itu akan menurut pada tutunan dan bimbingan laki laki yang akan menggaulinya saat itu. Selesai ritual itu, Pak Nur kembali menyapu bibir Vira dan disambut Vira dengan penuh nafsu. Bulu bulu di tangannya seolah berdiri setelah disiram air percikan tadi. Kuluman dan jelajahan lidah pak Nur di rongga mulut Vira mampu mkembali menggiringnya mengikutinya. Sedang tangan Pak Nur tak tinggal diam. Dengan intens jarinya kembali meremas dan memilin buah dada putih yang kini sudah di beri cupangan tanda oleh pak Nur.Vira pun menyorongkan dadanya ke arah bibir Pak Nur yang kini sudah di lehernya sambil mengigit kecil.
“Aduh pak….mmmm….Pak…pak!!” hanya itu yang terdengar dari mulut Vira.
Vira lalu meraih kepala Pak Nur seolah tak mau ditinggalkan oleh gigitan dan jilatannya. Kini ia serasa amat membutuhkan Pak Nur dan rasa gatal di organ pusat kewanitaannya minta dibelai. Sejauh ini Pak Nur belum mau menganggu bagian intim Vira itu. Ia hanya bermain di sekitar dada dan leher belakang Vira yang putih bak pualam itu. Sesekali ia jilat juga liang telinga wanita cantik itu. Vira semakin tak sabar oleh langkah dan tindakan Pak Nur. Ia semakin merengek dan menghentakkan kakinya. Tak lama kemudian tangan Pak Nur turun kearah bawah pusar Vira yang masih tertutup cd putih itu. Sempat dilihat pak Nur selangkangan Vira itu mulai basah oleh cairan dari dalam tubuhnya padahal saat itu memang kedua tubuh mereka sudah amat basah dan licin oleh keringat. Tangan pak Nur masuk dari atas karet cd Vira, salah satu jari telunjuknya mencari celah yang terasa agak sempit itu. Terasa oleh Pak Nur ada cairan lengket yang mulai merembes keluar. Vira merasakan jari pak Nur masuk ke areal intimnya terkejut sdan kaget.

Dengan melepaskan tangannya dari kepala Pak Nur, tangan putih yang ditumbuhi bulu bulu halus dan melingkar gelang emas itu berusaha menarik keluar tangan Pak Nur dari organ kewanitaannya itu. Namun apalah daya Vira saat itu, selain ia sudah terbakar nafsu dari Pak Nur ia pun berada di posisi sulit saat itu. Kini tangannya hanya mampu memegang pergelangan tangan Pak Nur yang asik di dalam celana dalamnya. Tak hanya jari telunjuknya yang masuk ke celah vagina Vira, jari tengah pak Nur yang kokoh itu juga masuk. Vira hanya mampu menahan gairah yang tak lama lagi akan memuntahkan lahar dari liang sempitnya. Dan memang tak lama kedua jari Pak Nur asik memilin daging kecil di celah milik Vira itu. Tiba tiba Vira menjerit dan tubuhnya menegang.
“Awww,,,,ughhh,…Pak ampun….uhhhhhhhh,,,,uh.uh!!” dengan putus putus suara itu keluar dari mulut Vira.
dari jarinya pak Nur tahu Vira sudah orgasme dan di jari tangannya dibasahi lendir orgasme Vira. Tubuh ibu muda cantik itu kemudian melemah dan telentang di dipan dengan memejamkan mata menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan dari jari tangan Pak Nur. Pak Nur lalu menarik keluar jari tangannya dari liang vagina Vira. Tampak kedua jarinya basah oleh lendir kenikmatan Vira. Pak Nur lalu menjilat kedua jarinya hingga bersih, Vira sempat melihat perbuatan Pak Nur itum jauh di lubuk hatinya Vira amat merasa aneh dengan kelakuan laki laki tua itu, selama ia berhubungan dengan suaminya yang ia cintai belum pernah ia melihat kejadian yang seperti itu. Ia merasa Pak Nur amat menghargainya dan mampu memberinya kenikmatan sexual yang tak didapatnya dari suaminya, meski saat itu ia tak melakukan coitus. Pak Nur lalu sedikit menjauh dari tubuh Vira. Rupanya ia melepas celana dalamnya.dari temaram cahaya lampu dinding di pondok itu, tersembulah kelamin Pak Nur yang amat panjang dan besar seperti ular pyton itu. Kelamin Pak Nur seolah belum bangun saat itu. Vira tak menyadari bahaya yang akan ia alami malam itu. Bisa saja ia akan mengalami pingsan jika bersebadan dengan laki laki itu, namun sejauh itu ia masih terdiam dan tertidur menikmati saat orgasme yang jarang ia alami.

Pak Nur menuju kearah Vira dan menangkupkan kedua tangannya ke buah dada yang sudah sering ia pilin tadi. Pilinan dan remasan itu membuat Vira kembali terbangun dari mimpinya. Vira merasakan lidah pak Nur melata di sekujur tubuhnya. Mulai dari kakinya hingga ke pusar dan melewati vaginanya. Jilatan lidah pak Nur tanpa jijik sedikitpun terus beranjak hingga ke buah dada dan leher juga jidatnya yang sudah mengering.Vira merasakan jilatan pak Nur seperti api yang kembali membakar nafsunya. matanya kembali terbuka meski dengan pandangan sayu dan letih setelah orgasme tadi. Sejauh ini ia belum melihat senjata pamungkas milik pak Nur sedang mengancamnya. Pak Nur lalu berusaha melepas celana dalam putih Vira yang basah oleh keringatnya. Vira tampak agak keberatan karena saat itu kesadarannya seakan mulai kembali, namun Pak Nur dengan sedikit paksaan berhasil melepas benda terakhir di tubuh istri Haryadi itu. Kini Vira sudah tak tertutup apa apa lagi. Tubuh putih mulusnya sudah terbuka semuanya seperti bayi dewasa yang putih bak pualam itu. Tanpa terdengar oleh Vira karena hujan kembali deras malam itu, pak Nur berdecak kagum melihat kesempurnaan tubuh indah milik Vira itu. Ia amat mengagumi keindahan yang ada di tubuh yang kini tergolek di dipan kayu itu.Tubuh putih itu seolah minta dikasihi dan dilindungi dari gangguan udara dingin malam itu. Vira hanya berusaha merapatkan kedua kakinya. Meski tadi organ kewanitaannya telah dicabuli oleh jari Pak Nur. Namun hanya itu yang bisa ia lakukan untuk melindungi benda miliknya yang berharga itu. Pak Nur amat bersyukur dan sempat berdoa dengan karunia yang ia dapatkan itu. Ia amat berharap dapat membimbing Vira untuk bersama sama mengarungi malam itu berdua dengannya untuk melaksanakan persebadanan. Dari temaram cahaya Vira hanya mampu menunggu saat saat yang akan membawanya ke mana tujuan Pak Nur saat itu. Ia tak tahu lagi bagaimana untuk menggagalkan uasaha laki laki yang ia kenal di pulau itu, padahal saat itu ia amat membutuhkan pertolongan suaminya agar ritual malam itu gagal. Namun suami yang ia harapkan membantunya malam itu, tanpa sepengetahuannya kini sedang berada di atas tubuh wanita lain.

Melihat Vira diam dan memejamkan mata, Pak Nur meraih tangan halus ibu muda itu.Ia membawa tangan Vira ke arah kemaluannya untuk dipegang Vira sebagai pengenalan terhadap benda miliknya. Saat Vira memegang benda yang mulai mengeras seperti tonggak kayu itu, ia tersadar itu adalah kelamin milik Pak Nur. Vira buru buru melepaskan pegangannya. Ia kaget tak mengira benda milik Pak Nur sepanjang dan sebesar itu. Amat asing baginya, selama ia praktek kedokteran dulu tak pernah ia menemui benda yang sekuat dan sepanjang itu. Diam diam dalam dadanya berperang rasa takut dan jijik jika benda itu memasuki dirinya. pak Nur sadar itu amat berat bagi Vira, apalagi kini ia menyadari kemaluannya amat panjang dan besar namun ia tetap akan melakukannya juga malam itu bersama Vira. Lalu Pak Nur pun tak lagi memaksa Vira memegang kemaluannya.Pak Nur lalu menciumi bibir Vira agar pikiran ibu muda itu rileks kembali.Rabaan dan pilinan didada Vira mampu mengembalikan nafsu gairah Vira kembali.Pak Nur lalu menuangkan kembali air dari bejana tadi ke kepala Vira hingga kakinya. Seolah mendapatkan pengaruh dari air itu, Vira kembali diam dan menurut apa yang dilakukan Pak Nur. Pak Nur menarik tangan Vira ke arah kemaluannya untuk di pegang. Aneh, kini Vira tak lagi ketakuatan dan kuatir.Tangannya memegang batang kemaluan Pak Nur dengan erat. pak Nur menikmati tangan halus milik ibu muda itu memegang kemaluannya.Pak Nur lalu mengulum bibir dan leher Vira, lalu di telinga putih yang bergiwang berlian itu, ia membisiki Vira
“Bu…sekarang apa sudah siap untuk kawin?” bisik Pak Nur.
Seolah bisikan itu adalah permintaan dari suaminya,Vira hanya membuka sedikit matanya lalu terpejam kembali. pak Nur tahu itu adalah persetujuan Vira yang diucapkan dengan isyarat padanya. Persetujuan yang didapat Pak Nur dari Vira itu menggembirakan laki laki tua itu.Lalu ia angkat kedua kaki Vira hingga terkuak liang sempit yang pernah dipakai Haryadi, suaminya.

Dengan lidahnya ia jilati telapak kaki Vira berulang ulang hingga ke pangkal pahanyanya yang putih sulit di ungkap dengan kata kata itu. Liang kewanitaan Vira ditumbuhi bulu bulu halus tertata rapi dan indah. Tampak pemiliknya amat memelihara dan menjaga area kewanitaannya. Selain itu kulit tubuh Vira amat terawat tak sama dengan kulit wanita di pulau itu. Jilatan dan permainan lidah pak Nur diliang kewanitaan Vira membuatnya tak melihat dirinya lagi. hentakan kakinya di kepala pak Nur seakan menambah nafsu pria itu untuk memesuki celah itu.
“Aduh….pak…ampun….pak…sud ahhhh pak!” hanya itu yang keluar dari bibir mungil Vira.
Liang itu kemudian mulai berlendir siap untuk dimasuki kemaluan pak Nur. pak Nur memposisikan dirinya sejajar dengan tubuh Vira. Kedua paha Vira dibukanya untuk memudahkan ia masuki. Sesaat sebelum memasuki liang itu Pak Nur kembali berdoa. Sebelum memasuki liang Vira, pak Nur membuka kulit yang menutupi topi bajanya. Sebab kemaluannya memang tak disunat. Dan perlahan benda panjang miliknya mulai meretas jalan. Sedetik mulai berlalu, Pak Nur dengan kesabaran memasuki liang sempit itu. Agak sulit memasuki liang milik Vira. Kedua tangan Vira ia raih dan jari jarinya ia pegang dengan kedua tangannya dengan poisi membuak.
“Aw,,,,aw,,,aduhhhh..Pak….jang an pak jangan dipaksa pak!!” jerit Vira saat pertemuan kelamin keduanya, padahal saat itu baru kepalanya saja yang masuk.
Saat itu Pak Nur seperti memerawani seorang gadis. Jerit sakit dan pegangan Vira di tangannya ditahan Pak Nur dengan kuat. Dengan sedikit dorongan agak kuat pak Nur berusaha menembus liang sempit itu dan memang kemaluan pak Nur seperti merobek sesuatu, di dalam kemaluan Vira.Rupanya selama ini Vira tidak seutuhnya di perawani oleh suaminya. Selaput daranya termasuk agak tebal dan apalagi Haryadi juga tak intens menggauli istrinya itu. Jadi Vira masih sebagai gadis perawan hingga di masuki kemaluan Pak Nur. Jerit sakit dan dengus tertahan keluar dari mulutnya. Sekujur tubuhnya telah mandi keringat karena selain nafsunya yang telah terbakar juga ia melepas kegadisannya saat itu.

Pak Nur amat berpengalaman tentang itu dan mulut mugil yang menggairahkan itu ia sumbat dengan bibirnya. Vira hanya bisa meneteskan air mata karena berbagai sebab dan salah satunya karena saat itu ia tidur dan disebadani laki laki lain. Bagi Pak Nur itu wajar saja Vira menangisi dirinya saat itu. pak Nur belum menambah masuk kemaluannya ke liang Vira saat itu hanya sebagain saja. Ia ingin melihat ekspresi wajah cantik itu merasakan detik detik ia masuki. Kemudian tak terdengar lagi tangis sesegukan Vira. Kini Vira sudah menuruti kemauan Pak Nur. Pak Nur melanjutkan mendorong dan tak butuh waktu lama, dengan jerit tertahan di mulut Vira, semua batang kemaluan Pak Nur amblas. Pak Nur kembali mendiamkan poisinya saat itu. Ia lalu membisiki Vira
”Bu Vira, kini kita sudah kawin, apa ibu rela?” tanya Pak Nur.
Vira tak menjawab dan hanya memejamkan matanya saja saat itu. pak Nur tak membutuhkan jawaban bibir Vira saat itu. Penyerahan diri Vira malam itu saja sudah merupakan tanda baginya bahwa wanita itu tak lagi menolak keinginannya. pak Nur lalu melanjutkan dorongan maju mundur kemaluannya kedalam liang sempit milik Vira. Berulang ulang ia masuki dan keluarkan kemaluannya yang perkasa itu dari liang kewanitaan ibu muda itu. Yang terdengar hanya dengus Vira dan suara paha keduanya yang beradu hingga menambah semnagat Pak Nur menggagahinya. Vira akhirnya orgasme dengan mencengkram bahu Pak Nur dengan amat kuat hingga pria itu merasakan sedikit perih di bahunya. Namun pak Nur sadar Vira sudah melalui masa terence nya. Tubuh putih itu lunglai dan melemah pasrah kalah. pak Nur tetap saja memasukan kemaluannya ke dalam liang Vira hingga ia sempat minta berhenti.
”sudah pak….saya gak kuat lagi…ampun pak!” suara permohonan Vira pada Pak Nur.
Namun sebagai laki laki perkasa dan kuat Pak Nur tak begitu saja mau menuruti permintaan ibu muda cantik itu. Berulang ulang ia maju mundurkan kemaluannya di dalam rahim Vira hingga Vira sempat menjerit sakit dan terdiam pingsan. Meski Vira saat itu pingsan Pak Nur masih terus memaksa masuk ke kelamin Vira hingga ia pun membasahi rahim ibu muda itu dengan cairan pembuat bayi miliknya. Pak Nur ingin mebuahi rahim Vira saat itu. Bagaimanapun ia ingin melihat bagaimana jadinya jika Vira hamil oleh benihnya. Dalam keadaan pingsan itu, Pak Nur sempat melihat ke batang kemaluannya ada sedikit noda darah. Ya noda itu adalah noda keperawanan Vira yang masih utuh dan Pak Nur yang mengambilnya. Pak Nur adalah laki laki kedua yang berhasil mengambil keperawanan Vira, dengan kemaluannya yang cukup besar dan panjang itu.Ada kebanggaan tersendiri di diri pak Nur saat itu.

Malam itu perkawinan kedua mahluk berlainan suku,dan usia juga agama itu terlaksana dengan lancar tanpa hambatan.Pak Nur amat berbahagia atas karunia yang ia dapat. Ia sangat bersyukur karena telah berhasil membimbing Vira dalam persetubuhan malam itu. Pak Nur pun berdoa agar Vira bisa jadi miliknya selama di pulau itu. Pak Nur pun akhirnya tertidur dengan berpelukan dengan tubuh telanjang Vira seperti suami istri yang baru saja menjalani malam pertamanya. Subuh harinya keduanya terbagun, masih membekas di mata Vira sisa sisa tangis dan penyesalan malam itu. Ia turun dari dipan namun dilarang Pak Nur.
”Bu Vira di sini saja dan jangan berjalan dulu, masih sakit kan?”imbuhnya.
Vira diam saja dan menag ia merasakan pangkal pahanya terasa nyilu dan sakit jika digerakan.Tiba tiba Vira sadar subuh itu ia tak berbusana. Dengan kedua tangannya ia tutup buah dadanya yang sudah merah merah itu. Pak Nur merasa iba pada Vira dan berusaha mencari kain di lemari. Rupanya dalam lemari masih ada kain batik dan diberikannya pada Vira. Kemudian ia mengumpulkan pakaian Vira yang tertumpuk di meja. Busana itu diserahkan pada Vira.
“Apa ibu mau mandi nanti?” tanya Pak Nur.
“nggak usah Pak” jawab Vira, “hujan kan sudah berhenti, bagaimana jika kita pulang saja?” sarannya lagi.
“Ya itu yang saya ingin bilang pada Ibu, namun apa ibu sudah kuat untuk berjalan?” tanya Pak Nur lagi.
”ya, bisa Pak, tapi bapak bimbing ya?” pinta Vira.
Pak Nur dan Vira akhirnya meninggalkan pondok kenangan itu pagi harinya. Selama perjalanan di atas perahu keduanya hanya diam membisu sesekali Pak Nur memandang Vira yang malam tadi ia sebadani. Tampak mata Vira menyimpan kesedihan dan bekas air mata. pak Nur membuka percakapan.
”ibu marah pada saya?”
Vira menukas, “marahpun sudah tak ada gunanya Pak, semua sudah terjadi” jawabnya singkat.
pak Nur kembali diam dan tak ingin memancing ibu muda itu tersulut emosi lagi. Beberapa jam kemudian mereka sampai di kediaman Vira setelah di bonceng Pak Nur dengan sepeda motor yang ia titipkan. Sesampai di rumah Vira langsung masuk dan Pak Nur pun kembali pulang.

Selama di rumah Vira mandi dengan sebersih bersihnya seolah menghilangkan noda yang menempel di tubuhnya. Setelah mandi ia pun makan makanan karena lapar yang menyerang juga karena aktifitas bersama paka Nur. Berbeda dengan pak Nur selama perjalanan pulang ia bersiul siul senang sebab dapat mewujudkan keinginannya pada Vira yang cantik. Tak sia sia usahanya selama ini. Setiba di rumah pak Nur disambut Bu Nur. Melihat sikap Pak Nur yang gembira itu, Bu Nur tahu, suaminya berhasil mewujudkan keinginannya.
”bagaimana Pak?,berhasil?” tanya Bu Nur.
”Ya, sukses Bu, apalagi Vira itu jarang digauli sumainya bu” terang pak Nur pada Bu Nur.
Tak sedikitpun wanita itu cemburu terhadap suaminya itu. Dengan demikian ia tak akan bekerja keras lagi melayani nafsu Pak Nur. Kini sudah ada Vira yang akan menggantikan posisinya. Bagi Bu Nur, merasa Pak Nur sudah kembali seperti sedia kala lagi dan berharap Vira bisa lama di pulau itu dan syukur syukur menetap. Itu adalah keinginan keluarga itu. Setelah kejadian ia dan pak Nur di pondok itu, Vira sedikit jadi pendiam, namun selama bersama suaminya ia tak mau memperlihatkan sikapnya. Ia biasa saja melayani suaminya, namun kini,ia merasakan hambar saja dan hanya menjalankan kewajibannya sebagai istri di tempat tidur. Vira tak merasakan puas lagi berhubungan bersama suaminya. Ia masih merasakan romantisme saat bersama Pak Nur. Meski saat itu ia melakukannya di sebuah pondok dan suasana pedalaman, namun kejadian itu mampu membuatnya utuh sebagai wanita dewasa. Begitu juga saat Haryadi pulang dari base camp dan mereka melakukan hubungan suami istri, hanya kehambaran yang dirasakan Vira saat bersama suaminya itu. Dalam hatinya Vira amat mengagumi keperkasaan Pak Nur dan cara pak Nur memperlakukannya amat mengesan di palung hatinya. Sekembalinya Haryadi ke base camp, Vira kembali kedalam rutinitasnya bersama Bu Nur di puskesmas. Sejauh ini Bu Nur tak mau bertanya atau menyinggung nyinggung kejadian Vira dengan suaminya. Vira pun sempat bertemu dengan pak Nur saat ia akan mengantar Vira ke rumahnya. Selama perjalanan dengan sepeda motor, Vira hanya diam tak mau membuka pembicaraan.Pak Nur tahu kejadian tempo hari amat memukul psikologis Vira yang memang wanita baik baik.

Sesampai di rumah Vira, pak Nur di tawari minum kopi.
”ngopi dulu pak?” basa basi Vira menghilangkan kekakuannya sambil membuka kunci rumah..
”boleh Bu, sudah lama saya gak minum kopi bikinan ibu” jawab pak Nur.
Kemudian keduanya masuk ke dalam rumah dan tanpa disuruh Pak Nur langsung duduk di ruang tamu. Sementara Vira terus ke arah dapur membikinkan kopi buat pak Nur. Tak lama kemudian Vira keluar dengan membawa segelas kopi dan sepiring kue kecil
“diminum kopinya Pak dan kue hanya ini yang ada” jelasnya
”Ah jadi merepotkan Bu”, sahut Pak Nur.
Vira tak menjawab lagi perkataan Pak Nur, ia hanya memperhatikan Pak Nur minum kopi bikinannya.
”Enak amat kopinya Bu”puji Pak Nur.
”ah..biasa saja koq pak” jawab Vira, “ini kopi saya beli di Padang bulan kemaren bersama Mas Haryadi” terang Vira, “bulan ini mas Haryadi tak bisa mengantar saya ke Padang, apa bapak Bisa menemani saya ke Padang minggu depan?” tanya Vira.
Memang Haryadi tak bisa menemani istrinya itu ke Padang sebab ada kesibukan yang tak bisa ia tinggalkan di base camp, malah Haryadi meyarankan istrinya minta bantuan Pak Nur atau Bu Nur ke Padang dan itu diizinkan suaminya. Mendengar permintaan Vira saat itu, Pak Nur langsung menyetujui sebab mana mungkin ia akan membiarkan Vira yang cantik itu naik kapal sendirian ia ingin menemaninya apalagi sudah diizinkan suami wanita itu.
“Bagaimana Pak?” tanya Vira.
“Baiklah Bu, saya bersedia ke Padang menemani ibu” jawab pak Nur lagi.
Di rumah Vira Pak Nur disuguhi kopi dan makanan kecil. Sambil menyuruh Pak Nur menghabiskan minumannya Vira minta diri untuk ke kamar sebentar. Pak Nur merasa itu adalah undangan Vira buatnya untuk ke kamar juga mengulangi kejadian beberapa hari yang lalu. Jika Vira marah padanya sejak kejadian itu,mana mungkin Vira akan mengajaknya menemani ke Padang.

Sambil menutup pintu luar, Pak Nur masuk ke kamar Vira. Saat itu Vira sedang akan mengganti pakaiannya. Ia tak menduga Pak Nur akan masuk kamarnya saat itu.
”Pak…jangan masuk Pak….nanti ketahuan orang Pak!” kata Vira.
”Bu Vira jangan takut, di pulau ini tak ada yang berani pada saya” terang Pak Nur.
“Tapi….kan bisa lain waktu Pak” Vira mencoba mengelak lagi
“Apa bedanya Bu? saya juga tahu ibu juga sedang kepingin kan?” kata Pak Nur.
Vira sudah tak mampu membalas argument laki laki tua tetua adat itu . Ia pun kini diam dan pasrah akan apa yang akan dilakukan laki laki itu. Perlahan pak Nur mendekat ke arah Vira dan mengulum bibir wanita itu. Vira hanya memejamkan mata menikmati kuluman laki laki tua itu. Ia dengan suka rela mau saja menerima jejahan lidah Pak Nur di dalam rongga mulutnya. Begitu juga rabaan tangan Pak Nur pada buah dadanya tak ditepis Vira lagi justru ia ingin terus dirabai dan di pilin tangan tangan lincah Pak Nur. Tiba tiba ia terkejut karena Pak Nur menghentikan rabaan juga kuluman di bibirnya.
“Bu Vira, siang ini saya ada perlu, malam nanti aja saya kembali ke sini ya Bu?” kata Pak Nur.
Dalam hati Vira mendongkol karena ia merasa di permainkan laki laki tua itu.Padahal ia baru akan meningkat nafsunya saat itu,dan laki laki memang egois gerutu hatinya. Pak Nur keluar kamar dan menghabiskan kopi yang dibikinkan Vira. Sambil izin keluar rumah, Pak Nur sempat mencium bibir Vira sesaat dan meraba selangkangan ibu muda cantik itu dengan berkata,
“sabar ya Bu, malam nanti kita selesaikan”, bisiknya di telinga putih Vira.
Muka Vira saat itu hanya memerah mendengar perkataan Pak Nur itu.Pak Nur pun berlalu dan pintu ditutup Vira. Sore harinya Vira sudah masak dan mandi dengan sebersih bersihnya sebab malam itu ia akan bersama Pak Nur. Kamarnya pun ia bersihkan dengan mengganti spreynya dengan yang baru dan menyemprotkan pewangi ruangan. Selama ini Vira jarang melakukannya jika suaminya pulang. Tempat tidurnyapun ia tata sedemikian rupa agar menimbulkan suasana romantis dan Ac pun ia hidupkan dengan suhu yang cukup sejuk. Tak lupa ia pun memakai parfum Bulgari kesukaannya.

Vira mengenakan pakaian kemeja tidur dan celana pendek sebetis. Siang tadi ia telah memasak makanan untuk makan malam bersama laki laki tua itu. Terlihat saat itu Vira amat membutuhkan kedatangan Pak Nur ke rumahnya dan ingin ia layani dengan baik seperti seorang istri menunggu suami tercinta datang. Namun sore itu tiba tiba cuaca berubah gelap dan hembusan angina yang semakin kencang. Tak lama kemudian hujanpun turun dengan derasnya. Sempat Vira merasa pesimis laki laki tua itu akan datang. Hujan turun tanpa henti dan senjapun menjelang. Suasana sekitar rumahnya semakin sepi dan Vira pun mengunci pintu ruang tamunya.harapannya seakan pupus saat itu melihat hujan yang tak kunjung reda. Virapun akhirnya hanya memainkan laptopnya, namun rasa gelisah dan harap harap cemas semakin ia rasakan. laptop tak mampu menghilangkan kegundahan hatinya saat itu. Akhirnya ia matikan laptopnya dan beranjak ke kamarnya. Di atas ranjang peraduan yang biasa ia tiduri bersama suaminya, ia rebahkan tubuh sintalnya, matanya tak juga mampu terpejam. Bunyi ketokan di pintu jendelanya membuat Vira bangun dari baringnya.
”siapa?” tanyanya.
”saya bu” terdengar suara Pak Nur.
”buka aja pintu belakang bu…saya akan masukkan motor di dapur saja” terang suara Pak Nur dari balik jendelanya.
Vira pun keluar kamarnya dan membuka pintu dapur. Terlihat Pak Nur dengan mantel hujannya masuk sambil mendorong sepeda motornya.
“Hujannya deras Bu, dari tadi gak berhenti berhenti, apalagi mantel ini juga robek makanya pakaian basah semua”, kata Pak Nur.
”Ya Pak” jawab Vira lagi sambil memberikan sebuah handuk kepada Pak Nur.
Pak Nur pun membuka mantel hujannya yang basah dan menghapus air hujan di tubuhnya. Mantel hujan tak begitu bisa melindunginya dari air hujan, pakaiannya basah, Vira pun berinisiatif memberikan pakaian ganti milik suaminya ke Pak Nur untuk ia pakai.

”ini baju mas Har..Pak,,,saya rasa muat”, kata Vira.
Pak Nur lalu kekamar mandi dan mengenakan baju pinjaman itu. Tak lama kemudian ia keluar dengan memakai kaos Haryadi. Pak Nur lalu mengambil sebuah bungkusan dari sepeda motornya. Sambil mengeluarkan rantang dan memeberikannya pada Vira.
“Ini tadi ibu menitipkan lauk buat Bu Vira”
“Duh koq repot amat pak” basa basi Vira sambil menyambut rantang itu, “apa isinya Pak?” tanyanya.
“Itu ada sop…yang dibikin tadi siang.” terang Pak Nur, “mungkin aja Bu Vira lapar kan bisa makan sop hari hujan begini” kata pak Nur lagi.
Vira pun meletakkan rantang sop itu di meja makannya. ia juga melihat Pak Nur mengeluarkan sebuah botol yang anggur dari bungkusan di sepeda motornya. Vira tak bertanya lagi sebab ia menduga mungkin saja Pak Nur sudah terbiasa minum anggur agar tubuhnya hangat karena cuaca amat dingin malam itu. Lalu Vira mengajak Pak Nur makan malam. Namun ternyata Pak Nur sudah kenyang karena sudah makan di rumahnya sebelum berangkat tadi.
”apa perlu saya buatkan kopi Pak?” tanya Vira lagi.
”Ah nggak usah Bu, kan ada anggur ini”, jawabnya lagi.
Pak Nur mengambil gelas dan membawa botol anggur itu ke ruang tengah.
”Tadi ibu sudah tidur ya?” tanya Pak Nur.
”Belum Pak”, jawab Vira lagi.
“Ah ibu pasti lagi nunggu saya ya?” Pak Nur bertanya lagi.
“Ah siapa bilang?” bantah Vira bersemu merah merasa malu ditanya demikian.
“Yah…kalau begitu kita ke kamar aja ya Bu” ajak Pak Nur sambil menarik tangan Vira mengikutinya ke kamar.
Vira terpaksa menurut tarikan tangan Pak Nur itu. Pak Nur juga sempat mematikan lampu ruang tamu dan semua pintu telah dikunci Vira semenjak Pak Nur datang tadi. Sesampai di kamarnya,Vira didudukkan pak Nur di ranjang yang bersih dan wangi itu.

Botol dan gelas anggur ia letakkan di meja kecil yang berada di samping ranjang. Lalu lampu di stel meredup oleh Pak Nur. laki laki itu lalu mendekat ke arah Vira dan mengecup bibir yang ranum dan telah siap menunggu itu. Kuluman dan jelajahan lidah Pak Nur di mulut Vira dibalas wanita cantik itu dengan sepenuh hati. pak Nur lalu melepaskan satu demi satu kancing kemeja tidur Vira hingga terlihat bra hitam yang menutupi buah dada yang putih itu. Amat indah dilihat dan menimbulkan nafsu bagi laki laki yang melihatnya apalagi seuntai kalung berlian putih menambah kecantikan dan keindahan leher jenjang milik ibu muda itu. Perlahan bibir dan lidah Pak Nur turun ke leher jenjang yang mulai berkeringat itu. Vira seperti seorang pengantin wanita yang menunggu dibimbing suaminya. Ia menurut saja saat itu, kejadian di pondok pedalaman beberapa saat lalu membuatnya merindukan kembali saat bersama laki laki tua itu. Lidah Pak Nur melata di dinding dada Vira dan dengan tangannya Pak Nur melepas pengait bra hitam itu di punggung Vira. Bra itu ia letakkan di lantai dan mulai lah ia pilin dan remas dengan kedua telapak tangannya. Setiap sentuhan tangan Pak Nur di kulit Vira mampu membuat ibu muda itu memercikan nafsu beribu ribu perintah di syarafnya. Vira pasrah dan sesekali hanya menggerumas kepala pak Nur. Pak Nur terus dengan jilatan dan sedikit gigitan mesra di dada indah itu. Puas di dada Vira, tangan pak Nur lalu melepas celana tidur yang sebetis itu. tak sulit memang karena Vira juga membantu membuka celananya itu. Kini di tubuh Vira hanya tersisa secarik celana dalam putih yang mulai basah di celahnya. Baru awalnya saja di rangsang Pak Nur, wanita itu sudah menggelepar ingin bersama laki laki itu. Pak Nur turun dari ranjang dan melepas kaos yang ia pakai hingga celana dalamnya. Ia ingin bebas berbugil ria di kamar dan ranjang itu bersama Vira. Ia tak perlu malu atau kuatir lagi sebab Vira sudah pernah merasakan keperkasaan alat kelmainnya bermain di rahim wanita itu. Dengan harap cemas Vira terus memperhatikan benda keramat milik laki laki itu. Vira seolah tak malu lagi berduaan dalam keadaan berbugil ria dengan Pak Nur. Pak Nur lalu naik ke ranjang dan mendekat ke tubuh Vira yang sudah hampir bugil semuanya.

Laki laki itu kembali mengulum bibir Vira dan memilin payudara putih yang sudah ada cupangannya. Dengus dan rintihan Vira terdengar seolah cepat dilakukan persenggamaan. Pak Nur masih belum bertindak ke arah itu, ia masih tetap asik dengan buah dada dan leher Vira yang selama ini menarik perhatiannya. Tak lama kemudian ia pun melepas celana dalam wanita cantik itu. Cd Vira di kumpulkan bersama pakaiannnya yang lain yang telah terlepas dari tubuhnya. Kini Vira amat mempesona Pak Nur. Tak ada paksaan dan jengah dari keduanya. Liang kewanitaan Vira tampak masih rapat dan bulu halus di sekitar bibir liang itu amat mempesona dan terawat. Perlahan nafsu kelakian Pak Nur bangkit melihat tubuh indah yang sulit diungkap dengan kata kata itu berada di dekatnya dengan pasrah. Apalagi wangi parfum Bulgari milik Vira mampu mendongkrak nafsu laki laki tua itu. Dengan nakal jari tangan pak Nur masuk ke liang sempit itu. Vira terkaget dan menggelinjang kegelian dan gelisah. rasa gatal akibat jari tangan Pak Nur di liang kemaluannya adalah rasa gatal ingin segera bersenggama. Gerakan memilin dan memutar klitoris Vira membuat ibu muda itu tambah terbakar dan berkeringat. Pak Nur menarik jarinya dan mengambil anggur di meja kecil itu. Anggur ia tuang ke gelas tak penuh memang. Ia minum sedikit dan sisanya ia basahi ke kening, leher, turun ke buah dada, perut, vagina, paha dan kedua kaki putih yang mengkilap itu. Kemudian gelas itu ia letakkan di meja kecil. Dari kaki Vira Pak Nur menjilat cairan anggur yang ia tuang itu dengan lidahnya. Vira kegelian dan merasa amat dihargai sebagai wanita. Ia hanya mampu memicingkan matanya menikmati bimbingan laki laki yang ia kenal di pulau itu. Jilatan demi jilatan lidah Pak Nur hingga lelehan anggur itu tandas, semua tanpa ada rasa jijik di diri laki laki itu. Saat melewati liang kemaluan Vira, lidah Pak Nur memainkan klitorisnya dan sesaat Vira akan orgasme, Pak Nur menghentikan jilatannya. Vira membuka matanya dengan rasa kecewa dan kesal. Namun melihat Pak Nur terus menjilat ke atas tubuh hingga jidatnya kembali rasa kagum dan simpatinya muncul. Semua cairan anggur telah berganti dengan lelehan air ludah Pak Nur. Kini tubuh Vira sudah di mandikan air mulut Pak Nur.

Vira terlihat sudah amat siap melakukan coitus sebab kedua buah dadanya telah tegak mengacung dan kedua pahanya tanpa diminta Pak Nur sudah membuka minta dimasuki oleh Pak Nur. Pak Nur tak membiarkan Vira berlama lama menunggu nya. Perlahan ia buka paha Vira semakin melebar hingga bibir kemaluannya optimal membuka dan tubuh merekapun sudah sejajar. Kedua tangan Pak Nur diraih Pak Nur lalu ia masukkan kemaluannya ke dalam liang Vira. Tak sulit karena liang itu sudah amat basah dan siap dimasukinya. Perlahan dan menimbulkan rasa sedikit nyilu pada Vira. Ada rasa penuh di dinding rahimnya karena pergerakan gesekan pertemuan kelamin keduanya. Dengan sabar dan perlahan akhirnya kemaluan Pak Nur masuk meski tak seluruhnya. Tiada rasa sakit dirasa Vira saat itu, namun bagi Pak Nur ia belum semuanya masuk.
”Bu….ditahan ya Bu, ini belum semuanya”, bisik pak Nur di telinga Vira.
Vira hanya mengangguk.Pas Pak Nur mendorong semua batang penisnya masuk, ia terlonjak menjerit.
“Aduh,,,,,sakit Pak, tahan dulu”, mohonnya.
”Ini juga sudah masuk semua Bu, gak apa kan?” tanya Pak Nur.
Vira diam dan memejamkan mata saja. Lalu kedua kakinya diangkat Pak Nur ke arah bahunya. Vira merasa nyaman saat itu, karena tak sakit lagi, yang ada hanya rasa gatal dan penuh di dalam rahimnya. Pak Nur lalu menarik dan mendorong kemaluannya ke dalam liang milik Vira berulang ulang. Kini hanya terdengar dengus dan rintihan kenikmatan kedua anak manusia berlainan jenis dan usia itu berulang ulang. Beberapa menit kemudian Vira menjerit karena orgasme telah ia dapatkan. Ia mencengkram kedua bahu laki laki itu dengan erat. Pak Nur masih terus maju mundur dan masuk sedalam dalamnya di liang sempit dan hangat milik wanita muda cantik itu. Vira telah mendapatkan orgasmenya. Tubuhnya melemah pasrah diam dan mengangkang. Pak Nur amat pengalaman dalam hal itu, Vira boleh saja terpelajar dan mapan secara kehidupan dan modern dalam kehidupannya, namun dalam hubungan sex ia masih hijau.

Kini Pak Nur masih membimbing wanita bersuami itu. Kedua buah dada Vira ikut bergoyang karena gerakan laki laki penuh tattoo itu. Vira hanya dapat melihat dan memperhatikan gerakan maju mundur pak Nur memasuki dirinya dan yang terlihat olehnya adalah tato salib bawah pusar Pak Nur antara kemaluan dan pusarnya itu seolah membuat laki laki itu amat percaya diri membimbingnya dalam hal itu. Kemudian gerakan Pak Nur semakin kuat dan cepat, Vira sudah tak kuat lagi mengikuti Pak Nur karena ia sudah 2 kali orgasme. Pak Nur menumpahkan air cintanya di rahim Vira dan membasahi liang itu. Gerakannya seolah tak ingin lepas dari liang itu dan organ intim keduanya terlihat menyambung dengan sangat eratnya. Tubuh tuanya yang sudah amat basah oleh keringat dan sebagian jatuh ke tubuh Vira. Tubuh laki laki itu ambruk memeluk tubuh telanjang di bawahnya. Tak lama kemudian keduanya tertidur dengan nyenyak. Tengah malam Vira terbangun karena merasakan hawa dingin mulai menusuk tulangnya. Ia memperhatikan tubuh telanjang laki laki yang telah berpindah di sampingnya. Tampak dengan nyata olehnya benda panjang milik Pak Nur. Rasa keingintahuannya menuntunnya untuk memegang benda itu. Benda itu memang tak disunat namun mampu membuatnya puas dan sulit untuk ia ungkapkan. Pegangan tangan mungil Vira membangunkan Pak Nur dari tidurnya.
”ibu mau dengan benda itu bu?” bisik pak Nur di telinga Vira.
Buru buru Vira melepaskan benda yang masih lengket oleh cairan cinta dari kemaluannya juga kemaluan Pak Nur
“Nggak apa koq Bu, jika ibu mau saya tak keberatan” ,terang pak Nur lagi.
Vira hanya memandang mata Pak Nur yang terlihat kuat dan memancarkan hawa maksiat amat kental itu. Vira lalu menutupkan tubuhnya dengan selimut dan berusaha untuk tidur dan membelakangi tubuh Pak Nur. Namun sia sia saja sebab tangan Pak Nur menahan gerakannya. Tubuh Vira kembali berhadap hadapan dengan Pak Nur.
”Bu..kita makan yuk…saya lapar amat”, ajak Pak Nur sambil turun dari ranjang.
Laki laki itu mencari celana pendeknya dan mengenakannya.

Vira pun berusaha bangun dari baringnya dan mengumpulkan pakaiannya yang teronggok di samping ranjang. Ibu muda itu pun berpakaian tanpa mengenakan celana dalam sebab ia merasa tak nyaman sebab liang kewanitaanya masih terasa lengket dan basah oleh kegiatannya tadi bersama Pak Nur. Vira pun berjalan keluar kamar yang pintunya sudah dibuka Pak Nur. Sesampai di meja makan di dapur itu, ia melihat Pak Nur sedang menghangatkan sop yang ia bawa dari rumahnya. Tanpa segan segan Pak Nur menghidangkan makanan di meja makan. Karena Vira juga merasa lapar karena begitu kerasnya aktifitasnya tadi, ia pun melahap sop dan nasi yang disuguhkan Pak Nur. Sop yang ia makan itu adalah sop yang dibikin Bu Nur dari daging buaya yang ada di pulau itu ditambah dengan bumbu untuk meningkatkan libido dan nafsu bagi yang memakannya. Saat itu Vira seakan merasakan khasiat dari sop yang dibawa Pak Nur. Tubuhnya merasa hangat dan nyaman dan segar. Tenaganya seolah pulih kembali. Pak Nur memandangi Vira yang melahap sop bikinan istrinya itu. Seperti sepasang suami istri, keduanya makan sambil senyum senyum dan kaki Pak Nur dengan nakal bermain di paha Vira.Vira membiarkan kelakuan Pak Nur itu. Selesai makan, mereka kembali masuk kamar. Setelah menutup dan mengunci pintu kamar, mereka pun kembali berpelukan dan saling mengulum. Seolah telah sejiwa, keduanya pun kembali saling membuka pakaiannya. Vira tak malu dan sungkan lagi tubuhnya dipandang Pak Nur dalam keadaan telanjang bulat. Sambil berbisik, pak Nur berkata pada Vira.
”Bu Vira pernah ngoral punya pak Haryadi?”
pertanyaan itu sempat membuat Vira kaget, namun karena saat itu ia sudah di pelukan Pak Nur dan tubuhnya panas minta di cumbui, Vira hanya menggeleng.Vira lalu menjawab dengan berbisik pula bahwa ia tak pernah mengoral suaminya, namun suaminya yang sering mengoralnya. Lalu Pak Nur bilang ia ingin mengajarkannya oral sex. Awalnya Vira agak rikuh dan takut. Namun dengan kesabaran dan di bombing Pak Nur dengan lembut, akhirnya Vira mau membuka kedua bibirnya untuk dimasuki kemaluan pak Nur yang panjang.

Awalnya ia merasa jijik dan mau muntah oleh bau khas kemaluan yang tak disunat itu. Vira secara perlahan mulai mengulum dan menjilat benda yang sudah 2 kali memasuki dirinya itu. Karena Vira masih termasuk pemula, maka ia tak mampu membuat Pak Nur klimaks. Pak Nur dengan sikap yang amat melindungi dan bijaksana membelai dan menjilati semua kulit tubuh Vira hingga licin oleh air ludahnya. Vira pun semakin merasakan ia amat beharga dan disanjung sebagai seorang wanita. Pikirannya pun kini terbuka untuk menerima Pak Nur dalam kehidupannya. Dengan rabaan dan pilinan di sekujur tubuhnya, akhirnya kedua anak manusia itu kembali melaksanakan ritual perkawinannya. Kedua tubuh itu semakin menyatu seolah tak terpisahkan oleh ruang dan waktu. Di tengah derasnya hujan dan petir yang menandakan terjadi penyerahan jiwa seorang wanita muda dan cantik itu untuk di bimbing oleh seorang laki laki tua penguasa pulau eksotis itu. Dengus dan rintihan kenikmatan tak henti keluar dari mulut Vira. Dengan sentakan kuat, akhirnya kedua manusia berlainan jenis itu saling mencapai titik tertinggi dalam hubungan badan malam tersebut. Semenjak malam perkawinannya itu, Vira semakin sulit melupakan pak Nur. Adakah ia mulai mencintai laki laki tanah Mentawai itu? Ia selalu bertanya dalam hatinya. Vira pun tak lagi mempermasahkan perbedaan yang ada di antara mereka. Jika Pak Nur berkeinginan untuk menikahinya secara apapun, ia tak akan menolaknya. Kini Vira sudah bulat mencintai Pak Nur. Haryadi suaminya seolah terlupa olehnya. Sewaktu mereka ke Padang, Vira tak malu mengajak Pak Nur untuk menemaninya ke sebuah pusat perbelanjaan. Di kota itu, ia membelikan pakaian keperluan Pak Nur.dan seperti pasangan penganten baru, keduanya pun menginap di sebuah hotel berbintang dan sudah diduga keduanya pun menjalani hal seperti berbulan madu. Bagi Vira, pak Nur amat berarti bagi hidupnya kini. Pak Nur seolah tahu apa yang ia ingini dan suaminya sendiri sudah tak mau peduli dengan dirinya. Selama pak Nur berasik masyuk dengan Vira, Bu Nur tak sedikitpun merasa cemburu. Justru ia merasa senang sebab ia tak akan tersiksa lagi jika berhubungan dengan Pak Nur. Sementara Vira tak keberatan jika dari hubungannya itu mengakibatkan ia hamil.

Tamat

Unordered List