Kumpulan cerita panas terbaru, cerita seks, cerita dewasa, cerita tante girang dan cerita 17 tahun keatas lainnya.

Minggu

Ngesek Dengan Bi Encum

Pikiran ngeres kalo pembantu dirumah sendirian, cuman bareng aku, gak peduli stw alias setengah baya, kalo otong dah batuk bisa gak peduli umur deh. Cerita panas ku kali ini ngeseks dengan bi encum pembantu Pertama ku.


Waktu SMP kelas dua, di rumah ada pembantu, namanya Bi Encum. Aku suka melihat Bi Encum makannya banyak. Gak heran badannya juga gemuk. Nah, kebetulan kamarku di lantai dua, dan dibawahnya pas kamar mandi Bi Encum. Lantai kamarku itu cuma pakai multiplex tebal yang dilapisi karpet plastik yang agak tebal juga. Di antara lantai kamarku dengan kamar mandi Bi Encum nggak ada pembatas atau eternitnya.

Aku cari akal gimana caranya bisa ngintip Bi Encum kalo lagi mandi dari lantai kamarku. Aku pikir, kalau ada lubang dari kamarku pasti bisa langsung kelihatan isi kamar mandinya Bi Encum. Lalu aku cari sela-sela lantai di kolong ranjangku agar tidak mudah ditemukan orang. Sedikit demi sedikit kulubangi lantai dengan obeng kecil. Jadilah lubang sebesar satu centimeter tapi cukup besar untuk melihat sesisi kamar mandi pembantu. Nah, sejak saat itu aku rajin mengintip Bi Encum mandi dari atas.

Bi Encum ini orangnya baik, kulitnya agak putih, bersih, dan toketnya gede banget. Kadang dia suka mainin toketnya kalo lagi mandi. Aku sering coli juga kalau pas lagi ngintip Bi Encum mandi.

Suatu saat, aku dikasih dua butir pil tidur sama teman. Pil itu aku umpetin di atas lemari, di sela tumpukan barang-barangku. Nah, aku percaya kesempatan itu nggak datang dua kali. Suatu ketika, berbulan-bulan kemudian, keluargaku pada liburan ke rumah Nenek di Jawa Barat. Aku ditinggal berdua saja dengan Bi Encum karena aku bilang, malas pergi-pergi.

Malamnya sehabis makan, aku tumbuk dua butir pil itu di kamarku hingga menjadi halus sekali dan aku masukkan ke lipatan kertas, lalu aku kantungi di celana pendekku. Tak lama kupanggil Bi Encum ke atas agar menemaniku nonton TV di ruang TV yang ada di depan kamarku di lantai dua. Di ruang TV ini nggak ada kursi sama sekali, cuma pakai permadani lama saja sebagai alasnya dan beberapa bantal besar.

Sebentar kita nonton, aku bilang ke Bi Encum mau turun ke dapur mengambil minum. Aku lalu membuat dua gelas sirup. Yang satu kububuhi tumbukan pil tidur tadi. Sempat lama mengaduknya karena serbuk itu masih ada yang mengambang, tapi lama-lama hancur juga.

Aku bawa dua gelas sirup tadi ke atas. Sirup yang sudah dibubuhi serbuk pil tidur kukasihkan ke Bi Encum. Bi Encum tadinya nolak, tapi aku bilang, “Nggak apa-apa, Bi. Sekalian tadi bikinnya.”

Sambil nonton TV, aku ngobrol ngalor-ngidul dengan Bi Encum. Bi Encum ini seorang janda, umurnya sekitar 30 tahunan. Yang aku pernah dengar cerita dari Ibuku, Bi Encum dicerai suaminya karena nggak bisa punya anak. Mungkin mandul.

Posisi kita nonton berdua duduk di lantai, tapi nggak lama, Bi Encum merubah posisinya dari duduk, menjadi tiduran sambil kepalanya ditopang bantal besar.

Aku terus ajak dia ngobrol sambil nonton TV. Lama-lama, kok aku kayak ngomong sendiri? Nggak taunya Bi Encum sudah tertidur. Aku diam sambil cari akal, ada kali setengah jam sambil melirik posisi Bi Encum yang tidur melingkar seperti pistol. Bi Encum pakai daster hijau selutut.

Aku panggil Bi Encum, “Bi.. Bi Encum..” Tapi tak menjawab. Lalu aku pegang tangannya sambil kuguncang-guncangkan dan panggil namanya perlahan, “Bi.. Bi Encum..” Oh, ternyata dia sudah pulas. Aku cek lagi dengan mengguncang-guncangkan pahanya,

“Bi.. Bi Encum..” Dia tetap diam, napasnya saja yang turun-naik teratur. Ternyata Bi Encum sudah pulas sekali. Jantungku berdegup keras.

Dengan terburu-buru aku turun ke bawah untuk mengunci pagar halaman, pintu depan, dan pintu dapur. Gorden tak lupa kurapatkan. Bret! Lalu aku matikan lampu ruang tamu dan lampu dapur. Habis itu aku naik lagi ke atas. Hmm, Bi Encum masih tertidur dengan posisi yang tadi. Lalu kukunci pintu ruang TV yang mengarah keluar. Gorden jendela kurapatkan juga. Ah, aman!

Perlahan kudekati Bi Encum. Kuguncang-guncangkan kakinya lagi. Dia tetap tidur. Lalu kurubah posisi Bi Encum yang tadinya melingkar, jadi telentang. Bantal besar yang mengganjal kepalanya perlahan-lahan kugeser sehingga terlepas dari kepalanya.

Dadaku terasa sakit karena jantungku berdegup kencang, napasku memburu.

Lalu kuangkat perlahan dasternya dari bawah sampai ke atas perut sambil melihat mukanya, hmmm masih pulas. Sekarang terlihat paha Bi Encum yang bulat, besar, agak putih, dan bersih nggak ada bekas lukanya. Perutnya gemuk berisi. Gundukan CDnya warna krem. Menyembul di atas perutnya toket besarnya yang ditutupi BH warna krem.

Tapi aku nggak terlalu penasaran dengan toketnya karena sudah sering melihatnya.
Aku lalu coba merunduk. Kuciumi mekinya yang masih pakai CD. Ah, nggak ada bau apa-apa. Lalu ku elus-elus pahanya serta mekinya perlahan-lahan sambil sesekali melihat muka Bi Encum. Ah, masih pulas, pikirku. Malah sekarang sudah mendengkur halus.

Lalu kupegang gundukan mekinya. Hmm, tebal bangeet. Sebentar, kucoba korek sedikit mekinya lewat sela CD. Hmm, aku ingat, bulu jembinya sedikit dan jarang-jarang tumbuhnya. Keringat dingin mulai keluar dan aku semakin gemeteran. Lama aku begitu, korek-korek meki sambil elus-elus mekinya Bi Encum dari luar CD, sambil sesekali kulirik mukanya, khawatir dia terbangun.

Lama-lama aku makin penasaran, kucoba buka CDnya. Pelan-pelan kuturunkan CDnya dari bawah pantat sambil terus melihat muka Bi Encum. Uh, berat banget badannya. Kugeser CDnya sedikit demi sedikit lewat bawah pantatnya. Keringat dingin mengucur di badanku, padahal angin malam dari luar menerobos masuk dari atas lubang pintu. Tongkolku yang terbungkus CD dan celana pendek sudah tegang banget sejak tadi.

Berhasil! CD Bi Encum sudah lewat dari pantatnya yang besar. Tanggung, kuloloskan saja sekalian dari kakinya. Sekarang Bi Encum tidak memakai CD. Telentang. Bulu jembinya jarang, mekinya tembem dan rapat. Tongkolku jadi keras banget.

Aku beringsut ke bawah kaki Bi Encum, lalu kurenggangkan kakinya. Wuaah! Ini pengalamanku yang kuingat terus sampai sekarang. Pertama kali aku bisa melihat meki cewe dengan bebas, ya saat itu. Hmm, indah sekali.

Lalu kurenggangkan lagi kaki Bi Encum lebar-lebar sampai badanku dapat duduk bebas di antara selangkangan kakinya. Bi Encum masih mendengkur.

Aku mulai merunduk di atas meki Bi Encum. Kubuka mekinya yang tembem dan rapat itu dengan kedua tanganku, perlahan. Hmm, kuciumi mekinya. Wanginya aneh, tapi justru wangi ini yang nggak akan kulupakan, gimanaa gitu.

Aku ingat banget, lubang luar mekinya sempit, cuma segaris saja keliatannya dari luar.Pas kusibak, warna pinggir lubangnya merah tua dan dindingnya tebal, lembut, dan lubang dalamnya merah muda serta berkilat. Napasku mulai terengah-engah.

Kucoba-coba cari yang mana sih, yang disebut klitoris itu? Aku buka-buka perlahan mekinya, tapi sepertinya saat itu aku tetap nggak tau deh, yang mana atau seperti apa bentuknya klitoris (sekarang sih udah tau, hehe..). Aku semakin penasaran. Lubang meki Bi Encum semakin kuperlebar. Lama kuperhatikan. Kini terlihat dua belah bibir kecil dengan lubang kecil ditengahnya. Bibir kecil dan lubang kecil itu berwarna merah jambu dan agak basah. Tongkolku semakin keras. Jantungku berdetak keras.

Dengan tangan kiri, kutahan bibir meki Bi Encum, lalu kumasukkan jari telunjuk tangan kananku ke dalam lubang kecil itu. Aah, terasa lembut sekali daging merah jambu didalamnya. Lalu kuangkat jariku, kuciumi baunya. Ooh, begini toh, bau meki, pikirku cepat.

Lalu kumasukkan lagi jari tengahku ke dalamnya, kugosok-gosokkan perlahan jariku di dinding-dinding dalam meki Bi Encum. Uuh, terasa lembut sekali daging basah di dalamnya. Lama aku begitu sambil sesekali mengelus-elus bibir luarnya dan menjilat-jilatnya dengan lidahku.

Semakin penasaran, kumasukkan dua jariku ke dalam lubang kecil meki Bi Encum. Ah, ternyata muat, lalu kugosok-gosokkan lagi bergantian dengan masuknya ujung lidahku ke dalam lubang kecil itu. Agak asin-asin gurih gitu, rasanya. Tongkolku semakin keras dan terasa menyakitkan dibungkus CD dan celana pendek.

Ah, kucoba masukkan tongkolku ke dalam mekinya Bi Encum, pikirku waktu itu. Cepat-cepat karena napsu, kupelorotkan saja celana pendek serta CDku. Kaos masih kupakai. Lalu kuambil posisi badanku di atas Bi Encum yang masih pakai daster cuma CDnya saja yang sudah lepas.

Dengan satu tangan, kudekatkan tongkolku ke mekinya Bi Encum. Kugosok-gosokan di bibir luar meki dan bulu jembinya. Seer, seer, asik deh. Terus, kucoba masukkan tongkolku ke dalam mekinya. Duh, susah banget. Lalu kubasahi tongkolku dengan ludah yang banyak. Kucoba lagi naik di atas Bi Encum seperti orang mau push-up. Pelan-pelan dengan satu tangan kumasukkan tongkolku. Bless! Masuk kepala tongkolku yang berkilat dan licin. Pelan-pelan kusodokkan lagi dibantu dengan tanganku. Bless! Makin dalam. Rasanya hangat gitu. Bi Encum masih pulas, malah keluar liur dari bibirnya.

Perlahan dengan napas memburu, kumaju-mundurkan tongkolku. Ugh! Rasanya hangat dan agak geli-geli gitu. Ada kali sekitar sepuluh menit aku maju-mundurkan tongkolku. Keringat dingin makin deras menetes dari badanku. Jantungku makin berdegup kencang.

Daging lembut yang hangat dan licin karena basah ludahku terasa membelai-belai tongkolku. Sampai tiba-tiba terasa terasa pejuku mau keluar. Aku coba tahan tapi tak kuasa. Buru-buru kucabut tongkolku. Aku kocok sedikit, dan peju pun muncrat di permadani. Crut! Crut!

Setelah itu yang aku ingat saat itu adalah rasa bersalah yang timbul. Dengan napas yang masih terengah-engah karena dadaku berguncang keras, buru-buru kubersihkan peju yang berceceran di permadani. Secepat kilat kupakaikan CDnya Bi Encum lagi sambil kurapihkan dasternya. Lalu aku berlari ke kamar mandi yang ada di samping kamarku. Setelah itu aku masuk kamarku dan kubiarkan TV menyala dengan Bi Encum yang masih tertidur pulas di depannya. Aku tertidur pulas sampai pagi.

Paginya Bi Encum sudah masak sarapan pagi buatku. Seperti nggak ada apa-apa dan biasa aja. Kejadian itu cuma sekali sampai Bi Encum pulang kampung - saat aku SMA - untuk dikawinkan dengan orang sekampungnya. Lebih dari itu, aku nggak berani karena takut Bi Encum bilang ke orangtuaku.

Sekian cerita gw, asli dan tanpa rekayasa apapun.

Cerita Tukar Istri


Cerita Panas - seorang wiraswasta. Kami tinggal di Denpasar, Bali. Cerita ini bermula satu setengah tahun lalu, ketika teman kuliah suamiku datang dari Jakarta bersama suaminya. Sebut saja namanya Sally, sedangkan suaminya bernama Tomy. Usia mereka tak jauh berbeda dengan kami. Hari pertama tak ada yang terjadi alias biasa-biasa saja, namun masuk hari kedua, saya mulai mencium ada yang tak beres antara suamiku dengan mbak Sally. Dari tatapan mereka tampaknya ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Tapi saya gak tahu. Sementara mas Tomy kelihatannya cuek aja. Malam ketiga, setelah kami pulang dari santap malam di seputaran Denpasar, saya langsung saja mohon pamit untuk segera beristirahat. Suamiku dan kedua tamu kami masih terus ngobrol.

Tengah malam, saya gak tahu jam berapa, saya merasa haus sehingga bangun. Suamiku belum ada di sampingku. Perlahan aku menuju dapur, namun begitu akan memasuki ruang tengah, ada suara-suara yang tak asing lagi di telingaku dari ruang keluarga. Saya pikir gila juga mas Edy, masa selagi ada tamu ia nonton BF dengan volume yang cukup keras. Dengan sedikit kesal saya berniat untuk menegurnya, namun ketika tanganku baru membuka tirai pintu ruang keluarga, jantungku berdetak kaget. Suamiku memang lagi nonton BF, tapi ia tidak sendirian. Ia nonton bersama kedua tamu kami. Dan yang membuatku kaget adalah mereka sebenarnya tidak peduli dengan film yang ada di layar TV, namun ketiganya lagi asik bercinta bareng! Mbak Sally lagi dikeroyoki oleh suamiku dan suaminya. Kulihat suaminya dari bawah, sementara suamiku "mengerjai" mbak Sally dari atas, maksud saya dari anus mbak Sally. Artinya mbak Sally sedang di"double" penetrate oleh kedua lelaki tersebut.

Napasku kian memburu, antara cemburu dan nafsu, tapi aku berusaha kendalikan diri. Suara mbak Sally seakan mengalahkan volume TV, Ouhhhss, ***** my Ass hole!! Yeah, Edy, dig it deeper... ouhhh... harder....!!! Untuk sesaat aku gak tahu harus berbuat apa sehingga hanya terbengong aja melihat aksi mereka bertiga hingga teriakan histeris mbak Sally yang orgamse membuyarkan lamunanku. Bersamaan dengan itu mas Edy dan mas Tomy mengakhiri pendakian mereka dengan menyemburkan mani mereka ke mulut dan tubuh mbak Sally. Lenguhan kedua lelaki membuat saya segera berjinjit dan segera masuk kembali ke kamar tidur. Rasa hausku hilang, namun ada semacam perasaan aneh yang tak bisa kulukiskan. Saya cemburu suamiku bercinta dengan wanita lain di depan mataku, tapi yang membuat saya bingung suami dari wanita itu juga terlibat dalam aksi seks itu, dan nampaknya mereka sangat menikmati permainan itu. Kutunggu mungkin hampir satu jam ketika suamiku muncul di kamar kami. Saya sengaja tertidur pulas, agar mas Edy tidak mengetahui bahwa saya sebenarnya mengetahui yang baru saja mereka lakukan.

Aroma parfum sabun teraa sangat segar, bertanda ia sudah membersihkan diri. Saya sengaja membalikkan badan dan memeluknya, namun dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan. Ingin sekali saya bertanya, namun kata-kata sepertinya terpaku dalam mulutku. Suamiku balas memelukku, mencium keningku kemudian langsung tertidur. Ia tentu saja sangat kecapaian. Saya tidak tahu berapa jam mereka bertiga bergelut tadi. Ada perasaan jijik berada dalam pelukannya, namun aku sangat mencintainya. Kehidupan seks kami sangat baik, kami sangat terbuka untuk berdiskusi tentang apa saja mengenai hal ini, bahkan pernah sekali dua kali kami menyinggung tentang tukar pasangan, namun aku tak menanggapinya dengan serius. Aku seorang wanita yang berhasrat seks sangat tinggi, bahkan fantasiku kadang-kadang sangat liar sehingga aku malu untuk mengatakannya pada suamiku sendiri. Namun, malam ini, di depanku sendiri, suamiku memenuhi salah satu fantasinya untuk "mengeroyok" satu wanita bersama laki-laki lain. Dan, impian tergilanya yang hingga kini belum juga saya penuhi, yakni anal seks, terwujudkan bersama mbak Sally. Aku bingung, apakah mbak Sally teriak kenikmatan karena kemaluan suaminya yang bersarang di vaginanya, atau penis suamiku yang mengerjai duburnya? Atau karena dua sensasi yang berbeda itu? Aku semakin penasaran, namun sejujurnya masih ada perasaan aneh yang tak bisa kuungkapkan. Dalam kebingunganku, aku tertidur dalam pelukan suamiku.

Jam enam pagi aku bangun. Suamiku masih terlelap. Demikian juga kedua tamu kami. Segera aku membereskan rumah, dan yang jadi prioritasku adalah ruang keluarga. Namun aku tidak menemukan suatu keganjilan apapun. Semuanya nampak seperti biasanya. Hanya saja sebuah kepingan VCD yang berjudul "Orgy in Paradise" kutemukan di kaki buffet. Kuambil dan mencari boxnya tapi gak kutemukan. Sehingga aku taruh aja di atas player VCD dalam buffet kami. Selesai bersihkan rumah, aku segera menyiapkan sarapan pagi. Jam sudah menunjukkan pikul 07.00 tapi mereka bertiga belum juga bangun. Aku langsung saja mandi, kemudian membangunkan suamiku. "Mas, ayo dong bangun, udah siang nih"! Dengan agak malas suamiku berusaha membuka matanya. "Udah jam berapa nih say?" Ia menanyakannya dengan senyum. "Jam tujuh lewat" kataku langsung memberikannya handuk. "Ayo dong mandi. Ntar gak enak sama mbak Sally dan suaminya loh" Aku berusaha berbicara dengan nada yang wajar. Mas Edy dengan berat hati melangkah menuju kamar mandi.

Jam 07.45 kami semua sudah berada di meja makan. Aku sekali lagi berusaha untuk tampil biasa-biasa saja. "Wah, sepertinya sarapan pagi ini enak sekali. Ada susu, ada telur dan orange juice! Benar-benar favorit kami di Jakarta" mbak Sally membuka pembicaraan. "Ah, biasa aja mbak. Maaf loh, hanya ini yang bisa kusiapkan. Maklum soalnya pagi tadi gak sempat ke pasar. Habis mana mas Edy bangun kesiangan, lagian pembantunya lagi cuti. Praktis hanya kami berdua aja". "Sorry sayang, aku memang bangun terlambat. Soalnya semalam kami ngobrol sampai larut malam"! mas Edy menimpali sambil tersenyum. Mbak Sally dan suaminya juga demikian. Ada semacam rasa benci dalam hati, namun aku berusaha untuk mengendalikannya. "Mari mbak, mas, silahkan dimakan rotinya, ntar keburu dingin loh" aku mempersilahkan tamuku untuk mulai sarapan. Aku memberikan roti yang telah berisi selai kepada suamiku. "Thanks sayang". "Wah, beruntung Edy memiliki istri seperti Ana. Cantik dan penuh perhatian lagi!" mas Tomy berujar sambil tersenyum. Aku gak tahu apa arti senyumnya, namun perasaanku mengatakan ada sesuatu yang sebenarnya ingin ia katakan. "O ya mas, rencananya hari ini mau kemana?" tanyaku sambil menatap suamiku. "Belum tahu tuh, mungkin setelah sarapan kita diskusikan lagi. Begitu kan Tomy?" mas Edy menimpali.
"Kalau begitu aku mohon maaf, karena aku harus ke salon hari ini. Jika mas mau antar mbak Sally dan mas Tomy tolong diatur agar mereka tidak kecewa. Sayang sekali karena saya gak bisa ikut dengan kalian. Soalnya sudah terlanjur janjian untuk creambath dengan salon langganan kami". Sesaat mereka terdiam, tiba-tiba mbak Sally menimpali "mungkin sebaiknya kita istirahat aja di rumah. Gimana menurutmu mas? kasihan mas Edy masih capek!" kata mbak Sally sambil melihat suaminya. "Ide yang baik. Lagian kita tidur kemalaman sih. Ntar siapa yang kuat nyetir?" mas Tomy menjawab. "Gak apa-apa kok, mas Edy udah biasa"! kataku. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk tidak kemana-mana sehingga perasaanku semakin gak karuan. Aku mencoba untuk membuang memoriku semalam, namun semakin jelas dalam benakku episode-episode percintaan mereka semalam.

Aku pamit kepada mereka, berusaha senyum yang wajar dan meninggalkan rumah. Aku sengaja tidak membawa mobil, aku memilih memakai taksi aja. 45 menit berlalu, aku merasa semakin tidak nyaman menunggu giliranku di salon. Akhirnya aku batalkan saja dan pulang ke rumah. Perasaanku semakin tidak karuan sehingga aku meminta sopir untuk berhenti dari jarak seratusan meter. Perlahan aku membuka pagar dan langsung menuju halaman belakang. Rumah nampak sepi, tapi perasaanku deg degkan sekali. Dengan perlahan aku membuka pintu belang, membuka sepatu dan berjinjit masuk ke dalam. Dugaanku benar! Di ruang yang sama mereka mengulangi lagi perbuatan mereka. Kulihat suamiku sedang menjilati vagina mbak Sally, sementara ia memberikan service mulut bagi suaminya. Dalam keadaan siang bolong aku lebih jelas melihat aksi mereka. Aku gak tahu harus berbuat apa, tapi napasku semakin memburu. Aku kesal, marah dan ingin berteriak histeris. Akan tetapi jujur kukatakan ada gairah yang hampir meledak dalam diriku. Aku terbawa oleh suasana. Aku memang sangat bernafsu.

Dalam kebingunganku, sepatu di tanganku jatuh dan mengagetkan ketiganya. "Eh, kamu An.." suamiku kaget. "Maaf ya An, kami tak bermaksud menyakitimu. Kami bertiga udah biasa melakukan ini semenjak kuliah dulu. Ini hanya soal seks aja, gak lebih". Mbak Sally mencoba untuk mencairkan suasana. Aku terdiam, duduk di sofa, di depan mereka. Sementara mereka masih tetap telanjang, tidak berusaha untuk menutupi aurat mereka. Aku menutup mata, mau menangis, namun tak bisa. Tiba-tiba suamiku memelukku, dan mencium tengkukku. "Maaf say, sekali lagi maaf..." Aku tidak bereaksi, sampai mbak Sally duduk di sampingku dan mulai mencium telingaku. Aku kaget, namun suamiku segera menyumbat mulutku dengan ciumannya. Mbak Sally gak berhenti di sana, tangannya terus bergerilya sehingga dalam sekejap rok dan kaosku sudah terbuka. Aku berusaha meronta, namun tangan-tangan mereka terlalu kuat. Aku mulai merasa sensasi yang luar biasa ketika mbak Sally mencium dan menjilat putingku. Aku hanya bisa berdesah kenikmatan.

Pikiranku buntu, sementara kenikmatan kian menggerogoti tubuhku. Antara sadar dan tidak kurasa ada seseorang yang menarik celana dalamku dan membuka lebar kedua pahaku. Aku lemah. Aku pasrah saja, sehingga ketika ada lidah yang bermain-main di vaginaku aku hanya bisa melenguh, mendesis dan menggigit bibirku. Aku gak tahu lidah siapa yang bermain di sana, namun kuyakin itu bukan milik suamiku. Lambat laun aku pun mulai terbawa oleh gairahku sendiri sehingga aku sudah tidak peduli lagi dengan keadaan. Dalam dekapan tiga pasang tangan, aku orgasme beruntun. Nafasku tak beraturan, tapi aku mulai sadar. Di selangkanganku mas Tomy lagi asik dengan permainannya. Aku kaget, tapi mbak Sally segera menarikku, menciumku dengan ganasnya. Aku gak tahu harus berbuat apa. Baru saja aku terhempas oleh puncak orgasme yang luar biasa, kini aku diserang lagi. Aku kaget, karena tidak pernah berciuman dengan wanita, apalagi ini di depan suamiku sendiri. "Nikmati aja sayang, gunakan fantasi liarmu agar kamu bisa terpuaskan..." suamiku berbisik sambil terus meremas-remas payudaraku. Sementara di selangkanganku, ada sebuah tuntutan yang hampir meledak, ketika mas Tomy mencium anusku. Dengan lidahnya ia mempermainkan daerah sekitar duburku yang membuatku semakin terbang tinggi. Sekali-sekali ia menggigit pantatku, dan berusaha memasukkan lidahnya ke dalam anusku. Sensasinya tak bisa kulukiskan! Dalam puncak kenikmatanku, suamiku mengganti posisi mas Tomy, dan dengan rakusnya dia mencium dan menjilat seluruh pantatku. Ia tak pernah seliar ini, namun aku tak berusaha untuk menahannya.

Aku sedang tenggelam dalam luapan gairah yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Sementara mbak Sally bergantian dengan suaminya bermain dengan puting dan mulutku, suamiku mulai mencoba memasukkan jarinya kedalam anusku. Aku kaget, namun sekali lagi aku tak kuasa menahannya. Hasratku mengalahkan logikaku. Pertama satu jari, kemuadian dua, lalu tiga. Awalnya cuma sodokan pelan, namun lama-kelamaan semakin kencang. Sementara jemarinya keluar masuk di duburku, mas Edy mencium dan menjilat klitorisku dengan ganas. Ingin sekali aku berteriak, namun suaraku tertahan oleh ganasnya serangan mbak Sally di mulutku. Aku terbuai dalam permainan itu, sehingga aku ikuti saja ketika suamiku membalikkanku, dengan posisi nungging ia mulai berusaha untuk menggunakan ******nya di lubang pantatku. Aku hanya pasrah, ketika pelan-pelan ******nya mulai masuk, aku merasa agak nyeri, namun rasa itu segera hilang bersamaan munculnya sensasi yang luar biasa dalam perutku. Suamiku semakin cepat melakukan aksinya, sementara mbak Sally berusaha memberikan rangsangan tambahan dengan mencium memekku.

Ia terus menjilat, dan terus saja menjilat lendir vaginaku yang bercampur dengan ludahnya. Aku ingin berteriak, namun sekali lagi mulutku tersumbat oleh kemaluan mas Tomy. Aku begitu liar, rasioku hilang. Yang ada hanyalah tuntutan kepuasan, desakan untuk segera meledak dari dalam perutku. Akhirnya, puncak itu datang juga. Aku merasakan multiple orgasme yang bertubi-tubi, kenikmatan yang aku ragu bisa mendapatkannya lagi. Dalam erangan puncakku, mas Tomy memuntahkan laharnya dalam mulutku. Aku tersedak, sebagian tertelan. Namun mas Tomy tetap memasukkan ******nya dalam mulutku. Dengan liar aku menjilat dan membersihkan sisa maninya di situ. Belum hilang kenikmatanku, suamiku semakin gencar menyodok pantatku, dan dengan hentakan yang keras ia menumpahkan maninya dalam pantatku. Aku terdampar di pantai kenikmatan yang tak pernah kucapai.

Yang kutahu, setelah mencabut ******nya, aku mas Edy menyodorkan barangnya yang baru saja dikeluarkan dari duburku untuk kujilat. Aku gak lagi berpikir normal. Nafsu telah menguasai benakku sehingga tanpa merasa jijik aku langsung menjilat dan mengulum sisa-sisa lendir di batang kemaluan mas Edy.
Sementara itu, mbak Sally mulai pindah dari memekku, kini lidahnya bermain-main di lubang pantatku. Ia membersihkan seluruh cairan yang ada di sana, tanpa meninggalkan bekas. Lalu, dengan sisa-sisa nafsu yang ada ia mencium bibrku, dan dengan agak memaksa ia membuka mulutku dan bermain-main dengan lidahku. Kami terdiam, hanya saling menatap, namun yang jelas, bagiku, suatu petualangan seks telah kumulai. Bahkan dengan sekaligus tiga langkah. Analseks, berorgy dan bercinta dengan wanita. Aku menutup mata, malu, namun ada kepuasan yang tak bisa kulukiskan dengan kata-kata.

TAMAT

Abang Becak Ternyata Gay

Cerita Panas. Pada suatu hari aku dapat tugas mendadak keluar kota yaitu ke kota Genteng Banyuwangi, dengan catatan besok sudah harus ada dikota tersebut, entah bagaimana caranya untuk bisa sampai kesana. Maka dengan berat hati dan penuh dengan keterpaksaan, setelah pulang kerja sekitar pukul 18.00 aku pulang dari tempat kerjaku menuju ketempat kostku yang jaraknya hanya beberapa ratus meter saja dengan tubuh lunglai, lemas, males yang semuanya bercampur aduk, apalagi aku harus berangkat seorang diri tanpa ada rekan yang menyertaiku.


Setelah sampai ditempat kost, aku mandi dan segera ganti baju untuk siap berangkat dan sebelumnya aku berkemas dengan membawa beberapa potong pakaian untuk berjaga-jaga kalau tugasku disana tidak dapat selesai dalam waktu sehari. Setelah semuanya beres, maka segera kukunci kamar tempat kostku dan segera kulangkahkan kakiku menuju jalan raya untuk menyetop angkot yang akan membawaku ke terminal bus Arjosari-Malang, setelah sampai diterminal bus antar kota sekitar pukul 19.00 malam, aku segera memilih bus jurusan Probolinggo, dan sebelumnya dalam hati aku juga penginnya berniat untuk naik bus secara estafet yaitu dari Malang ke Probolinggo, Probolinggo ke Jember dan Jember baru ke Genteng.

Setelah kupilih bus dengan tujuan yang kuinginkan, maka segera aku naik bus Akas dengan tujuan Probolinggo, aku memang sengaja tidak memilih bus Patas karena perjalanan malam hari tidak seberapa pengap disamping itu tidak seramai kalau perjalanan siang hari. Setelah aku menikmati perjalanan kurang lebih dua jam sekitar pukul 21.00, sampailah aku diterminal bus Banyuangga-Probolinggo, aku pindah kebus yang ada di depannya bus yang baru kutumpangi agar tidak antri terlalu lama, kebetulan bus yang ada di depan bus yang baru kutumpangi adalah bus Tjipto dengan jurusan Jember, dalam perjalanan kali ini aku dapat tempat duduk paling depan sendiri sebelah kiri dekat pintu depan sehingga tempat di depanku agak luang sehingga aku dapat meluruskan kakiku. Dan aku segera terlelap dalam perjalanan kali ini setelah terlebih dulu aku membayar ongkos tiket ke Jember. Perjalanan berlalu selama kurang lebih dua jam pula, sekitar pukul 23.00 sampailah aku di terminal Tawangalun-Jember dan akupun segera ikut menunggu dengan beberapa orang yang juga ingin melanjutkan perjalanan ke arah Banyuwangi.

Tidak berapa lama kemudian datanglah bus Akas dengan tujuan Denpasar lewat Banyuwangi, aku segera naik bus tersebut dengan perasaan yang sudah ngantuk, lelah akan tetapi aku ingin rasanya segera sampai ditempat tujuan. Dalam perjalanan ini cukup banyak juga penumpangnya dan rata-rata tujuan mereka adalah Denpasar atau Banyuwangi, setelah menikmati perjalanan yang tidak begitu menyenangkan sekitar dua jam, maka sampailah kekota tujuanku yaitu Genteng, maka aku segera bersiap-siap untuk turun diterminal Genteng, karena hari sudah menjelang pagi maka bus tidak masuk ke dalam terminal akan tetapi hanya berhenti ditepi jalan depan terminal.

Pada saat itu yang turun disana hanya beberapa orang saja termasuk diriku, setelah kakiku menginjakkan tanah maka beberapa abang becak datang menyerbu untuk saling berebut penumpang yang baru turun dari bus, mungkin ada sekitar lima atau enam orang abang becak yang mengerubuti aku, akan tetapi aku hanya menggelengkan kepala yang berarti bagi mereka aku tidak berniat untuk naik becak mereka, akan tetapi ada satu abang becak yang dengan gigihnya mengikuti aku walaupun aku sudah melangkahkan kakiku beberapa langkah dari kerumunan abang becak tersebut. Kulihat sepintas abang becak yang mengejarku tadi, masih muda, berbadan kekar dan lumayan ganteng untuk ukuran abang becak, maka aku mengiyakan saja ketika dia menawarkan diri untuk mengantarkan aku mencari tempat menginap.

Dalam perjalanan menuju hotel yang menjadi tempat tujuanku, maka terjadi percakapan yang biasa-biasa saja sebagai basi-basi, hingga sampailah di depan hotel yang menjadi tempat tujuanku, segera kubayar ongkosnya, dan pada saat itulah aku baru menyadari kalau tampilan abang becak yang satu ini begitu seksi dengan celana jeans belelnya yang lutut kiri dan kanan sengaja disobek dan yang terlebih membuatku dag dig dug adalah disebelah bawah kantong kirinya juga sobek yang lumayan lebar sehingga aku bisa melihat pangkal pahanya yang kekar itu dan hal ini makin membuatku jadi salah tingkah dan segera ada perasaan yang berdesir dalam hatiku untuk mencari berbagai cara dan alasan untuk bisa menggaetnya malam itu. Maka aku bertanya kepadanya.

"Abis ini mau kemana?" tanyaku sekenanya.
"Yah, mau balik di depan terminal lagi sambil nunggu penumpang"
"Kalau aku mau pakai kamu lagi gimana? Sebabnya tadi aku belum makan"
"Yah, nggak apa-apa saya tunggu saja"
"Gini aja aku pesan kamar dulu ke dalam, kamu tunggu dulu di depan yaa"
"Hmm," gumannya tidak jelas.

Setelah aku menemui resepsionis dan sudah mendapatkan kamar yang kuinginkan maka aku kembali keluar untuk menemui abang becak tadi dan dia kuajak masuk dengan alasan aku mau mandi dulu. Dengan rada segan-segan akhirnya dia mau juga masuk ke dalam kamarku setelah sebelumnya dia memarkir becaknya dihalaman hotel dan kepada room boy yang mengantarkan aku kekamar kubilang kalau aku mau keluar lagi untuk cari makan dengan menggunakan jasa becaknya sehingga aku dengan leluasa mengajaknya masuk ke dalam kamar.

Setelah sampai di kamar, kusuruh dia untuk mandi, akan tetapi dia menolak dengan alasan sudah malam dan dingin airnya, maka segera kubuka keran air hangat dan kusuruh dia untuk merasakan hangatnya air dan dengan sedikit rayuan gombal kalau air hangat dapat menyegarkan tubuh yang sedang capek, kemudian dia mau. Dengan segera dia memasuki kamar mandi dan aku segera membereskan barang bawaanku setelah sekitar lima menit dia didalam kamar mandi, aku mengetoknya dari luar dengan alasan biar cepet selesai kalau mandinya bersamaan dan ternyata dia tidak keberatan dengan segera dibukanya slot kamar mandi dan aku segera masuk.

Kudapati dia sudah telanjang bulat sambil menggosok badannya dengan sabun yang tersedia disana. Karena pada waktu itu dia menghadap ketembok maka aku tidak bisa melihat penisnya yang ingin segera kulihat karena dengan panampilannya yang seksi itu membuatku merangsang, maka aku segera melangkahkan kaki menuju bak mandi yang berarti aku membelakanginya setelah kuguyur badanku dengan beberapa gayung air hangat, kubalikan tubuhku menghadapnya untuk meminta sabun dari darinya dan barulah pada saat itu aku bisa melihat penisnya yang lumayan panjang dalam keadaan biasa, sehingga tanpa terasa penisku langsung tegak lurus dan diapun juga melihatnya dan komentarnya penuh dengan arti.

"Lho, koq ngaceng penis sampeyan?" katanya.
"Iyoo, ndelok penismu sing dowo itu opo," jawabku juga sekenanya.
"Hehehehe"
"Koq iso dowo koyok ngene iki diapakno sih," tanyaku lagi.
"nDisik sering dikom karo teh anget," jawabnya lagi.

Dengan penuh ketidak sabaran segera kuraih penisnya yang panjang menggantung itu dan dia diam saja, sambil kukocok perlahan-lahan dan mulai terlihat reaksinya dengan sedikit mengeras dan makin mengeras dan terlihat makin panjang lagi sampai diatas pusarnya beberapa mili.

"Ah, wong podo lanange koq dulinan penis," katanya lagi.
"Enggak opo-opo, aku seneng nek ndelok penis sih dowo ngene," jawabku.
"Nek gelem emuten pisan opoo," katanya lagi.

Tanpa dikomando dua kali maka segera jongkok di depan selakangannya dan kuselomot tuh penis yang sudah tegang mengacung itu sambil sesekali kusiran dengan air hangat dari bak kamar mandi. Dan dia hanya berdiri sambil diam mematung sambil sesekali mendesis keenakan dan mengelus-elus kepalaku Setelah permaian berjalan sekitar seperempat jam didalam kamar mandi dan itu baru pemanasan saja, karena belum ada tanda-tanda dia akan mencapai puncak kenikmatannya. Maka kamipun meraih handuk yang tersedia didalam kamar mandi dan segera mengeringkan badan kami masing-masing dan menuju ketempat tidur dengan ukuran yang cukup besar untuk dipakai berguling-guling dua orang.

Setelah kutelentangkan dia ditempat tidur dan dia menurut saja tanpa ada perlawanan dan penolakan, maka segera kucumbui dia mulai dari cuping telinganya, ke arah pipinya kemudian bibirnya, mula-mula dia diam saja akan tetapi lama kelamaan dia mulai merespon semua kegiatanku untuk mencumbuinya, kemudian kuturunkan lagi kelehernya, dan terus menjulur kebawah lagi ke arah ketiaknya dan kucium aroma yang membuatku makin terangsang, yaitu aroma laki-laki jantan dengan baunya yang sangat khas sekali. Mungkin kalau dalam keadaan biasa aku akan merasa jijik untuk menjilati ketiak yang berbulu dan berbau, akan tetapi pada pagi hari itu hilang sudah perasaan jijik dan lain sebagainya yang ada hanya rangsangan demi rangsangan yang makin membuatku mabuk kepayang.

Terus cumbuanku kuteruskan ke arah putingnya yang berwarna hitam kecoklatan dan ditumbuhi beberapa bulu yang cukup panjang-panjang, kemudian kuteruskan lagi ke arah pusarnya dengan cara memasukan lidahku ke dalam lubang pusarnya dan dia mengelinjang-ngelinjang kegelian sambil mendesah penuh dengan kenikmatan. Kemudian kuarahkan cumbuan bibirku ke arah pinggangnya dan terus turun kebawah lagi ke arah jembutnya yang tumbuh dengan kasar dan kaku itu terus kukulum ujung penisnya yang hitam tegar itu dan menjulang tegak sepanjang sejengkal tanganku yang kukira-kira panjangnya sekitar 20 cm.

Kuemut dengan memasuk-keluarkan dengan mulutku terus dan kudengar rintihan makin keras dan mendesis-desis seperti ular yang sedang mencari mangsa. Setelah cukup lama aku menyelomoti penisnya, segera kuambil lotion yang sudah kupersiapkan disebelah tempat tidur, kemudian kuolesi lubang anusku dengan lotion dan segera aku merangkak ke atasnya dan mulai berusaha untuk memasukan penisnya yang panjang itu ke dalam lubang kenikmatanku, setelah semua penisnya masuk sampai pangkalnya aku segera menaik turunkan bokongku dan dia rupanya masih menikmati permainan sex yang sebelumnya belum pernah dia dapatkan, setelah cukup lama aku naik turun diatas penisnya yang tegak mengacung itu, akhirnya dia memintaku untuk melepaskannya dan menyuruhku untuk telentang dan sambil mengangkat kedua belah kakiku ke atas pundaknya kemudian dia mulai menunduk dan memasukkan penisnya yang masih tegang mengacung itu ke dalam lubang kenimatanku sambil terus mengenjotnya dan kurasakan batang penisnya yang panjang itu sampai ke dalam perutku yang menyodok-nyodok dengan liarnya sambil melenguh-lenguh diantara desisan kenikmatan yang dia rasakan.

"Aaahh, aauucchh"
"Ayoo teruss ggooyaanngg"
"Yaahh"
"Uuuhhaahh"
"AAaauucchh"

Dan gerakan maju mundurnya makin lama makin cepat sampai akhirnya dia tersungkur diatas dadaku sambil merasakan puncak kenikmatannya dengan mengeluarkan pejuh yang sangat banyak dalam lubangku yang sampai kurasakan meleleh keluar dari antara lubang anusku dan penisnya yang masih tertancap dalam lubangku, cukup lama dia memeluk aku dan sambil tersenyum dia berkata,

"Enak ee," katanya.

Kemudian dia bangkit dari pelukanku dan kemudian dia menuju kekamar mandi untuk membersihkan diri dan mandi lagi dengan air hangat, kalau sebelumnya dia masuk ke dalam kamar mandi dengan mengunci pintunya maka untuk kali ini pintu kamar mandi dibiarkannya dalam keadaan terbuka dan kulihat dia sedang mencuci penisnya dengan air hangat dan kuawasi dia dari tempat tidur, sedangkan aku pada saat itu masih belum mendapatkan kepuasan dengan mengecrotkan pejuhku.

Aku maklum akan hal itu karena yang kuhadapi sekarang itu bukanlah seorang gay akan tetapi seorang lekong asli yang sama sekali tidak mengenal hubungan sesama jenis, sehingga mungkin dia tidak mengerti kalau dalam hubungan seperti harus take and give atau harus saling memuaskan lawan mainnya. Kemudian akupun bangkit dari tempat tidurku dengan penisku masih ngaceng penuh karena belum keluar pejuhku, kususul dia kekmar mandi untuk mengguyur tubuhku dengan air hangat pula dan kulihat dia sudah selesai mandi dan sudah mengeringkan badannya dan mulai memakai celdalnya atau Cd-nya dan celana pendek kolor warna abu-abu, kemudian dia rebahan diatas tempat tidur sambil telentang. Setelah selesai dari kamar mandi aku menyusulnya rebahan diatas tempat tidur namun aku masih dalam keadaan telanjang bulat dan penisku sudah mulai surut dari ngacengnya.

Kamipun mengobrol sambil menanyakan identitas kami masing-masing. Dari obrolan itu baru kuketahui kalau namanya adalah Giman, dia adalah orang asli kota itu dan dia sudah beristri dan mempunyai seorang anak yang baru berumur sekitar tiga tahun dan dia memulai pengalaman sexnya dengan seorang wanita sejak kelas dua SMU yaitu sekitar umur 16-17 tahun, dan kadang-kadang dia juga suka jajan dengan perempuan jalanan kalau dia mempunyai kelebihan uang dari hasil narik becaknya. Dan ketika kutanya tentang bagiamna rasanya pengalaman sek yang baru dia rasakan tadi lalu katanya,

"Luwih enak," katanya.
"Enak apane," tanyaku penasaran.
"Luwih seret, luwih keset dibandingno main karo wong wedok," katanya polos.
"Nek ngono gelem maneh yoo?" pancingku.
"Hmm," gumamnya.

Dia tidak mengatakan sesuatu akan tetapi pandangan matanya mempunyai arti tersendiri bagiku, maka segera kuraih kembali penisnya yang sudah lemas dibalik celana pendeknya yang cukup ketat itu dan kuelus-elus lagi dengan perlahan-lahan, sambil kugesek-gesek dan mulai tampak reaksinya dengan makin bertambah panjang dan mengerasnya kembali penisnya, kemudian kulorot celana pendeknya dan ketika itu penisku kembali tegang mengacung kembali kemudian kuraih tangannya untuk memegang penisku.

Mulanya dia canggung dan segan akan tetapi akhirnya dia mau juga mengocok penisku akan tetapi tidak seprofesional sparing partnerku yang benar-benar gay, terus kulorot kembali CD-nya dan kulihat penisnya yang panjang menjulang sudah mengacung kembali, kuemot kembali dengan posisi 69, walaupun begitu aku tidak memintanya untuk menghisap penisku karena aku tahu dia pasti akan menolaknya karena belum biasa, akan hal itu tidak menjadi masalah bagiku, dengan kocokan yang tidak teratur pada penisku hal itu sudah cukup untuk membuat rangsangan pada diriku makin meningkat, setelah cukup lama aku mengemotnya maka segera kuminta dia untuk bangkit dari tidurnya dan segera menindih tubuhku dan kubimbing penisnya yang panjang tegak mengacung itu memasuki lubang anusku.

"Aaahh"
"Aaayyoo teeruss genjot," pintaku.
"Hmm"

Makin lama gerakannya makin cepat dan menggila kekanan kekiri sehingga kurasakan desakan penisnya menusuk kekanan dan kekiri didalam anusku sampai akhirnya kembali kudengar lenguhannya diiringi dengan muncratnya pejuhnya.

"AAaaoocchh enaakk," katanya.
"Ssseeddaapp"
"Aaahh nniikkmmaatt"

Sebelum dia melepaskan penisnya dari lubangku dan masih kurasakan kehangatan dan denyutan penisnya, maka segera aku mengocok penisku makin lama makin cepat sambil diawasinya sampai aku akhirnya melenguh.

"Aaauucchh"

Jrot.. Jrot.. Jrott

Pejuhku muncrat diatas dadaku, kemudian kudekap dia, sampai cukup lama sambil penisnya yang sudah mulai melemas tertancap dilubangku, dua ronde sudah permainan yang dilakukannya pada diriku, setelah dia bangkit dari dekapanku kulihat pejuhku yang tadinya muncrat didadaku, terlihat pula lelerannya didadanya karena dekapanku tadi kemudian segera dia menuju ke kamar mandi lagi dan kudengar siraman air mengguyur tubuhnya.

Sejenak kemudian aku menyusulnya ke dalam kamar mandi dan kami mandi bersama saling menggosok, saling menyabun dan sekali-kali tangan nakalku memegang penisnya yang sudah tidak tegang lagi akan tetapi masih cukup panjang, setelah selesai berpakaian kami ngobrol sebentar, waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi lebih, dan diapun mohon pamit sambil kuberikan tips tambahan dan kubisikkan.

"Aku pengin main ngene maneh," kataku.
"Kapan?" tanyanya.
"Nek, aku nang kene maneh," jawabku.
"Iyoo, tak enteni yoo," sambungnya lagi.

Dia segera keluar dari kamarku dan aku segera mengunci kamarku dari dalam dan merebahkan badanku dengan rasa yang sangat puas dan segera tertidur dengan pulasnya sambil tersenyum dan sekitar pukul 07.00 pagi aku segera bangun, mandi dan bersiap-siap untuk menuju tempat tugasku.

Ketika sebulan berikutnya aku ke Genteng lagi dengan jam yang sama dan aku berharap dapat bertemu kembali dengannya, akan tetapi tidak kutemukan dia, walaupun aku berdiri ditepi jalan di depan terminal cukup lama.
Dimanakah kamu Gimanku?
Apakah kamu sudah lupa dengan janjimu atau mungkin kamu tak ingin menemuiku lagi karena memang kamu bukan gay?

Cerita istri Pengusaha


Cerita Panasku kali ini. Aku adalah istri seorang pengusaha yang bisa di bilang cukup kaya. Anakku ada dua, kebetulan cowok semua dan usianya pun sudah menginjak dewasa. Mereka memilih bersekolah di luar negeri. Sedangkan suamiku seorang pengusaha yang cukup sibuk dengan usaha – usahanya.

Alhasil tinggallah diriku dengan segala kesepian yang ada. Bila bangun pagi hari, aku selalu termenung. Karena suasana rumah yang cukup besar sehingga aktifitas yang dikerjakan pembantu pembantuku nyaris tak terdengar, apalagi di dalam kamarku yang cukup luas. Malam hari pun sama, setelah pembantuku beraktifitas mereka segera pergi tidur dalam waktu yang bisa dibilang masih sore. Hanya acara televisi yang selalu menemani, itupun sudah membuatku bosan. Karena semua acara sudah aku hafal dan semua menjadi tidak menarik lagi. Aku mencoba untuk mulai beraktifitas dengan tetangga, tapi menjadi percuma karena tetanggaku semua sibuk dengan urusan masing - masing. Karena stress di rumah, aku memutuskan untuk pergi ke tempat sahabatku Lena, di Jakarta. Hal itulah yang membuat aku berubah total dan drastis.
“Hai Len, udah tidur belon?”

“Belon, lagi nonton TV. Ada apa ? Koq tumben loe malem malem nelpon.”
“Gue lagi stress banget nih, sejak anak-anak pergi ke Singapore di rumah sepi banget. Mana Ruben gak pulang-pulang. Boleh gak gue nginep di rumahmu ?”
“Jelas bolehlah, loe kayak ama siapa aja. Kita khan udah kayak sodara.”
“Iya tapi gue khan takut ngeganggu elo en suami loe.” ( Lena anaknya dua satu cowok, satu lagi cewek. Yang cowok kuliah di Amerika, sedangkan yang cewek udah nikah trus ikut suaminya ke Aussie )

“It’s oke koq, William lagi pergi ke Amrik mungkin 2 – 3 minggu lagi baru pulang.”
“Ya udah kalo gitu, besok jemput gue di airport ya. Gue naek pesawat paling pagi.”
“Oke, ntar pagi gue suruh sopir standby di bandara.”
Itulah pembicaraan singkat dengan sahabatku malam sebelum keberangkatanku.
Ketika mobil berhenti tepat di depan pintu rumah, ku lihat Lena bergegas menghampiriku, lalu kami berpelukan sambil bercipika cipiki. “Wah wah makin cantik dan sexy aja nih” kata Lena sambil menatapku dari atas sampai ke bawah. Ah, biasa aja, loe sendiri juga oke , spa di mana ? Gue pengen di pijit nih biar relax. “Ah bisa aja deh, gue cuma luluran aja di rumah. Kalo cuma pijit sih, Iwan juga bisa. Yang ngelulur en mijitin aku khan si Iwan. Do’i jago lho, di jamin ketagihan deh. “ Iwan .. ? Siapa Iwan ? “Sopir pribadi gue, yang tadi ngejemput loe. Sekarang loe ke kamar, ntar gue suruh si Iwan ke kamar loe” Tapi Len.., gue khan malu. Masak yang mijit cowok, masih muda lagi. “Udah loe tenang aja, ntar gue temenin deh biar loe nggak risih”

Sesampainya di kamar, aku berbaring sejenak membayangkan Iwan yang akan memijitku, menyentuh bagian-bagian tubuhku yang sudah lama tidak disentuh oleh suamiku. Orangnya masih muda kira-kira umur 25 tahun, tinggi sekitar 177 cm, berat sekitar 70 kg, berkulit sawo matang tapi bersih sehingga memberi kesan macho, dengan rambut berpotongan rapi, sopan dan ramah terlebih sorot matanya yang tajam dan rahang yang memberikan kesan gagah. Apabila dalam setelan safarinya, terlihat seperti seorang bodyguard. Sehingga aku merasakan ada suatu desiran aneh dalam diriku. Seperti adrenalin yang bergejolak, membuatku darahku bergejolak, dan aku pun terbuai dalam lamunanku sendiri.

Tok…tok…tok… suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. “Siapa ?” Iwan, bu. Lalu akupun melangkah dan membuka pintu. Ku lihat Iwan sudah berganti pakaian, dari setelan safari berganti dengan celana jeans dan kaos ketat tipis warna putih yang semakin memperlihatkan otot-otot lengannya yang kekar, juga six pack perutnya terlihat menonjol. Aku sempet berpikir, koq kayak model iklan susu L-men, tadi kayak body guard. Hebat juga Lena nyari sopir pribadi, jangan-jangan dia sopir plusnya Lena, tapi segera ku tepis pikiranku. “Mari masuk, lho.. bu Lena mana ?” tadi sedang terima telpon, saya disuruh duluan, jawab Iwan dengan sopan. “Hm, ya udah kamu tunggu sebentar saya ganti dulu.” Iya bu, permisi…, jawabnya.
Lalu aku pun berjalan ke kamar mandi, setelah pintu ku tutup, ku buka pakaianku. Ku pandang tubuhku dari kaca besar yang terletak di atas wastafel. Ku putar ke kiri dan ke kanan, benar juga apa yang di katakan sahabatku tadi. Tubuhku, walaupun sudah beranak dua masih terlihat seperti iklan Tropicana Slim, memang agak montok sedikit membuat terlihat lebih sekal. Di usia yang hampir memasuki kepala empat, dengan tinggi 169 cm dan berat 53 kg, di tunjang dengan payudara 34 B, aku masih tidak kalah dengan anak-anak remaja sekarang. Maklumlah aku sering spa untuk mengurangi stress yang ku alami, tak heran jika kulitku pun putih mulus. Bahkan selulitku telah ku buang melalui operasi di Singapore setelah aku melahirkan anak yang kedua. Lalu kuperhatikan wajahku, meski ada sedikit keriput samar di daerah mata, tapi menurutku wajahku masih cukup cantik. Karena di kala aku pergi shopping atau sekedar jalan-jalan di mall, banyak lelaki termasuk remaja melirik ke arahku, bahkan ada di antara mereka bersuit ke arahku. Ku libatkan handuk di sekeliling tubuhku, lalu kurapikan rambutku, aku pun berjalan ke luar.

Ketika ku tutup pintu kamar mandi dari luar, Iwan bangkit berdiri dan menatapku. Ku lihat dia terpana melihatku yang hanya berbalut selembar handuk dengan rambut yang tergerai di bahu. ”kenapa Wan ?” Eh, enggak bu. Ibu terlihat cantik sekali, mirip cerita bidadari yang di filem – filem. “Ah, kamu bisa aja Wan, pinter ngerayu. Udah berapa pacar yang kena ama rayuan kamu?” kataku sambil duduk di springbed. Enggak ada bu, saya gak punya pacar. Dulu waktu sma pernah punya pacar, tapi pas lulus langsung di nikahin sama bapaknya. Bapaknya gak mau anaknya pacaran sama orang miskin kayak saya. Ibu mau dipijit sekarang ? “Ehm, boleh deh” kataku sambil berbaring. Iwan pun melangkah ke kasur sambil membuka tutup body lotion. Permisi bu, lalu kurasakan tangan Iwan menyentuh telapak kakiku. Ada rasa geli dan nyaman ketika Iwan memijit telapak kakiku. Setelah beberapa menit, pijitan mulai naik ke betis dan setengah pahaku, karena separuh pahaku yang atas masih terlilit handuk. Hem, benar juga yg dibilang Lena, nyaman juga pijitannya. Tapi koq Lena gak nongol-nongol, sahabatku itu kadang kalo nelpon bisa ber jam-jam lamanya, paling cepat 1 – 2 jam. Ah terserahlah, aku udah gak peduli karena terhanyut dalam pijitan-pijitan Iwan, sehingga tanpa sadar akupun terlelap.

Entah sudah berapa menit, tiba-tiba aku merasa ada yang memanggilku. Bu..bu..Vina “ya, ada apa” jawabku dalam keadaan setengah sadar. Maaf, saya buka handuknya ya bu. Kakinya udah selesai dipijit, sekarang mau mijit punggungnya “Ya, silahkan” jawabku spontan. Ketika tangan Iwan menyentuh bahu dan pundakku, kesadaranku mulai pulih. Aku teringat keadaan saat ini, di mana Lena masih belum selesai menerima telepon. Sedangkan aku hanya berdua dengan Iwan, sedangkan tubuhku hanya bagian depan yang tertutup, karena aku berbaring tengkurap, sebagian dari payudaraku yang tertekan pasti terlihat. Berbagai perasaan terbersit dalam hatiku, karena ini pengalaman pertamaku disentuh oleh lelaki selain suamiku. Biasanya aku selalu dipijit oleh wanita, hal inilah yang membuatku menolak saat sahabatku menyarankan Iwan untuk memijitku. Dengan pemijat segagah Iwan, dan juga setelah sekian lama aku belum melakukan hubungan intim hal ini membuat hatiku berdebar-debar. Antara rasa malu dan nafsu yang mulai menghinggapi diriku.

Hilang sudah rasa nyaman, berganti dengan perasaan aneh yang perlahan muncul seiring dengan pijatan Iwan. Sehingga saat perasaan aneh itu sudah menguasai diriku, tanpa sadar aku mulai mendesis kala tangan Iwan mengenai daerah-daerah sensitifku. Dia mengurut dari pinggul bawah ke atas, lalu tangannya beralih menuju pundak, ketika tangannya menyentuh leherku, aku langsung menggelinjang antara geli dan nafsu. Di situ merupakan daerah sensitif keduaku, di mana yang utama adalah clitorisku. Sehingga aku semakin liar mendesis dan tanpa sadar aku berbalik. Dengan napas tersengal-sengal ku buka kelopak mataku, kutatap Iwan yang menatapku dengan posisi berdiri diatas lututnya. Ku lihat peluhnya bercucuran sehingga kaosnya basah oleh keringat, membuat tubuhnya jadi semakin sexy. Aku sudah kehilangan akal sehatku, sehingga aku sudah tak ingat lagi bahwa tubuhku yang telanjang kini terpampang jelas di hadapan Iwan. Iwan pun seolah mengerti akan keadaanku lalu di ambilnya handuk yang tadi melilit tubuhku. Di lapnya keringat di wajah, lalu ketika dia membuka kaosnya langsung aku ambil handuk ditangannya. Ku seka keringatnya sambil kuraba tubuhnya, karena tubuh suamiku sangat berbeda dengannya. Kuraba dadanya yang bidang, lalu tangan kiriku turun hingga six packnya sambil kuciumi dadanya. Sedangkan tangan yang satu lagi membelai punggungnya yang juga berotot. Ketika tangan kiriku meraih kancing celana jeans nya, tangan kanannya menangkap tangan kiriku, lalu tangan kirinya meraih pinggangku.

Sambil menarik pinggangku ke atas, dilumatnya bibirku. Oohh.. aku merasakan sentuhan yang berbeda dari yang pernah aku rasakan. Kubalas dengan melumat bibir bawahnya, lalu kurasakan lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku, kami saling melumat. Lalu di rebahkannya aku, dan dia membuka kancing celananya. Pemandangan itu sungguh erotis sekali di hadapanku, aku bangkit lagi dan ku elus celana dalamnya yang terlihat kepenuhan itu. Ku cium bagian atasnya, tak tercium bau kejantanannya, tampaknya dia cukup merawat miliknya itu. Ku kecup kepalanya sambil ku pelorotkan celana dalamnya. Oohh, gelegak nafsuku semakin menggelora. Segera kumasukkan batangnya ke dalam mulutku, ku sedot keluar masuk, ku dengar rintihannya yang membuatku semakin panas. Ketika ku lihat ke atas, tampak dia terpejam menikmati sedotanku. Setelah ku hisap selama kurang lebih sepuluh menit, Iwan menghentikan gerakanku. Di lumatnya lagi mulutku sembari membaringkan aku di tempat tidur. Lalu dilumatnya leherku, sehingga aku kembali menggeliat liar. “Ekhs.., wan…” Ku cengkeram sprei tempat tidur, sementara tangan yang satu lagi mencengkram punggungnya. Tampaknya Iwan sudah mengetahui kelemahanku, dia segera berpindah untuk melumat bukit kembarku. Lidahnya melumat habis kedua bukitku beserta ujung ujungnya. Sementara tangannya terus turun meluncur melalui perutku, sampai pada bukit kecilku yang berbulu tipis yang kini sudah semakin basah. Aku memang selalu rajin mencukur bulu jembutku, karena aku suka memakai celana dalam G-string. Tangannya kini sudah mencapai lipatan vaginaku, dan tersentuhlah clitorisku. Aku langsung tersentak, seperti terkena setrum ribuan volt. “akhs….. wan……” jeritku sambil meremas rambutnya. Sementara tangan Iwan bermain di selangkanganku, lidahnya kini turun ke perutku, bermain sebentar di seputar perut lalu kembali turun ke vaginaku. Kedua belah tangannya memegang kedua belah pahaku, sambil di pandanginya meqi ku yang basah oleh cairan kewanitaanku. “Meqi bu Vina indah sekali..” perkataan itu seakan memberi suntikan gairah sehingga ku berkata dengan merintih “ayo wan.. jangan di liatin aja” langsung di benamkannya bibirnya ke dalam memek ku, sementara hidungnya mengenai clit ku, sehingga aku langsung tersentak mendongak ke atas. Di julurkannya lidahnya menyapu bagian dalam vaginaku, sehingga aku merasa seperti ada yang menggelitiki memekku itu. “oohhh….terus wan…..terus….” rintihku sambil terus meremasi rambut di kepalanya. Tangannya menggapai kedua belah payudaraku, sambil meremasi sesekali dia pelintir kedua pentilku. Membuatku menjadi semakin liar, dan ku rasakan badai kenikmatan yang terus menggelora di dalam diriku. Sampai akhirnya saat bibir iwan mengecup lalu menghisap clit ku, aku tersentak sedemikian hebatnya sambil menjerit “Aaakkhhsss…… wwaaannnn………” ku jepit kepalanya sambil kuangkat pinggulku tinggi tinggi, kedua tanganku menjambak rambutnya. Iwan pun tak henti hentinya terus menusuki memekku dengan lidahnya sembari memutarkan kepalanya, dihisap dan dijilatinnya hingga habis cairan yang keluar meleleh dari memekku, aku pun serasa terbang di awan-awan.

Seketika itu tubuhku melemas, iwan pun merangkak naik ke arahku, di peluknya diriku, di kecupnya keningku lalu dilumatnya bibirku. Akupun membalasnya dengan melumat kembali bibirnya yang menurutku cukup sexy untuk dilumat. Kami saling berpandangan beberapa saat, aku serasa kembali menemukan sesuatu yang kini mengisi relung-relung hatiku yang sepi. “Masukin kontolmu wan, tapi pelan-pelan dulu ya. Aku masih agak lemas nih” kataku dengan lirih di telinganya. “Baik, bu.” “Jangan panggil ibu terus ah, gak enak didengernya. Maukah kamu memanggilku sayang ?” “Baik, sayang. Aku masukin ya.” “He eh, tapi pelan pelan lho” dan kurasakan kepala kontolnya yang mengkilap merah menempel pada kemaluanku. Ada rasa berdebar di hatiku, inilah kejantanan selain milik suamiku yang beruntung dapat memasuki liang senggama milikku. Kurasakan perih ketika kepalanya masuk sedikit di bibir lubangku “wann, pelann.. agak perih nih.” “Iya sayang, ini juga pelan-pelan koq.” Iwan kembali menekan pantatnya, dan penisnya kurasakan semakin menyeruak masuk ke dalam memekku. Akupun spontan memeluk iwan “aakh..wann….” “tahan sedikit sayang!” Iwanpun menghentakkan pantatnya dengan sekali hentakan dan seketika kurasakan perih yang kurasakan saat keperawananku hilang. Iwan pun mengangkat pantatnya pelan-pelan, sehingga aku merasa memekku seperti tersedot keluar seiring dengan kontol iwan. Lalu ditekannya kembali kontolnya ke dalam memekku, rasa perih yang semula kurasa itu hilang berganti sensasi nikmat di kala punya iwan keluar masuk dengan berirama menggelitiki dinding kewanitaanku. “akhs…enak wan….teruss sayang….” “memekmu seret banget yang, kontolku kayak di urut nih” dilumatnya kembali bibirku, kamipun berpagutan sambil bergoyang pelan. Setelah beberapa saat iwan mengentotiku dengan irama pelan, yang membuatku seakan sedang bercinta dengan kekasih yang telah lama tak bersua, gairahku timbul bersama dengan kekuatan yang mulai pulih setelah orgasme tadi. Dengan berpelukan, ku gulingkan tubuhnya ke sampingku, kini posisiku ada di atas tubuhnya dengan penis tetap tertancap di memekku. “giliranku sayang.. , aku ingin memberikan kamu kenikmatan, seperti yang udah kamu berikan kepadaku.” Ku tekan dadanya yang bidang dengan kedua tanganku, lalu ku angkat pelan pelan pantatku “Oookhh…..” iwan memegang kedua tanganku sambil matanya membeliak “kenapa sayang ?” “kontolku kayak di sedot ke atas.

” Akupun tersenyum sambil menurunkan kembali pantatku, ku lakukan beberapa saat, hingga ku lihat iwan pun merem melek keenakkan. Sesekali ku goyangkan pantatku ke kanan dan ke kiri.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Lena pun masuk sambil ketawa-ketawa “Wah, enak koq gak ngajak-ngajak. Gimana ? bener khan yang gue bilang, iwan tuh jago banget, gue aja udah gak tau berapa kali gue di KO in dia.” “Iya Len, kamu dapet dari mana sih ?” “rahasia donk, ya gak say ?” jawabnya sembari mencium iwan. Mereka pun berpagutan, lalu Lena berhenti dan melepas pakaiannya. Dikangkanginnya muka Iwan dengan posisi berhadapan denganku. Iwanpun tanpa disuruh langsung dilahapnya memek Lena, sehingga Lena pun mendesis keenakan. Buah dada ku disambar oleh Lena dan dihisap hisapnya, tangan yang satu memilin milin putingku. Hal ini membuatku merem melek keenakan, sungguh suatu sensasi luar biasa timbul dalam diriku, inilah threesome pertamaku. Gairahku terus memuncak sehingga datanglah gelombang orgasme ku yang ke dua. Lena dan Iwan seperti mengetahui akan keadaanku, akupun dipeluk oleh Lena dan dikulum nya bibirku. Ada perasaan yang sulit diungkapkan ketika Lena menciumku, tapi yang kuingat adalah gelora birahi membara yang menuntunku menuju gerbang orgasme. Iwan pun menyambut hentakanku dengan mengangkat pantatnya ke atas sehingga batangnya terbenam habis ke dalam memekku dan menyentuh G-spot ku. Akupun mengerang panjang Aaakkkkhhhh………..

cairan orgasme ku mendesir keluar membasahi kontol Iwan, akupun terkulai dalam pelukan Lena. Lena memandangku sambil membelai rambutku, dia menciumku mesra. Akupun membalasnya, aku merasa bahagia seperti menemukan kembali cinta yang hilang.
Aku membaringkan diriku ke sebelah, ku lihat Lena mengulum batang kemaluan Iwan. “Ehm.. peju mu enak banget Vin” aku hanya tersenyum mendengar perkataan sahabatku itu. Lalu Lena pun berubah posisi, dia berbalik menghadap Iwan, di enjotnya kontol Iwan.

Dengan liar ia bergoyang sambil mulutnya terus menceracau dan mendesis, payudaranya yang satu dihisap iwan, yang satu putingnya di pilin pilin. Lalu tubuhnya bergetar hebat, dicengkeramnya pundak Iwan Ooohhhh……. Wwaannnn……. aakkuuu kelluuaarrrr…….. Iwanpun lalu bangkit, sambil mengangkat tubuh Lena dia membaringkan Lena lalu menggenjotnya. Sodokannya begitu cepat sehingga tubuh Lena terguncang guncang. Lalu diapun mengerang Aaakkkkhhhh……….. bbbuuuu………. Aakkuuu uuddaahh mmooo kelluuaarrrr…….. Lena dengan sigap langsung menyambar kontol Iwan dan mengulumnya. Iwan pun langsung mengejang, seketika ditariknya kepala Lena sambil menyemprotkan pejunya ke dalam mulut Lena. Tampak cairan kental keputihan meleleh dari sela sela bibir Lena. Akupun beringsut maju, turut serta mengulum batang dan peju Iwan. Akhirnya kami bertiga tidur bareng dalam keadaan bugil.
Itulah awal cerita yang membawaku ke dalam petualangan sex yang lebih liar. Mohon saran, kritik dan komentarnya, supaya di tulisan selanjutnya bisa lebih baik dari sekarang.

Pintu kamarku tiba-tiba terbuka, tampak wajah cantik Lena di balik pintu. “Udah siap belon ?” “Bentar lagi, gue belon make bedak nih.” “Gue tunggu di mobil ya.” Lena segera menghilang dari balik pintu.
Ku oleskan bedak tipis pada wajahku, ku pandang cermin, aku cukup puas dengan riasan yang ku pakai. Aku tidak suka merias wajah secara berlebihan, paling hanya menggunakan bedak, lipstik dan sedikit bloss on, itupun dengan olesan tipis. Ku ambil tas tangan yang tergeletak di meja, lalu kulangkahkan kaki menuju pintu.
Mobil meluncur membelah jalanan kota Jakarta, kami menuju ke arah Kota. Di jalan Mangga Besar, kami membelok ke arah Lokasari Plaza. Setelah Iwan memarkirkan mobil, kamipun berjalan-jalan di daerah sekitar situ. Ada banyak tempat judi ketangkasan di daerah ini (pada waktu itu belum ada larangan seperti sekarang ini), tempat demi tempat kami masuki, rupanya Iwan hobi bermain judi ketangkasan. Lena pun sepertinya sudah tak asing dengan tempat tempat seperti ini, karena ku lihat beberapa orang menyapanya dengan sopan. Iwan memutuskan akan bermain di salah satu tempat, dia berbicara kepada Lena lalu Lena memberikan sejumlah uang dan kartu ATM kepadanya. Lena mengajakku keluar, kamipun keluar masuk di discotheque yang berada di daerah yang sama. Satu demi satu tempat itu kami masuki, aku merasa pengap dengan keadaan di dalam discotheque tersebut. Asap rokok, musik House yang hingar bingar, orang-orang yang berjoget sampai untuk jalan pun susah. Ada beberapa cowok yang mendekati dan berusaha mengajak kami berkenalan, ada yang menawarkan minuman, bahkan ada yang menawarkan ‘inex’ (exstacy). Lena hanya tersenyum dan tertawa sambil terus berjalan, sesekali berhenti karena ada yang dia kenal. Aku heran dan takjub kepada sahabatku, koq bisa ya dia seperti ini tapi aku tidak mengetahui sama sekali. Apakah aku yang naif dan terlalu mudah dibohongi, atau dia yang hebat dalam bersandiwara. Kalo dia berprofesi sebagai aktris, aku rasa udah banyak dia sabet piala-piala penghargaan.

Handphone Lena berdering, dia masuk ke dalam toilet, supaya dia dapat menjawab panggilan itu. Sekeluarnya Lena dari dalam toilet, dia mengajakku keluar.
Setelah di luar, dia bercerita bahwa yang tadi menelepon adalah temannya yang lagi bete di rumah. Lalu setelah Lena menceritakan bahwa ia bersamaku, temannya itu mengundang ke rumahnya, katanya ingin berkenalan denganku dan akan mempersiapkan Welcome Party buatku. Kami mendatangi Iwan di tempatnya bermain ketangkasan, setelah kami menemukannya Lena meminta kunci mobil. Kamipun bergegas pergi dari tempat itu menuju rumah kawan Lena.
“Koq, kamu nyupir sendiri ? Kenapa gak pake Iwan ?”
“Gak pa pa, dia tu kalo udah kena maen, mo sampe besok juga dia mah betah. Lagian kita khan mo ngerayain Welcome Party buat loe. Kata temen gue, partynya khusus cewek aja.”

Aku jadi penasaran, party macam apa nih ? masak cuma cewek aja yang boleh.
Mobil yang kami tumpangi mulai berbelok memasuki gerbang perumahan teman Lena, kami berhenti sebentar, setelah security menanyakan indentitas dan maksud kedatangan kami, kamipun diperbolehkan masuk. Kami tiba di depan sebuah rumah yang cukup megah dan luas, mobil langsung masuk ke pekarangan dan berhenti tepat di depan pintu garasi. Rumah rumah di komplek itu tidak mempunyai pintu pagar, tapi berhalaman taman yang cantik cantik dan menarik.
Lena mengetuk pintu rumah itu, temannya yang membuka pintu. Cantik juga, tubuhnya tinggi semampai, bodynya langsing kulitnya putih, biasalah ciri khas keturunan Tionghoa. “Hai, apa kabar ? Wah temen loe cantik Len.” Katanya sembari cipika cipiki dengan Lena, lalu dia menjabat tanganku sambil bercipika cipiki denganku “Selamat datang ya, gue Jane” “Vina” jawabku singkat. “Mari masuk, gak usah sungkan-sungkan, anggap aja rumah sendiri.” Lena masuk sambil ngobrol dengan Jane langsung menuju ke suatu ruangan. Sementara aku memandang sekeliling dinding yang penuh dengan lukisan lukisan wanita. Ada yang berdua, bertiga, berempat bahkan yang rame- rame pun ada. Waktu ku perhatikan lukisan lukisan itu, aku merasa janggal, kenapa wanita wanita dalam lukisan semuanya tak berbusana, paling banter terlilit kain itupun masih menonjolkan bentuk tubuh yang sexy. “Vin, ngapain loe ?” tegur Lena tiba tiba yang mengejutkanku. “Ah elo Len, ngagetin aja, untung gue gak jantungan. Koq rumahnya sepi sih Len ?” “Khan Jane tinggal sendiri di sini.” “Lha suami ma anaknya mana ?” “Dia gak punya anak, udah cerai ama suaminya gara-gara gak bisa ngasih keturunan.” “Koq gak nikah lagi ? Dia khan cantik, masa gak ada cowok yang mau.” “Dia pernah coba tapi malah dia lebih sering di sakitin. Ada yang cuma mau hartanya, ada yang suka maen cewek, yang terakhir yang paling parah, suka mukulin. Makanya dia lebih pilih hidup sendiri, dia udah trauma ma cowok.” “Apa karena itu, lukisan lukisan ini semua gambarnya cewek ?” “Hei, lagi pada ngapain sih di sini ? Ngobrolnya di dalem aja yuk !” Tiba tiba Jane muncul sehingga pertanyaanku tak terjawab oleh Lena, kamipun masuk mengikuti Jane.

Kami duduk di sofa panjang dan lebar, yang ukurannya hampir mirip spring bed seukuran anak remaja. Di depan kami terdapat meja yang panjang dan lebarnya mengikuti ukuran sofa, di samping kiri ada sebuah mini Bar. Pembantu Jane, kira-kira berumur 19 tahun berwajah ayu, rambutnya panjang lurus sebahu, kulitnya sawo matang, berkaus putih ketat sehingga menonjolkan payudara dewasa yang berukuran sedang tapi tampak padat dan kencang. Celana pendeknya ketat membuat paha dan betisnya, yang kata orang Jawa ‘mbunting padi’, terpampang sexy dan indah. Dia sedang membuatkan minuman bagi kami, tampaknya dia cukup terlatih dalam hal meracik minuman. Kami pun ngobrol sambil nonton TV Plasma yang menyiarkan acara luar negeri.

Yanti berjalan ke arah kami sambil membawa snack, sebuah pitcher berukuran besar dan empat gelas crystal, rupanya Yanti ikut nimbrung bersama kami. Setelah semua minuman sudah dituang, Jane mengajak kami melakukan ’toast’. Kamipun mereguk minuman kami masing-masing, bau wiskhy tercium ketika gelas itu menyentuh bibirku, tapi rasanya manis, sedikit agak keras ketika mengalir di tenggorokan, langsung berasa hangat ketika sampai di perut. Dituangnya kembali minuman ke dalam gelasku, sekarang gantian Lena yang mengajak ‘toast’. Kamipun terlibat dalam perbincangan seru, seakan kami sudah kenal lama, beginilah wanita kalo udah ngumpul. Gelas demi gelas minuman telah kami teguk bersama, makin lama obrolan kamipun udah mulai ngawur.
Kepalaku sudah mulai pening, akupun bersandar pada sandaran sofa. Acara TV yang dari tadi tidak kami tonton sudah berubah, sekarang mereka menyiarkan film percintaan dengan adegan sex yang tidak tersensor. Ku tonton film dengan keadaan setengah mabuk, ada desiran rangsangan yang merambati diriku. Ku pejamkan mataku, aku merasa seperti aku yang berada dalam film itu. Sentuhan tangan aktor di film itu seperti nyata merabai paha, membelai kepala dan wajahku. Kurasakan ciumannya lembut, melumat bibirku, aku semakin terbuai. Tangannya naik dari paha ke payudaraku, meremasinya membuatku mendesah nikmat. Ku rasakan kancing celana jeansku berusaha dibuka, tampaknya tidak berhasil sehingga aku mencoba membantunya. Saat aku menyentuh kancing celanaku, tersentuh olehku tangan halus yang berkuku, sehingga aku membuka mataku.

Oohh.. ternyata yang aku kira aktor itu adalah Jane. Aku terkejut dan berusaha bangun, tapi tubuhku masih lemas sehingga hanya kepalaku yang terangkat. Ku arahkan pandang ke samping, ku lihat Lena pun tengah bercumbu dengan Yanti. Pakaian mereka sudah berantakan, berserakan di sekeliling mereka. Pemandangan ini membuat gairahku menggelora, ku palingkan wajah ke arah Jane yang telah berhasil membuka celana jeansku. Ku peluk Jane, ku tarik wajahnya mendekat ke mukaku, ku lumat bibirnya yang merah dengan rakus dan liar, diapun tak kalah seru membalas ciumanku. Tanganku meluncur turun dari punggung ke arah bongkahan pantatnya yang bahenol. Jane sudah melepas celananya dari tadi, dia hanya mengenakan BH dan celana G-String warna merah, yang kontras dengan warna kulitnya sehingga membuatnya semakin seksi. Kuremasi pantatnya, ku tarik tali celana dalamnya, sehingga bagian depannya masuk ke belahan memeknya yang sudah basah dari tadi, menggeseki kelentitnya. Janepun tak tinggal diam, tanggannya meluncur turun masuk ke dalam celana dalamku. Diremasinya bukit kemaluanku, tangannya liar mengobok obok vaginaku, jarinya lincah bermain di itilku, sesekali keluar masuk dalam memekku. Kamipun mendesah, nafas kami sama sama memburu, memburu kenikmatan yang tiada tara. Desakan gairah yang menggelora membuatku melepas orgasme yang pertama. Tubuhku yang mengejang segera disambut oleh gesekan jari Jane yang semakin cepat menari di itilku. Kuremas rambut Jane, aku mengerang sembari menarik pinggulnya agar semakin rapat menghimpit badanku. Aku mengejang beberapa kali, Jane menciumi dan membelaiku lembut tapi ‘panas’. Aku tahu Jane juga sudah dalam keadaan ‘puncak’, orgasmeku mulai mereda, aku langsung melancarkan seranganku, kutarik badannya ke atas sehingga toketnya tepat berada di wajahku yang langsung kukenyot, sesekali ku gigit dan kutarik putingnya. Kuremasi bokongnya, sementara tangan yang satu bermain di vaginanya. Kujepit itilnya dengan dua jariku, kutarik pelan, kadang kuputar, Jane semakin liar mengerang dan menjambaki rambutku. Erangannya semakin keras, dia bangkit berdiri, dikaitkannya kakinya yang satu ke bahuku, memeknya kini tepat berada di wajahku. Langsung ditekannya pantatnya ke wajahku, yang segera kusambut dengan jilatan dan hisapan. Jane menjambak rambutku lalu menggoyangkan kepalaku ke kiri dan ke kanan, diikuti dengan gerakan pantatnya yang berlawanan. Dia mendongak sambil mengerang, kurasakan cairan hangat menyembur ke dalam mulutku, langsung kutelan dan kusedot lagi cairan berikutnya. Beberapa kali Jane mengejang, lalu badannya melemas dan rebah di sampingku. Ku peluk erat Jane, ku ciumi dengan penuh gairah, gairahku masih tinggi sehingga membuatku terus menggumuli Jane yang masih menikmati orgasmenya.
Lalu aku bangkit, ku lihat Lena dan Yanti yang sedang dalam posisi 69, Lena berada di bawah. Kuhampiri mereka, ku belai punggung Yanti dari atas hingga pantat.

Yanti mendongak yang langsung kusambut bibirnya, kami berciuman sambil ku masukkan jariku ke memek Lena. Lalu aku membantu Yanti menjilati memek Lena, jariku memilin milin kelentit Lena, sedangkan jari Yanti terus merojoki memek Lena. Lena semakin meliar, lalu dia mengerang dan mengejang. Cairannya yang keluar segera kami sambut, berebut kami jilati dan hisap, bahkan walaupun udah di mulut, kami masih saling hisap. Aku kini beralih ke arah Lena, wajahku menghadap bongkahan memek Yanti yang menggumpal tebal. Ku jilati memek Yanti dengan rakus, bibir memek yang tebal membuatku nafsu. Tiba tiba kurasakan ada benda menyentuh kemaluanku dari belakang. Kulihat Jane mengenakan celana bertali kulit hitam, di depannya tergantung penis buatan seperti dildo, di tangannya juga menggenggam tiga buah vibrator yang langsung diberikannya kepada Lena. Jane memegang pinggulku, aku masih dalam posisi nungging sambil memegangi pantat Yanti, di masukkannya penis itu ke dalam memekku. Bless… seketika terbenamlah penis itu kedalam punyaku yang basah. Jane mulai memaju mundurkan pantatnya, ku ambil vibrator di tangan Lena sambil kugoyangkan pantatku mengimbangi goyangan Jane. Kumainkan vibrator itu ke meqi Yanti, Lena pun memainkan vibrator tepat di itil Yanti. Yanti juga melakukan hal yang sama di memek Lena, kami berempat mendesis seperti orang kepedasan. Aku sudah sampai pada tahap tahap puncak, ku goyangkan pantatku sejadi jadinya, hingga tubuhku melemas. Jane mencabut ‘penis’ nya dari memekku, penis itu terlihat mengkilap berlumuran pejuhku, ditusukannya penis itu ke dalam memek Yanti. Lena menjilati pangkal penis itu sampai ke lubang Jane, sesekali di tariknya itil Jane. Yanti yang sedari tadi belum orgasme, sudah tidak kuat lagi menahan gelombang orgasme yang menderanya. Dia pun mendongakkan kepalanya ambil mengerang keras, Jane semakin semangat mengocoknya dari belakang, akhirnya Yanti melemas di atas tubuh Lena. Aku dan Lena menjilati ‘penis’ yang sudah berlumuran peju ku dan Yanti.

Jane lalu duduk, Lena bangkit dan duduk berhadapan di atas Jane, Lena bergoyang erotis sekali. Jane menyedoti tetek Lena, aku meremasi dari belakang, jariku kumainkan di memek Jane. Tak lama Lena melepas orgasmenya, dia terkulai memeluk Jane. Yanti sudah bangkit mengikutiku memainkan memek Jane, dimainkannya vibrator dengan liar di memek itu. Ku hisap dan kugigiti itil jane, Jane pun mengeletar dan muncratlah pejuhnya. Aku dan Yanti langsung berebut menyambar cairan itu. Kami benar benar menikmati permainan yang baru saja kami lakukan. Dengan tubuh bugil dan basah oleh keringat, kami terlelap sambil berpeluk pelukkan.
Saat ku terbangun di pagi hari, kepalaku masih agak pening karena mabuk semalam. Ku coba untuk mengembalikan kesadaranku yang belum benar benar pulih. Pelukan tangan yang halus, tubuh bugil tanpa selembar benangpun, mengingatkanku akan kejadian semalam. Aku membalikkan tubuhku, ternyata Yanti yang memelukku. Lena dan Jane berbaring berpelukan tak begitu jauh dari tempat ku berbaring, mereka pun dalam keadaan telanjang bulat. Ku pandangi wajah Yanti, hembusan nafasnya naik turun beraturan membuat payudaranya bergerak naik turun dengan berirama. Bibir tipisnya berwarna merah muda tanpa polesan lipstik, sedikit membuka sehingga terlihat agak menantang.

Gairahku yang mulai berdesir membuatku tergerak untuk melumat bibir Yanti. Yanti terbangun karena lumatan bibirku, ketika tahu yang melumat bibirnya adalah aku, dia membalas lumatan bibirku. Kami berpagutan dengan romantis, lidah kami saling beradu, menggelitiki rongga mulut dengan bergantian, sesekali Yanti menggigit lidahku, yang ku balas dengan menggigit bibir bawahnya. Tangan Yanti yang tadi memelukku, kini aktif menelusuri tubuhku. Sentuhannya pelan tapi menggairahkan sekali, terutama bila aku mendesah karena sentuhannya mengena di bagian sensitifku, dia malah memainkan daerah itu dengan diiringi senyuman nakal, lalu dilumatnya bibirku yang membuka karena mendesah. Kepiawaiannya dalam bercumbu sungguh luar biasa, hal ini bisa jadi karena Yanti adalah pasangan Jane dalam menyalurkan hasrat sexualnya. Aku dibuatnya terbuai dengan cumbuan cumbuan Yanti, sehingga vaginaku menjadi becek karena cairan kewanitaanku yang terus mengalir beriringan dengan rangsangan yang kuterima.
Kurasakan aku sudah mulai melihat ‘gerbang dari puncak kenikmatan’ yang aku rasakan. “Yan..please…aku udah gak tahan…” rintihku sambil meremasi rambutnya. Langsung Yanti memposisikan wajahnya di selangkanganku, di jilat dan di hisapnya itil-ku. Aku merasa seperti tersengat listrik ribuan volt, aku terdongak sambil menjambak rambut Yanti. Ku angkat pinggulku, ku goyangkan ke kanan dan ke kiri, sesekali ku putar sembari tangan ku meremasi rambut Yanti. Lidahnya sungguh lihai bermain di memek ku, jarinya pun keluar masuk dengan cepat, membuatku sampai kepada orgasme, yang telah mendesak untuk segera dikeluarkan. “Ooughh…yann…” aku mengejang, pahaku menjepit kepalanya. Yanti masih terus mengocokkan jarinya sambil matanya menatapku. Aku mengejang beberapa kali sampai orgasme ku mereda, Yanti pun menghisap habis cairan yang ku keluarkan.

Erangan dan teriakanku saat mencapai puncak telah membangunkan Lena dan Jane. Mereka pun terbakar gairahnya dan mulai saling mencumbu satu sama lain. Yanti kini bangkit dan jongkok di atas wajahku. Langsung ku sambar itil-nya yang sudah memerah dan basah oleh lendirnya, ku masukkan jariku ke dalam memek yang sudah basah itu, ku kocok dengan cepat sehingga berbunyi. Yanti menjambak rambutku sembari menggoyangkan pantatnya maju mundur. Tangannya yang satu meremasi payudaranya sendiri, tak berapa lama tubuhnya mulai bergetar. Sambil mengerang panjang, ditekannya pantatnya ke wajahku, pejuh menyembur banyak sekali. Saking derasnya semburan cairan pejuh nya, cairannya itu sebagian meleleh keluar dari mulutku. Yanti membungkuk mencium mulutku yang masih penuh dengan pejuh nya, di telannya sebagian pejuh itu.
Lena pun sudah sampai pada orgasmenya, sekarang dia mengenakan celana kulit berpenis plastik yang semalam di kenakan Jane. Jane berposisi ‘doggy’, dengan kedua tangannya memegangi pinggiran sofa. Jane lututnya menempel di karpet lantai, tangannya yang satu memegangi pantat Jane, yang satu lagi sesekali menampar bokong Jane, sehingga bokong Jane yang putih itu memerah. Jane mendesis dan mengerang tak karuan, tangannya meremasi sofa sambil memaju mundurkan pantatnya. Jane mendongak dengan lenguhan panjang, Jane sampai di puncak orgasmenya, Lena menghentakkan pantatnya dengan keras sembari mencengkeram bokong Jane. Tubuh Jane bergetar beberapa kali, tampak cairan putih meleleh dari penis buatan itu, lalu mereka berdua ambruk bergulingan di dekat kami.

Tak lama kamipun bangun dan mandi bersama, di dalam kamar mandi yang luas itu, kami kembali melakukan sex. Lalu kami sarapan, atau lebih tepatnya makan siang, makanan yang dipesan dari salah satu restoran cepat saji dari mall di dekat komplek perumahan Jane. Pada waktu kami habis makan telepon genggam Lena berdering, ternyata dari Iwan. Iwan yang menang judi, mengajak kami untuk dugem nanti malam. Lena menanyakan ajakan Iwan kepada Jane, yang dijawab dengan anggukan kepala tanda setuju. Kamipun memutuskan untuk tidur siang agar nanti malam bisa fit.
Ketika malam tiba…
Iwan sudah membooking sebuah room karaoke di discotheque yang berlokasi di daerah Glodok. Kami sudah tiba di room tersebut, ternyata room tersebut tidak digunakan untuk berkaraoke melainkan untuk triping. House music mengalun keras membahana di ruangan yang berukuran lumayan itu. Setelah minuman yang dipesan datang, Iwan membagi-bagikan pil yang berukuran kecil. Setelah kami meminumnya, kami berjoget dan bergoyang bersama.

Kira kira 30 menit setelah aku meminum pil yang diberikan Iwan tadi, aku merasa ada perasaan aneh yang menyelimutiku, ada sensasi aneh yang sulit ku ungkapkan. Ku lihat Jane, Yanti & Lena berjoget dengan sexy dan erotis sekali, Iwan hanya duduk sambil menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Tak lama Lena menghampiri Iwan, dia membisikkan sesuatu ke Iwan, yang di jawab dengan anggukan kepala. Lalu Lena mengajakku keluar, langkah kakiku terasa ringan sekali.
Ternyata Lena mengajakku ke discotheque yang letaknya tak jauh dari tempat karaoke, hanya berbatas sebuah lobby dengan aquarium besar di tengahnya. Kami masuk ke discotheque itu, Lena mengajakku berkeliling, sempat kami berjoget di panggung yang terletak di bagian depan tempat itu.

Ada dua anak muda yang sedang berjoget di depan speaker besar, tak jauh dari tempat kami berjoget. Salah satu dari mereka melihat ke arah kami, Lena pun melihat ke arah mereka. Lalu Lena berjoget dengan salah satunya, sehingga praktis temannya menghampiri aku. Kami berkenalan, yang bersama Lena bernama Bule, yang bersamaku bernama Black. Keduanya keturunan chinese, yang satu berkulit putih dengan rambut di warna pirang sehingga dia dipanggil bule. Yang satu lagi berperawakan tinggi kekar, berkulit hitam, itulah yang menyebabkan dia dipanggil Black.
Kami berjoget bersama, tak lama Lena berbisik kepada Bule, mengajaknya ke room. Bule dan Black tak menolak ajakan Lena, kamipun beranjak dari tempat itu kembali ke room kami.

Setibanya di room, Iwan, Jane dan Yanti tengah bercumbu, tapi masih mengenakan pakaian, walaupun dalam keadaan berantakan dan terbuka di bagian bagian tertentu. Kedatangan kami membuat aktifitas mereka terhenti, setelah berkenalan, Iwan memberikan ‘inex’ kepada Bule dan Black. Bule dan Black sendiri tadi telah ‘on’ tapi masih menelan ‘inex’ yang di berikan Iwan. Kamipun berjoget kembali, Iwan kembali meneruskan cumbuannya kepada Jane, Yanti bermain dengan penis Iwan. Pemandangan itu membuat kami ‘terbakar’, Lena pun mencumbu dengan Bule, Black juga tak mau kalah mencumbu aku. Satu persatu pakaian kami berserakan di lantai, hingga tak ada lagi yang mengenakan sehelai pakaian pun di tubuh.
(Maaf, sulit untuk menceritakan secara detail yang tengah terjadi saat itu, karena pengaruh obat dan rangsangan)

Iwan sudah mengentoti Jane yang nungging sambil menjilati memek Yanti, Lena sedang mengoral kontol Bule, Black tengah meremasi payudaraku sambil lidahnya bermain di memek ku. Tak tahan dengan gairah yang menggebu gebu aku melepas orgasme ku. Tapi aneh, walaupun aku sudah ‘keluar’ , gairahku masih meluap. Kuraih kontol Black yang lumayan besar dan panjang itu, ku hisap sambil ku naik turunkan tanganku, Black hanya mendesah sambil memandangku. Jane pun sudah ‘keluar’, sekarang Iwan duduk di sofa, Yanti duduk mengangkang dengan punggung menghadap Iwan, goyangannya erotis sekali. Lena kini bersandar di dinding, dengan satu kaki terangkat di lengan Bule, tangannya bergayut pada leher Bule, Bule sedang mengentoti nya sambil berdiri. Aku duduk di meja sambil mengangkangkan pahaku selebarnya, Black berlutut lalu menancapkan kontol nya. Jane menghampiriku, menciumku sambil tangannya meremasi pantat Black. Black pun mencabut kontol nya, dia menarik Jane agar nungging di hadapannya, lalu ditancapkanlah kontol nya ke dalam memek Jane, memekku kini di jilati Jane. Lena juga sudah mengalami orgasme, Bule kini berbaring di lantai, dan Lena berada di atasnya (WOT). Yanti yang juga sudah ‘keluar’, duduk mengangkang di entoti Iwan. Aku ‘keluar’ lagi, cairanku disedot Jane yang masih di ‘doggy’ ama Black. Lalu Jane berposisi WOT di atas Black, tak lama Jane ‘keluar’ di barengi dengan Black. Bule pun udah orgasme waktu Lena nungging sambil ngoral kontol Iwan yang abis orgasme. Kami beristirahat sambil minum minum, waktu gairah dan enerji kembali pulih, kami kembali melakukan sex seperti tadi dengan berganti ganti pasangan.

Hingga pagi menjelang, kami berpisah dengan kenangan tak terlupakan ....
Akhirnya SELESAI

Unordered List